Mohon tunggu...
Muthia D. Santika
Muthia D. Santika Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog

Mengintegrasikan keilmuan psikologi konvensional dengan prinsip Islam untuk memberikan dukungan yang sesuai dengan kebutuhan unik setiap individu, sehingga mereka dapat menjalani hidup yang lebih sehat, bermakna, bahagia di dunia dan akhirat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bercermin dari Makna Idul Fitri dan Semangat Syawal: Kaitan Makna Hidup dan Motivasi

17 Mei 2023   09:00 Diperbarui: 17 Mei 2023   09:26 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Bulan Ramadhan telah meninggalkan kita dan sebentar lagi bulan Syawal juga akan meninggalkan kita. Sudah sampai mana jejak-jejak ibadah kita langkahkan? Menanjak, datar, atau menurun?

Syawal secara bahasa bermakna peningkatan atau lompatan, dimaksudkan kepada meningkatnya kualitas diri, meningkatnya perilaku ibadah baik secara kuantitas maupun kualitas jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yakni bulan Ramadhan. Namun, yang banyak terjadi di bulan Syawal adalah menurunnya motivasi untuk beribadah seakan-akan Syawal adalah bulan 'rehat' dari padatnya kegiatan ibadah di bulan Ramadhan. 

Pula dengan asosiasi bahwa 1 Syawal hanya sebagai hari libur nasional, hari dimana bisa bebas makan-minum, hari dimana bisa bebas melakukan hal-hal lain yang selama bulan Ramadhan yang dilarang untuk dilakukan, dan gawatnya libur pula dari ketaatan. Bahkan ada juga yang mabuk-mabukan di malam takbiran, di tengah sahut-sahutan manusia yang membesarkan asma Allah. Lalu apa bedanya manusia dengan iblis yang selama bulan Ramadhan dikekang? 

Tak harus membandingkan diri dengan orang yang mabuk-mabukan itu, bagi Muslim Indonesia termasuk diri kita sendiri, apa makna yang kita bangun terhadap hari Lebaran? Apa itu Idul Fitri? Apa makna takbir yang dilantunkan sejak maghrib sampai tuntas sholat Ied? 

Tradisi Idul Fitri di Indonesia 

Budaya membawa kita untuk mengasosiasikan Idul Fitri dengan mudik, pulang kampung, dan momen berkumpul dengan keluarga. Bahkan mungkin juga dengan baju baru, alas kaki baru, ketupat, opor, kue dan cemilan dalam toples-toples cantik. Lantunan takbir hanyalah satu pelengkap yang menghangatkan suasana malam Idul Fitri. Hal ini bukanlah sesuatu yang salah, karena kegembiraan ini adalah juga karunia Allah bagi orang yang berpuasa. Tapi, jangan sampai asosiasi ini melunturkan, menggeserkan, mengalihkan cara pandang seorang Muslim terhadap makna hari raya Idul Fitri. 

Dampak dari pemaknaan Idul Fitri ini nampak terasa ketika Idul Fitri hanya dimaknai sebagai tradisi, suasana yang dirindukan, juga kebebasan dari segala aturan Ramadhan yang mengikatPemaknaan tersebut dapat memunculkan perilaku beribadah di bulan Syawal yang kendor, lalai, tidak ada bedanya seperti perilaku beribadah sebelum menjalani Ramadhan atau malah menurun. Padahal seharusnya, setelah dilatih satu bulan penuh, ada perubahan positif yang dimunculkan dan menghasilkan peningkatan.  

Dengan fenomena ini saya ingin mengajak Kompasioner untuk memahami proses mental manusia dari sudut pandang psikologi: dari pembentukan makna dan bagaimana hal itu dapat berpengaruh terhadap motivasi. 

Jenis Motivasi 

Motivasi adalah dorongan yang memberi tujuan atau arah pada perilaku manusia. Motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis: ekstrinsik dan intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang muncul pada diri seseorang ketika individu mengharapkan adanya reward yang diberikan lingkungan. Motivasi jenis ini naik turunnya akan sangat tergantung pada situasi dan kondisi lingkungan. 

Motivasi intrinsik, sebaliknya, digerakan oleh sumber energi dalam diri. Bentuknya dapat berupa rasa puas dan bahagia karena telah memenuhi kebutuhan rasa ingin tahu, pencapaian, independensi, kompetensi, ketertarikan, kreativitas, dan hal-hal lain yang semuanya bersumber dalam diri. Sehingga motivasi jenis ini tidak bergantung pada pemberian lingkungan. Tidak diawasi pun, tidak dipuji pun, tidak digaji pun, motivasi ini tetap bertahan dan berdikari. 

Makna Hidup dan Motivasi

Makna hidup adalah makna yang memberi pemahaman mendasar tentang keberadaan manusia, seperti apa dunia ini, bagaimana manusia bisa adaptif di dalamnya, dan skema besarnya (Steger, 2012). Makna hidup yang tinggi berarti individu telah memiliki pemahaman mendasar mengenai hidup dan kehidupan. 

Penelitian oleh (Siwek, dkk., 2017) menunjukkan bahwa adanya korelasi positif antara motivasi intrinsik dan makna hidup dan korelasi negatif antara motivasi ekstrinsik dan makna hidup. Hal ini berarti jika makna hidup individu tinggi maka motivasi instrinsiknya juga tinggi, jika makna hidupnya rendah maka motivasi ekstrinsiknya akan tinggi. Senada dengan Siwek, dkk., Allport and Ross (1967) menemukan bahwa individu dengan motivasi intrinsik dalam beragama juga memiliki pemahaman makna hidup yang tinggi.     

Kesimpulannya, secara umum, pemaknaan terhadap hidup dan kehidupan manusia sangat berkaitan dengan kondisi motivasi dari seseorang. Konsep ini tetap berlaku pada bagian kehidupan yang lebih kecil, misalnya aktivitas dalam keseharian, peristiwa atau tugas dan tanggung jawabDari hasil kajian ilmiah tersebut, mari terapkan kembali framework makna-motivasi pada fenomena Idul Fitri di Indonesia. 

Makna Idul Fitri dan Takbir

Hari Idul Fitri yang pertama kali dimulai pada tahun 2 Hijriah, dimana momen tersebut bertepatan dengan kemenangan umat Islam terhadap kaum kafir Quraisy di perang Badar. Kemenangan perang yang terjadi diluar nalar manusia, dimana umat Islam yang berjumlah 313 melawan 1000 pasukan kaum kafir Quraisy. 

Kebahagiaan itulah yang mendorong umat Islam untuk melantunkan takbir di sepanjang perjalanan antara Badar-Madinah yang berjarak kurang lebih 150 km. Kebahagiaan yang muncul karena jelasnya batas diantara kelompok yang haq dan yang bathil, kebahagiaan yang muncul karena terwujudnya harapan akan janji Allah, kebahagiaan yang muncul karena telah melaksanakan perintah Allah.   

اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ، لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ اللهُ أكْبَرُ وَِللهِ الحَمْدُ

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar Allah Maha Besar. Tiada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah.

اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الِلّٰهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الكَافِرُوْنَ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الاَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ

Allah Maha Besar. Segala puji yang banyak bagi Allah. Maha Suci Allah di pagi dan sore. Tiada tuhan selain Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya, memurnikan bagi-Nya sebuah agama meski orang kafir tidak menyukainya. Tiada tuhan selain Allah Yang Ahad, yang menepati janji-Nya, membela hamba-Nya, dan sendiri memorak-porandakan pasukan musuh. Tiada tuhan selain Allah. Allah Maha Besar.

Momentum kemenangan ini diabadikan dengan merayakan Idul Fitri di setiap tahunnya. Idul Fitri adalah ketika kebesaran Allah, kesucian Allah dan pujian untuk Allah terinternalisasi, mengalir dalam setiap gerak langkah, dimana Allah menjadi alasan dari semua niat berperilaku sepanjang sebelas bulan ke depan sebagai indikator keberhasilan berpuasa selama Ramadhan. Kegembiraan sudah pasti ada namun tetap terbingkai oleh keimanan sehingga kegembiraan itu tidak menjadi 'lepas kendali'. Itu pula yang diharapkan Rasulullah Muhammad saw: 

"Dari Anas bin Malik, Rasulullah ﷺ bersabda, kaum jahiliyah dalam setiap tahunnya memiliki dua hari yang digunakan untuk bermain, ketika Nabi Muhammad ﷺ datang ke Madinah, Rasulullah bersabda: kalian memiliki dua hari yang biasa digunakan bermain, sesungguhnya Allah telah mengganti dua hari itu dengan hari yang lebih baik, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha" 

(HR Abu Dawud & an-Nasa'i)

Ada yang hilang dari perayaan Idul Fitri kita di setiap tahun. Semangat kemenangan, semangat beriman dan ber-Islam, semangat mengesakan Allah, semangat perjuangan, semangat berjamaah, juga semangat persatuan. Rasanya terlalu murah jika semangat dan kebahagiaan ini ditukar dengan sekedar kesenangan memakai baju dan sepatu baru.  

Sumber:

Allport, G. W., & Ross, J. M. (1967). Personal religious orientation and prejudice. Journal of Personality and Social Psychology, 6, 432–443. doi:10.1037/h0021212. 

Siwek, Z., Oleszkowicz, A. & Słowińska, A. (2017). Values Realized in Personal Strivings and Motivation, and Meaning in Life in Polish University Students. J Happiness Stud 18, 549–573. https://doi.org/10.1007/s10902-016-9737-x  

Steger, M. F. (2012). Experiencing meaning in life: Optimal functioning at the nexus of well-being, psychopathology, and spirituality. In P. T. P. Wong (Ed.), The human quest for meaning: Theories, research, and applications (pp. 165–184). Routledge/Taylor & Francis Group.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun