Manusia yang memiliki tujuan adalah manusia yang memiliki motivasi. Tanpa tujuan, manusia akan hilang arah dalam kehidupan, tidak tahu kemana akan melangkah. Motivasi itu sendiri bermakna sebuah proses yang memulai, mengarahkan drive (dorongan/kebutuhan) dan mempertahankan perilaku kepada tujuan. Jadi, tanpa tujuan, motivasi tidak akan lahir. Sederhananya seperti itu.
Mungkin kamu jadi bertanya-tanya, saya sudah punya tujuan tapi kok masih sulit untuk bisa konsisten mencapainya? Bisa jadi ada yang salah dalam menetapkan tujuan atau dalam merancang tahapan untuk mencapai tujuan.Â
1. Tujuan harus sesuai dengan nilai-nilai keyakinanmuÂ
Bagaimana kamu menetapkan tujuan-tujuan? Apakah hal itu ditentukan oleh orang tuamu? Atau apa yang dilakukan teman-temanmu?Â
Nilai adalah apa yang kamu yakini, apa yang kamu pegang untuk menjadi pedoman hidup dan akan kamu jaga meskipun perlu mengorbankan sesuatu. Analoginya, ketika kamu sedang berlayar di lautan, tujuan adalah seperti pulau yang ingin kamu datangi. Sedangkan nilai adalah rasi bintang yang mengarahkan pada jalur yang benar. Nilai yang dimiliki individu bisa jadi berbeda. Nilai bisa berupa nilai spiritual, sosial, atau moral.
Jadi, dengan adanya keselarasan antara tujuan dan nilai yang diyakini, akan memunculkan kepuasan ketika kamu berupaya mencapai tujuan. Motivasi yang muncul adalah motivasi intrinsik, bukan lagi motivasi ekstrinsik yaitu motivasi dari luar diri yang berbentuk penghargaan atau pujian dari orang lain. Sehingga tanpa bergantung pada respon orang lain, kita tetap bisa termotivasi.
2. Learning-Based dibanding Achievement-Based goal
Riset yang menarik dari Latham (2006) menunjukkan bahwa tujuan yang dirancang untuk mencapai target tertentu tidak lebih efektif daripada tujuan yang dirancang untuk mempelajari atau menguasai keterampilan. Riset ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang menetapkan tujuan untuk dapat mempelajari dan menguasai keterampilan (misal: bagaimana cara untuk manajemen waktu, bagaimana menjalin relasi dengan efektif) dilaporkan memiliki kepuasan yang lebih dan mampu mencapai IPK yang secara signifikan lebih tinggi daripada mahasiswa yang menetapkan tujuan untuk mendapat IPK yang tinggi di akhir tahun. Self efficacy mahasiswa yang menetapkan tujuan mendapatkan IPK tinggi di akhir tahun dilaporkan lebih rendah daripada mahasiswa yang memiliki prinsip untuk melakukan yang terbaik dalam mempelajari atau menguasai keterampilan tertentu.Â
Dalam istilah lain hal ini dapat dipahami seperti individu yang berorientasi pada hasil dan individu yang berorientasi pada proses. Individu berorientasi hasil akan berfokus pada tercapai tidaknya tujuan, yang ketika tidak tercapai dapat menurunkan keyakinan akan kemampuan diri. Sedangkan individu berorientasi proses fokus pada mengoptimalkan upaya dengan seluruh kemampuan, menghargai setiap proses yang dilalui meskipun belum terlihat hasilnya. (Pembahasan lebih lanjut tentang ini ada di part terakhir).Â
3. Buat tujuan yang konkrit dan spesifik
Achievement-based goal akan lebih efektif bila disusun secara konkrit dan spesifik. Konkrit artinya, jika tujuanmu masih bersifat abstrak, pecah menjadi langkah-langkah nyata yang memungkinkan untuk diupayakan. Spesifik artinya membuat tujuan dengan detail sampai kepada tingkat perilaku. Tujuannya agar kamu lebih mudah untuk melakukannya dalam keseharian juga mudah untuk memonitoring mana yang sudah dan belum dilakukan. Bandingkan dua tujuan ini, mana yang lebih mudah untuk dilakukan:
 a. Menjadi seorang yang dermawan
 b. Memberikan shodaqoh satu kali setiap bulanÂ
Tujuan a masih bersifat abstrak membuat kamu sulit untuk mengukur apakah kamu sudah mencapainya atau belum. Tujuan b akan lebih memudahkan kamu dalam melakukan dan mengevaluasi ketercapaian.
Bersambung....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H