Mohon tunggu...
Muthia Manaazila
Muthia Manaazila Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi Pendidikan Sosiologi 2019 FIS UNJ

life is good

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak PHK bagi Masyarakat terhadap Kebutuhan Papan, Pangan, Sandang di Masa Pandemi Covid-19

14 November 2020   12:20 Diperbarui: 14 November 2020   12:27 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak perusahaan yang harus melakukan PHK (Pemutusan Hak Kerja) bagi beberapa karyawan agar perusahaan tersebut tidak mengalami kerugian atau bahkan gulung tikar. Sebab, di masa ini keuntungan tertinggi di dapatkan dari konsumsi manusia secara terus menerus. Dengan adanya konsumsi, maka penjualan meingkat. Pabrik beroperasi, produksi berjalan karena ada kebutuhan yang harus dipenuhi. Jual beli terjadi. Roda ekonomi berputar seperti itu. Lalu apa yang terjadi saat konsumsi manusia menurun? Tidak berminat saat melihat penjualan produk? Tidak mampu memenuhi hasrat untuk apa yang mereka inginkan?

Itulah yang terjadi saat pandemi ini, masyarakat hanya menginginkan apa yang mereka butuhkan untuk saat ini. Bagaimana cara mereka dan keluarganya bisa bertahan hidup ditahap situasi sulit ini, bagaimana bisa mereka tetap bisa memakan makanan yang bergizi, bagaimana mereka tetap bisa uang sewa kontrakan yang ditempati. Hanya itu. Mereka berusaha untuk tetap stabil dalam perekonomian mereka sendiri. Jika dilihat dari perspektif petani atau produsen makanan, mereka mulai merasakan perubahan terkait pasokan input dan juga harus menyesuaikan protokol berproduksi untuk menjamin kualitas dan keamanan pangan di tengah pandemi COVID-19, khususnya di wilayah yang sudah terkontaminasi.

Kebutuhan pangan, papan, dan sandang manusia adalah yang terpenting saat ini. Pemberlakuan PHK memang sangat disayangkan, namun kembali lagi, semua manusia menginginkan apa yang mereka butuhkan. Secara ekonomi, menurunnya jumlah permintaan produk (deman) pengusaha akan mengurangi jumlah produksi (supply) yang akan berimbas pada pengurangan jumlah tenaga kerja, baik secara langsung dalam bentuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maupun merumahkan karyawan dengan konsekuensi dunia usaha membayar beberapa persen dari gaji karyawan yang dirumahkan.

Konsekuensi logis dari pengurangan jumlah produk industri, tenaga kerja yang banyak dikurangi adalah tenaga kerja di level menengah ke bawah (bidang produksi). Akibatnya, bagi individu yang terkena PHK dapat menghentikan proses pemasukan (income generating) keluarga. Karyawan yang di PHK dan keluarganya pada kondisi ini sering disebut sebagai kemiskinan sementara. Menurut Darwin (2005), kemiskinan sementara (transient poverty) adalah kemiskinan yang dialami oleh orang (keluarga) yang sebelumnya tidak miskin, tetapi karena kondisi eksternal tertentu.

Dalam konteks pekerjaan sosial, keluarga adalah sebagai sebuah jaringan sosial alamiah fungsional dan sebagai sistem interaksional berdimensi resiprokalitas. Sebagai sebuah jaringan sosial alamiah yang fungsional, keluarga merupakan pusat jejaring yang di dalamnya mengandung potensi, kemampuan, dan kekuatan yang dapat digunakan sebagai sumber pemecahan masalah yang dihadapi.

Pandangan ini juga menganggap, keluarga sebagai sumber keberdayaan dan sumber kekuatan bagi anggotanya. Sedangkan sebagai sistem interaksional berdimensi resiprokalitasmemandang, bahwa keluarga terdiri dari berbagai subsistem berupa anggota keluarga, dan masing-masing anggota keluarga secara alamiah dan kultural telah diberikan fungsi dan peran masing-masing. Untuk menjalankan fungsi dan peran tersebut, setiap anggota keluarga harus saling berhubugan secara dinamis serta menata hubungan sosial dengan lingkungan eksternal. Masalah akan muncul, jika dalam anggota terjadi penyumbatan untuk menjalankan peran sebagai akibat kurang kuatnya hubungan resiprokalitas.

Sebagai sebuah lembaga, keluarga mempunyai fungsi yang cukup luas terutama sebagai fungsi pelayanan pada setiap anggota. Idealnya sebuah keluarga dapat menjalakan fungsinya (dalam istilah pekerjaan sosial disebut sebagai keberfungsian keluarga). Suharto dkk (2003) mendefinisikan keberfungsian sosial sebagai kemampuan orang (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) dan sistem sosial (lembaga dan jaringan sosial) dalam memenuhi/merespons kebutuhan dasar, menjalankan peranan sosial, serta menghadapi goncangandan tekanan.

Permasalahan pertama kali dihadapi oleh keluarga yang terkena PHK adalah keluarga dihadapkan pada masalah ketidakpastian kapan penganggurannya berakhir. Realisasi dari perencanaan keluarga sosial keluarga (misalnya: untuk pendidikan anak, membayar angsuran/kredit, bahkan tertutupnya akses keuangan, dan tidak jarang permasalahan ini akan memberikan tekanan psikologis (stress). Sementara itu, kondisi ini belum didukung dengan jaminan sosial yang memadai dan pekerja tidak mempunyai posisi tawar yang seimbang dengan pemilik lapangan kerja/modal.

Dampak ini sangat mengkhawatirkan, sebab tidak hanya cemas mengenai kebutuhan pangan mereka, namun papan dan sandang juga menjadi hal yang cukup serius. Pasalnya, sebuah keluarga atau seorang individu sekalipun harus menggunakan pakaian yang layak dan memadai. Memang, saat pandemi ini belum berlangsung masing-masing dari kita sudah memiliki pakaian tersendiri, tapi waktu terus berjalan, manusia semakin tumbuh dan berkembang, ukuran tubuhnya semakin membesar, itu adalah kondisi fisik yang alami dan wajar, bukan hal klasik jika seseorang membutuhkan pakaian baru untuk dikenakan. Apalagi untuk keluarga yang memiliki anak kecil dengan umur batita menuju balita, tentunya anak tersebut harus mengenakan pakaian yang sesuai dengan ukuran tubuhnya.

Pemerintah menyebutkan bahwa angka pemutusan hubungan kerja (PHK) dampak dari virus corona atau COVID-19 telah mencapai 3,05 juta. Seperti yang dikatakan Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri, Kementerian Koordinator Perekonomian, Bambang Adi Winarso menyampaikan penciptaan lapangan kerja saat ini tidak ada. Bahkan yang terjadi adalah kehilangan lapangan kerja. Kemenaker melaporkan tenaga kerja terdampak COVID-19 sekitar 3,05 juta orang (per 2 Juni 2020) dan memperkirakan tambahan pengangguran bisa mencapai 5,23 juta.

Bappenas sebelumnya memperkirakan tambahan penggungaran tahun ini mencapai 4,2 juta. Namun angka itu bisa lebih besar karena pencari kerja cukup tinggi. Hal itu terindikasi dari Kartu Prakerja, pendaftar 10,8 juta sampai akhir Mei 2020. Itu artinya angka kemiskinan dan pengangguran masih akan terus meningkat. Bahkan dalam skenario sangat berat diperkirakan kemiskinan akan bterus bertambah jika pandemi ini terus menerus berlangsung. Kelompok yang paling terdampak dari COVID-19 adalah penduduk perpendapatan rendah dan pekerja di sektor informal. Adapun di perkotaan yang terdampak adalah bisnis perdagangan. Wabah COVID-19 menyebabkan gelombang PHK naik signifikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun