Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Alquran) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman
(QS Yunus:57)
Ayat ini memahamkan kita bahwa al Qur’an adalah penyembuh bagi segala penyakit hati, atau yang dewasa ini dibahasakan dengan penyakit mental. Seluruh perintah yang tertulis dalam Al Qur’an adalah teknik-teknik terapi yang cocok dengan kondisi manusia, sesuai pula dengan kebutuhannya, sehingga bisa menyembuhkan semua penyakit mental. Jika saja manusia mau meyakini dan menjalankannya dengan ikhlas. Di sisi lain, pendekatan psikologi kontemporer/psikologi Barat/psikologi sekuler lebih sering wara wiri di dunia nyata dan maya, dan sebagai dampaknya menjadi lebih populer daripada pendekatan Islam juga lebih diyakini sebagai cara yang ampuh untuk menyembuhkan penyakit mental.
Untuk menjawab problematika ini—terutama di Indonesia, sejak puluhan tahun yang lalu telah lahir integrasi antara psikologi dan Islam. Seiring dengan berkembangnya aliran psikologi positif yang menggarisbawahi mengenai aspek spiritualitas juga religiusitas manusia. Sebagai kritik atas konsep dasar manusia yang hanya terdiri dari dimensi fisik dan psikis saja.
“Man lives in three dimensions: the somatic, the mental, and the spiritual. The spiritual dimension cannot be ignored, for it is what makes us human”
Victor Frankl
Benar adanya bahwa teori-teori psikologi Barat yang cenderung sekuler lahir dari akal manusia sehingga tidak semua teori psikologi ini bisa kita telan bulat-bulat. Namun tidak juga seluruhnya tidak dapat diterima dari kacamata Islam. Karena itu dibutuhkan integrasi antara psikologi barat dan Islam untuk memilah mana saja konsepsi yang tidak sesuai dengan al Qur’an dan sunnah. Integrasi ini dinamakan dengan psikologi Islami. Islami? Mengapa tidak psikologi Islam? Terdapat dua cara pandang yang berbeda dalam memahami psikologi dan Islam di Indonesia. Yang pertama adalah pendekatan psikologi Islam. Yang kedua adalah pendekatan psikologi Islami.
Memahami Perbedaan Psikologi Islam dan Psikologi Islami
Psikologi Islam adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia, membangun pemahaman konsep dasar filsafat dan teori kepribadian manusia dengan metodologi dan pendekatan masalah yang dasar pemahamannya diambil dari sumber-sumber formal Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadist, akal, indera dan intuisi. Cara pandang ini menggunakan metode Idealistik dalam pengembangan kajiannya. Metode idealistik adalah metode yang lebih mengutamakan penggalian Psikologi Islam dari ajaran Islam sendiri. Melalui metode ini terciptalah apa yang disebut dengan psikologi Islam (tanpa huruf “I” yang mengiringi kata “Islam’) (Yudiani, 2013).
Psikologi Islami merupakan konsep psikologi modern yang telah disaring dengan prinsip-prinsip Islam dalam al Qur’an dan hadist. Psikologi Islami ialah perspektif Islam terhadap psikologi modern dengan membuang konsep-konsep yang tidak sesuai atau bertentangan dengan Islam. Metode pendekatan kajian psikologi Islami tetap menggunakan syarat-syarat ilmiah yang dinamakan metode pragmatis. Metode Pragmatis adalah metode yang lebih mengutamakan aspek praktis dan kegunaannya. Teori-teori psikologi Barat yang telah mapan dicarikan kemiripannya, kesuaiannya, kesamaannya, dengan isi Al-Qur’an dan Hadist sehingga dapat diterapkan teknik-tekniknya secara lebih luas pada masyarakat. Hasil penelitian empiris dari psikologi kontemporer menjadi penunjang untuk membuktikan kebenaran Islam. Metode ini akan menghasilkan rumusan yang lazim disebut dengan “psikologi Islami”, bukan psikologi Islam (Yudiani, 2013). Psikologi Islami dikembangkan sebagai pendekatan alternatif atas psikologi kontemporer yang lahir dari kesadaran adanya kerugian dari kesenjangan antara sains dengan agama (Bastaman, 2005).