Mohon tunggu...
Mutaqin
Mutaqin Mohon Tunggu... Penulis - Guru dan seorang freelancer

seorang content writer untuk tema yang meliputi pendidikan, sosial, kebijakan publik, hukum serta yang lainnya

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Presidential Threshold, Sebuah Solusi atau Sumber Masalah Baru

14 Juli 2024   09:56 Diperbarui: 14 Juli 2024   10:04 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
llustrai presidential threshold (sumber : Kompas/Fabian Januarius Kuwado)

Pemerintahan Indonesia sejuah ini dalam sejarahnya sebagai negara demokrasi pernah menggunakan dua model pemeritahan yaitu sistem pemerintahan presidesial  dan pemerintahan parlementer. 

Secara garis besar terdapat tiga babak dalam sejarah penerapan sistem pemerintahan, pertama  sistem presidensial pada awal-awal  berdirinya negara kesatuan republik Indonesia hingga 1949 sesuai dengan amanat UUD 1945.

Kedua sistem parlementer yang diawali peristiwa agresi milter Belanda atas Indonesia hingga merubah sistem pemerintahannya menjadi parlementer yang berlaku hinga 1959 dengan UUD RIS (27 Desember 14 1949-17 Agustus 1950) dan UUDS (17 Agustus 1950-5 Juli 1959) sebagai kontitusinya. 

Dan yang ketiga, kembali ke sistem presidensial dan berlaku hingga sekarang yang ditandai dengan peristiwa keluarnya dekrit presiden pada 5 Juli 1959 untuk membubarkan konstituante yang gagal membuat UUD pengganti UUDS 1950 bersamaan dengan berlakunya kembali UUD 1945.


Dalam pemerintahan sebuah negara yang berasaskan demokrasi seperti Indonesia yang oleh para ahli dianggap masih pada level belajar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,  makna dari kekuasaan yang berada di tangan rakyat belum mencapai pada subtansi  sebagaimana konsep dan definisi demokrasi itu sendiri. 

Dalam hal ini demokrasi sebagai sebuah sistem masih hanya sebatas makna simbolis dan masih jauh dalam dimensi operasional ketatanegaraan di Indonesia.

 Semangat serta makna demokrasi yang terasa hidup di Indonesia, dalam praktik di lapangan hanya akan terepresentasikan dalam kondisi-kondisi tertentu seperti misalnya pada proses suksesi atau peralihan kekuasan melalui penyelenggaraan pemilu yang merupakan representasi dari proses pemberian mandat dari masyarakat yang diadakan secara periodik. Dari kondisi ini, sistem pemilu dan korelasinya dengan demokrasi Indonesia tidak ubahnya seperti jantung bagi sistem demokrasi itu sendiri.


Pemilu langsung oleh masyarakat untuk memilih Presien dan wakilnya pertama kali dilaksanakan pada tahun 2004 yang menghantarkan pasangan SBY-Jusuf Kalla sebagai pemenang. Regulasi terkait pemilu dalam setiap perjalanannya selalu menimbulkan polemik serta pro-kontra,  baik dari kalangan politisi maupun masyarakat umum. 

Tercatat sejak reformasi, undang-undang yang mengatur tentang pemilu  telah banyak mengalami perubahan, dan dalam proses perubahan itu tidak pernah luput dari perdebatan panas. Argumentasi dari perubahan itu,meski tidak lepas dari celah serta kekurangan, selalu demi kebaikan yang lebih besar. 

Misalnya dilihat dari dua variabel penting dalam dinamika ketetanegaraa, yakni stabilitas dan efektivitas pemerintahan maka ditetapkan UU Pemilu yang terbaru no 7 tahun 2017 yang di dalamnya juga mengandung ketentuan tentang Presidensial Threshold.
Di tengah tumbuh suburnya partai politik baru pasca reformasi, upaya penyederhanaan partai menjadi urgen untuk dilakukan dan langkah secara yuridis yang telah diambil adalah dengan mengatur sebuah ambang batas atau Electoral Threshold dalam pemilu legislatif bagi partai politik yang kemudian dikenal dengan istilah Parlement Threshold. 

Dalam pasal 414 dan 415 Undang-Undang Nomor 7  Tahun 2017 Tentang Pemilu terkait rasio ambang batas perolehan suara partai politik untuk dapat duduk diperlemen disebutkan yakni sebesasar 4 persen dari total keseluruhan suara secara nasional.


Selain electoral threshod di kelembagaan legislatif, undang-undang ini juga mengatur electoral threshold di bidang ekesukutif yakni dalam pemilu presiden dan wakilnya atau yang lebih dikenal dengan istilah presidesial threshold yang tertuang dalam pasal 222 yang berbunyi; "Pasangan Calon diusungkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyartan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya".


.Penerapan presidensial threshold yang tidak lagi memberikan ruang yang luas bagi partai untuk berpartsipasi dengan calon yang diusung untuk menduduki kursi presiden dan wakilnya memancing pro kontra dan diskursus yang panjang. Upaya penekanan pertumbuhan partai politik dilakukan guna untuk menjaga stabilitas dan efektivitas pemerintahan yang berkuasa. 

Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Dr.Sunarso, M.SI dalam bukunya "Perbandingan Sistem Pemerintahan" (2012) bahwa bagaimana pun juga konsep pemerintahan presidensial tidak cocok dengan sistem multipartai karena akan mengundang instabilitas pemerintahan damfak dari terbentuknya koalisi-koalisi partai politik dengan segala kepentingannya masing-masing.


Namun terdapat kesan kontradiksi dalam penerapan electoral threshold  jika argumentasi yang dibangun untuk mengurangi jumlah partai politik demi stabilitas dan efektivitas dalam sistem pemerintahan presidensil, dengan anggapan bahwa presiden akan mendapatkan dukungan yang kuat dalam parlemenm jika jumlah partainya relatif sedikit. 

kenyataan yang ada justru sistem pemilu yang demikian sangat berpotensi akan melahirkan perkongsian politik dalam bentuk koalisi-koalisi di dalam pencalonan Pilpres karena sangat sulit bagi partai politik untuk meraih 20 persen kursi di parlemen atau 25  persen dari keseluruhan suara nasionl, dan pada giliran selanjutnya akan membuat pemerintahan tidak dapat berjalan secara ideal disebabkan kuatnya tarik ulur kepentingan dari partai anggota koalisi yang mengusung presiden dan wakilnya.


Permasalah Indonesia yang menganut sistem presidensial dengan multipartainya di sisi lain mengharuskan langkah untuk mengurangi jumlahnya karena secara umum negara yang menggunakan sistem pemerintahan jenis ini memiliki model kepartaian dengan dwipartai seperti misalnya negara Amerika Serikat yang memiliki pengalaman panjang dalam demokrasi. 

Namun langkah yang dilakukan untuk mengatasinya terlihat seperti bukan solusi bahkan secara tidak langsung cendrung menjadi sumber masalah yang menghambat sistem pemerintahan presidensial itu sendiri. Presidensial threshold  dalam permasalahan stabilitas serta efektivitas sistem presidensial lebih terlihat sebagai satu kesatuan dalam circle of trouble bukan sebagai pola hubungan solusi untuk sebuah permasalahan.


Di sisi lain, dilihat dari aspek hukum itu sendiri terlihat bahwa penerapan Presidensial Threshold menabrak ketentuan dalam UUD 1945 tentang hak warga negara dalam bidang politik sebagaimana yang tertuang pada pasal 6A. Dengan adanya ketentuan Presidensial Threshold ini mereduksi hak warga negara untuk mencalonkan diri dalam Pilres dengan dalih upaya penyederhaan partai demi stabilitas dan efektivitas sebuah roda pemerintahan.

Akan tetapi sebagai langkah untuk menyelesaikan permasalahan terkait stabilitas dan efektivitas pemerintahan yang bersumber banyaknya jumlah partai politik, menghasilkan rumusan formula untuk memperbaiki permasalanan yang sudah lama dibutuhkan proses panjang. 

Sehingga  subtansi dari elektoral threshold dalam UU pemilu tidak tercapainya secara sigifikan tujuan penerapannya, sangat mungkin lebih banyak disebabkan dari unsur luar seperti aspek pengawasan misalnya dan bukan pada besaran rasio dalam PT tersebut. dengan demikian dibutuhkan lebih dari sekedar penerapan ambang batas untuk mengurangi jumlah partai secara bertahap.

Namun juga perlu adanya upaya tegas lainnya seperti misalnya memperketat prosedur pembentukan partai dan yang tidak kalah penting harus adanya sistem sanksi pembekuan partai jika terbukti melanggar ketentuan tertentu. Misalnya partai yang anggotanya terbukti melakukan tindakan pidana korupsi dalam rentang waktu tertentu dengan kerugian minimal sekian milyar harus dicabut izin resminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun