5.Kelas spesifik berintegrasi, hanya berisikan siswa berkebutuhan khusus dan melaksanakan KBM serta menerima layanan bimbingan dari instruktur khusus di dalam kelas khusus pula pada sekolah umum. Namun pada aktivitas tertentu dapat belajar bersama siswa lain di kelas umum
6.Kelas full private, berisikan siswa berkebutuhan khusus yang melaksanakan KBM dan menerima layanan bimbingan dari guru pembimbing khusus di dalam kelas khusus yang ada pada sekolah umum.
Tentu saja penerapan pendidikan inklusi memiliki tantangan untuk penerapannya di sekolah. Seperti infrastruktur memiliki keterbatasan karena pendidikan inklusi harus dapat menyediakan fasilitas yang memenuhi semua kebutuhan anak berkebutuhan khusus, maka jelas diperlukan sarana dan prasarana yang memadai untuk pelaksanaannya.
Contohnya termasuk publikasi braille, alat bantu dengar untuk tunarungu, jalan kaki yang disesuaikan untuk anak muda penyandang disabilitas, dan program untuk pemanduan khusus. Minimnya layanan yang ditawarkan oleh sekolah untuk anak berkebutuhan khusus akan sangat dipengaruhi oleh terbatasnya sarana dan prasarana di sekolah inklusi. Masalah biaya adalah masalah utama dengan sarana dan prasarana yang tidak memadai.
Tantangan lain yang dihadapi yaitu kurangnya tenaga Guru Pembimbing Khusus (GPK), dan Kurang memadainya kompetensi guru regular dalam menghadapi ABK. Guru Pembimbing Khusus (GPK) adalah guru yang memiliki kompetensi sekurangkurangnya S-1 Pendidikan Luar Biasa dan atau kependidikan yang memiliki kompetensi ke PLB-an pendidikan Khusus kualifikasi pendidikan khusus sesuai dengan tuntutan profesi yang berfungsi sebagai pendukung guru reguler dalam memberikan pelayanan pendidikan khusus dan/atau intervensi kompensatoris, sesuai kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusif (Direktorat PPK LK Pendidikan Dasar, 2011).
Selain itu tantangan yang akan dihadapi ABK dalam menjalani pendidikan inklusi terkait strategi pengajaran guru dapat berupa:
1.Kurangnya komunikasi secara dua arah antara murid dan guru sehingga menciptakan kelas yang pasif, kurang asyik, bahkan jarang mencakup nilai keanekaragaman pada kegiatan belajar mengajar dikhawatirkan dapat membentuk karakter ABK yang sulit untuk bersosialisasi.
2.Metode pengajaran yang kurang bervariasi dan kurang memaksimalkan fasilitas dapat berpotensi membuat ABK stuck hanya pada kemampuan tertentu.
3.Kurangnya perhatian guru akan segala hambatan di lingkungan sekitar KBM dapat mengganggu konsentrasi ABK pada saat belajar.
Perjalanan menuju pendidikan inklusif masih panjang. Tantangan seperti kurangnya sumber daya, stigma sosial, dan kurangnya kesiapan guru masih menjadi kendala. Namun, dengan semangat gotong royong dan komitmen yang kuat, kita dapat mengatasi semua hambatan. Mari terus berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung bagi semua anak.
Sumber: