Mohon tunggu...
Mutaqin
Mutaqin Mohon Tunggu... Penulis - Guru dan seorang freelancer

seorang content writer untuk tema yang meliputi pendidikan, sosial, kebijakan publik, hukum serta yang lainnya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Meninjau Tapera, Program yang Akan Membuat Masyarakat Lebih Merana

8 Juli 2024   09:55 Diperbarui: 9 Juli 2024   13:14 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber:nuaproperti.com)

Di penghujung masa jabatan Presiden, Jokowi bersama pemerintahannya telah mengambil banyak langkah berani dan tidak populis sehingga terkesan berusaha mengejar target tanpa menimbang damfak negatif jangka panjang yang menimbulkan keresahan bagi masyarakat luas. 

Melalui PUPR yang bersinergi dengan Kemenkeu serta Kemnaker, pemerintah berambisi untuk menerapkan skema Tapera yang menyasar bukan hanya dari kalangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) namun tabungan ini juga mewajibkan keanggotan dari kalangan pekerja swasta yang tentu saja menjadi kenyataan pahit dan menimbulkan keresahan bagi pekerja di sektor swasta yang penghasilannya masih tidak sejalan dengan biaya hidup yang kian meningkat setiap tahunnya.

 Tapera sejatinya bukan merupakan program baru dari pemerintah karena skema tabungan jangka panjang ini sudah lama diwacanakan, hanya saja selama ini skema tabungan Tapera hanya di peruntukan dari kalangan PNS sebagai dana persiapan jaminan hari tua atau dana pensiun. 

Program Tapera untuk PNS ini sudah diterapkan sejak awal 2021 mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelanggaraan Tapera sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Tabungan Perumahan Rakyat yang merupakan transformasi dari program sebelumnya yakni BAPERTAMUS-PNS (Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Pegawai Negeri Sipil) yang mulai resmi menjadi TAPERA (Tabungan Perumahan Rakyat) pada tahun 2018 dan secara berlahan juga menargetkan kepesertaan non-PNS.

Tujuan Program TAPERA

 Program Tapera yang mulai digodok secara matang oleh pemerintah sekarang dan akan secara efektif berlaku pada 2027 atau 7 tahun sejak ketentuan ini ditetapkan pada tahun 2020 lalu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang penyelanggaraan Tapera kemudian disempurnakan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, merupakan langkah yang dianggap strategis untuk mengatasi permasalahan hunian rumah bagi masyaraka yang tercatat masih banyak yang belum memilikinya. 

Dari data BPS terdapat 9,9 orang yang sampai sekarang belum memiliki rumah sendiri. Hal ini disebabkan terus melambungnya harga properti khususnya tanah, sehingga diharapkan dengan skema tabungan kolektif akan ada banyak masyarakat yang terbantu untuk memiliki rumah hunian.

Pada dasarnya mekanisme dari Tapera dalam mewujudkan tujuan guna membangun rumah dengan biaya yang lebih terjangkau serupa dengan penerapan BPJS kesehatan yang mengandalkan gotong royong dari semua peserta sehingga dapat berjalan dengan baik. 

Dalam realisasinya setiap peserta Tapera tidak akan serta merta mendapatkan jaminan hunian rumah karena hal yang demikian tidak logis secara perhitungan matematis melihat besaran iuran setiap bulannya yang hanya 2,5 persen dari penghasilan maka setidaknya membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun lamanya, sehingga peruntukan hunian rumah hanya diberikan bagi kelompok masyarakat yang diprioritaskan. 

Dengan menimbang kondisi demikianlah maka kemudian ada ketentuan program iuran ini dapat dijadikan sebagai investasi jangka panjang maupun persiapan dana pensiun dalam bentuk obligasi, deposito, maupun bentuk investasi menguntungkan lainnya bagi peserta yang tidak mendapatkan jaminan rumah.

Program yang Terlalu Dipaksakan

Illustrasi minimnya lapangan kerja (Sumber: tribunnews)
Illustrasi minimnya lapangan kerja (Sumber: tribunnews)

Tapera merupakan salah satu contoh kebijakan dari pemerintah yang penerapannya bersifat probematik dengan menimbang masih besarnya kesenjangan antara pendapatan para pekerja swasta yang sudah UMR dengan kebutuhan sehari-hari yang terus mengalami kenaikan dari waktu ke waktu. 

Dan hal ini tentunya akan sangat berdamfak bagi para pekerja yang berdomisili di daerah dengan UMR rendah seperti di Kabupaten Pangandaran dengan UMR sebesar Rp 2.018.389  atau kabupaten Banjarnegara yang hanya sebesar Rp 1.958.169. Sayangnya dalam kebijakan ini pemerintah mewajibkan semua pekerja dengan penghasilan UMR tanpa toleransi di mana setiap pekerja yang dianggap memenuhi ketentuan dan tidak membayarkan iuran Tapera akan mendapatkan sanksi baik yang berupa teguhan hingga pembekuan izin bagi para pelaku usaha.

Memang di banyak negara skema serupa Tapera berhasil diterapkan dan membantu banyak warganya untuk memiliki hunia rumah seperti misalnya negara tetangga Malaysia dan Singapura. Dalam konteks Indonesia dengan kondisi pendapatan perkapita masyarakatnya yang masih rendah tentu saja tidak bisa disamakan dengan dua negara tersebut yang memang secara kekuatan ekonomi masyarakatnya di atas masyarakat Indonesia. 

Berdasarkam proyeksi IMF pada Oktober 2023 PDB per kapita Indonesia hanya di angka 5.108 US$ sedangkan Malaysia mencapai 13.034 US$ dan kalah jauh dari Singapura yang mencapai angka 87.884 US$. Artinya perlu ada capaian PDB per kapita minimum untuk sampai pada kesimpulan bahwa program Tapera sudah mampu diterapkan di Indonesia.

 

 Berpotensi Menjadi Ladang Korupsi

(Sumber: merdeka.com)
(Sumber: merdeka.com)

Sebelum program ini digulirkan dengan sasaran peserta lebih luas yang bahkan di dalamnya termasuk profesi nonformal seperti tukang kurir serta driver ojek online, pelaksanaan Tapera sejak 2016 memiliki permasalahan dalam manajemen pengelolaannya yang kurang transparan. Berdasarkan temuan BPK pada tahun 2021, dalam audit program Tapera dan Instansi terkait untuk tahun 2020 dan 2021  terdapat 124.960 peserta Tapera yang belum mendapatkan haknya berupa pengembalian dana dengan total Rp 567.457.735.810 meliputi DKI Jakarta, Sumatera Utara, Lampung, Jawa Tengah, Daearah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali. 

Hal ini terjadi karena prosedur pencairan dana Tapera bagi para pekerja berpaku pada status keaktifan peserta yang pemutakhiran status tersebut diserahkan pada pihak pemberi kerja sehingga banyak peserta atapun ahli warisnya tidak tahu menahun di mana dan ke mana dana tabungam mereka.

Dengan mentalitas dan moralitas pejabat Indonesia yang memiliki catatan buruk dalam hal korupsi, terdapat alasan kuat bagi masyarakat jika kemudian mereka khawatir Tapera ini akan menjadi ladang baru yang akan dikorupsi. Jika dana bantuan kemanusian untuk mengatasi bencana pandemi covid 19 saja dikorupsi bukan tidak mungkin dana Tapera ini akan menjadi yang selanjutnya. 

Kemudian berkaca juga pada kasus Asabri yaitu kasus korupsi dalam program dana pensiun bagi Polisi, Tentara serta ASN di kementerian Pertahanan  menjadi semakin menguatkan kesangsian terhadap program Tapera yang masih minim dalam manajemen dan pengawasan untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi.

Apa Yang Seharusnya Dilakukan

Jika kita melihat dengan seksama berbagai permasalahan di masyarakat yang kaitannya dengan urusan ekonomi seperti banyaknya masyarakat yangbelum memiliki rumah dewasa ini sejatinya hanya sebagai gejala dari suatu kondisi tertentu yang mendasarinya. Angka 9,9 juta masyakat Indonesia yang belum memiliki hunian rumah adalah fakta gejala yang ada, artinya selama hanya gejalanya yang diatasi maka ia akan kembali muncul di kemudian hari.  

Dan cara terbaik untuk mengatasinya tentu saja adalah dengan menyasar ke kondisi yang menjadi akarnya yaitu masih terlalu rendahnya pendapatan perkapita masyarakat Indonesia. Alih-alih menjadikan Tapera sebagai solusi, seharusnya pemerintah lebih fokus dan memprioritaskan langkah-langkah untuk meningkatkan pendapatan masyarakatnya yang akan menjadi solusi bukan hanya untuk permasalahan kepemilikan rumah namun juga permasalahan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun