Mohon tunggu...
Muthia Atika Fajri
Muthia Atika Fajri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Pascasarjana Pendidikan Anak Usia Dini Universitas pendidikan Indonesia

Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Anak Usia Dini yang memiliki pengalaman menjadi guru Taman Kanak- kanak selama 3 tahun. Memiliki ketertarikan pada dunia Pendidikan anak dan juga peningkatan literasi dan pendidikan karakter melalui dongeng. Menyelesaikan Pendidikan Sarjana di Universitas Pendidikan Indonesia pada tahun 2020. Menginisisasi berdirinya komunitas Kampung Dongeng Tanjung jabung Timur pada tahun 2023.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

PAUD sebagai Kunci Ketahanan Anak dalam Mengahdapi Krisis dan Bencana

8 Januari 2025   18:37 Diperbarui: 8 Januari 2025   18:37 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Jumlah Kejadian Bencana di Indonesia(Sumber: https://bnpb.go.id/infografis)

Bagaimana pendidikan anak usia dini (PAUD) dapat membantu anak-anak menghadapi dampak pandemi, konflik, atau bencana alam?

Pertanyaan ini menjadi relevan mengingat Indonesia adalah salah satu negara dengan risiko tinggi bencana, termasuk gempa bumi, banjir, tsunami dan letusan gunung berapi. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa lebih dari 3.000 bencana terjadi setiap tahun di Indonesia, memengaruhi jutaan orang, termasuk anak-anak.

Pandemi COVID-19 juga menunjukkan bahwa anak usia dini adalah kelompok yang paling rentan terhadap gangguan perkembangan akibat krisis yang terjadi. Menghadapi situasi ini, PAUD memiliki potensi besar untuk menjalankan fungsinya sebagai sarana edukasi, ruang perlindungan dan penguatan psikososial bagi anak-anak. Tashkent Declaration 2022 menekankan pentingnya layanan PAUD yang responsif terhadap krisis dan relevan bagi upaya mitigasi dampak krisis di Indonesia. Artikel ini akan mengulas bagaimana PAUD dapat memainkan peran strategis dalam membangun ketahanan anak terhadap berbagai krisis.

Pentingnya Ketahanan Anak di Masa Krisis

Indonesia menghadapi tantangan besar dalam melindungi anak-anak dari dampak krisis. Lebih dari 10 juta anak terpengaruh oleh pandemi COVID-19, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan gangguan pada akses pendidikan, kesehatan mental, dan lingkungan yang aman. Bencana alam seperti gempa bumi di Sulawesi dan banjir di Kalimantan juga telah menyebabkan ribuan keluarga kehilangan tempat tinggal dan akses ke layanan dasar, termasuk pendidikan.

Anak usia dini adalah kelompok yang paling sensitif terhadap perubahan lingkungan. Penelitian dari UNICEF (2023) menunjukkan bahwa trauma akibat krisis dapat berdampak jangka panjang pada perkembangan kognitif dan emosional anak. Oleh karena itu, membangun ketahanan (resilience) anak melalui pendidikan yang memberikan dukungan psikososial dan keamanan fisik sangat penting untuk memastikan perkembangan yang optimal.

Relevansi Tashkent Declaration

Tashkent Declaration, yang diterbitkan pada 16 November 2022 dalam Konferensi Dunia UNESCO tentang Perawatan dan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Tashkent, Uzbekistan, adalah komitmen global untuk memperkuat pendidikan anak usia dini sebagai fondasi pendidikan berkelanjutan. Deklarasi ini bertujuan untuk memastikan hak setiap anak usia dini, dari lahir hingga usia delapan tahun, mendapatkan layanan pendidikan berkualitas yang inklusif dan berbasis hak. Deklarasi ini juga menekankan pentingnya kemitraan multi-sektoral, penguatan sistem pendidikan yang akuntabel, dan peningkatan investasi yang merata dalam sektor PAUD. Tashkent Declaration juga menyoroti dampak negatif konflik, bencana alam, dan pandemi COVID-19 terhadap pendidikan anak usia dini, sekaligus menyerukan strategi pemulihan berbasis trauma dan pembelajaran yang ramah lingkungan serta berkelanjutan.

Dalam Tashkent Declaration, layanan PAUD adaptif dalam situasi darurat menjadi salah satu prioritas utama dalam menangani dampak krisis terhadap anak-anak. Deklarasi ini menekankan pentingnya pendidikan berbasis trauma, pendekatan inklusif, dan kolaborasi multi-sektoral untuk memastikan anak-anak tetap memiliki akses ke pendidikan berkualitas, bahkan dalam kondisi krisis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun