Manusia membutuhkan pendidikan dalam menjalani kehidupanya. Pendidikan akan mampu membuat manusia bertahan dan berkembang. Mendapatkan pendidikan merupakan hak bagi semua manusia tidak terkecuali untuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional yang didalamnya mengamanatkan tujuan dan fungsi pendidikan, termasuk system pendidikan untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Dari undang-undang ini maka hadir berbagai peraturan tentang pendidikan salah satunya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang mencakup delapan (8) standar.Â
Inti kebijakan ini adanya sistem pendidikan yang bersifat umum sebagai tolak ukur minimal kualitas layanan pendidikan. Implementasi dari kebijakan tersebut diharapakan setiap layanan pendidikan dapat mencapai ketuntasan minimal.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan karena adanya gangguan pada mental, emosi, kognitif, ataupun fisik yang memerlukan penanganan yang khusus dengan adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dimiliki oleh anak.
Menurut Depdiknas (2004:2), anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang secara signifikan mengalami kelainan atau penyimpangan (fisik,mental, intelektual, sosial, emosional ) dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan Pendidikan khusus.Â
Dengan demikian, meskipun seseorang anak mengalami kelainan atau penyimpangan tertentu tetapi kelainan atau penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga tidak perlu pelayanan Pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus(Deskriptif et al. 2012)
Lalu bagaimana penempatan anak berkebutuhan khusus pada sekolah inklusi itu? Menurut Vaughn, Bos & Schumn, dipetik oleh Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (2008: 6-10), penempatan ABK pada sekolah inklusi di Indonesia terbagi menjadi 6 (enam) pendekatan, yaitu :
1.Kelas umum - Full Inclusion, ABK dengan pelajar normal menjalani KBM dengan waktu dan model pembelajaran yang sama seperti sekolah umum
2.Kelas umum - Cluster, ABK dengan pelajar normal menjalani KBM di kelas umum dalam grup khusus
3.Kelas umum - Pull-out, ABK dengan pelajar normal menjalani KBM di kelas umum, dan pada saat-saat tertentu meninggalkan ruangan kelas untuk melakukan bimbingan bersama instruktur khusus
4.Kelas umum - Cluster & Pull-out, ABK dengan pelajar normal menjalani KBM di kelas umum dalam grup khusus, namun pada saat tertentu dialihkan menuju ruang sumber untuk belajar dan mendapat layanan bimbingan dari guru pembimbing khusus;
5.Kelas spesifik berintegrasi, hanya berisikan siswa berkebutuhan khusus dan melaksanakan KBM serta menerima layanan bimbingan dari instruktur khusus di dalam kelas khusus pula pada sekolah umum. Namun pada aktivitas tertentu dapat belajar bersama siswa lain di kelas umum
6.Kelas full private, berisikan siswa berkebutuhan khusus yang melaksanakan KBM dan menerima layanan bimbingan dari guru pembimbing khusus di dalam kelas khusus yang ada pada sekolah umum.
Tentu saja penerapan pendidikan inklusi memiliki tantangan untuk penerapannya di sekolah. Seperti infrastruktur memiliki keterbatasan karena pendidikan inklusi harus dapat menyediakan fasilitas yang memenuhi semua kebutuhan anak berkebutuhan khusus, maka jelas diperlukan sarana dan prasarana yang memadai untuk pelaksanaannya.
Contohnya termasuk publikasi braille, alat bantu dengar untuk tunarungu, jalan kaki yang disesuaikan untuk anak muda penyandang disabilitas, dan program untuk pemanduan khusus. Minimnya layanan yang ditawarkan oleh sekolah untuk anak berkebutuhan khusus akan sangat dipengaruhi oleh terbatasnya sarana dan prasarana di sekolah inklusi. Masalah biaya adalah masalah utama dengan sarana dan prasarana yang tidak memadai.
Tantangan lain yang dihadapi yaitu kurangnya tenaga Guru Pembimbing Khusus (GPK), dan Kurang memadainya kompetensi guru regular dalam menghadapi ABK. Guru Pembimbing Khusus (GPK) adalah guru yang memiliki kompetensi sekurangkurangnya S-1 Pendidikan Luar Biasa dan atau kependidikan yang memiliki kompetensi ke PLB-an pendidikan Khusus kualifikasi pendidikan khusus sesuai dengan tuntutan profesi yang berfungsi sebagai pendukung guru reguler dalam memberikan pelayanan pendidikan khusus dan/atau intervensi kompensatoris, sesuai kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah inklusif (Direktorat PPK LK Pendidikan Dasar, 2011).
Selain itu tantangan yang akan dihadapi ABK dalam menjalani pendidikan inklusi terkait strategi pengajaran guru dapat berupa:
1.Kurangnya komunikasi secara dua arah antara murid dan guru sehingga menciptakan kelas yang pasif, kurang asyik, bahkan jarang mencakup nilai keanekaragaman pada kegiatan belajar mengajar dikhawatirkan dapat membentuk karakter ABK yang sulit untuk bersosialisasi.
2.Metode pengajaran yang kurang bervariasi dan kurang memaksimalkan fasilitas dapat berpotensi membuat ABK stuck hanya pada kemampuan tertentu.
3.Kurangnya perhatian guru akan segala hambatan di lingkungan sekitar KBM dapat mengganggu konsentrasi ABK pada saat belajar.
Perjalanan menuju pendidikan inklusif masih panjang. Tantangan seperti kurangnya sumber daya, stigma sosial, dan kurangnya kesiapan guru masih menjadi kendala. Namun, dengan semangat gotong royong dan komitmen yang kuat, kita dapat mengatasi semua hambatan. Mari terus berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung bagi semua anak.
Sumber:
Agustin, Ina. "Permasalahan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi di sdn se kecamatan soko kabupaten tuban." ELSE (Elementary School Education Journal): Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Sekolah Dasar 3.2 (2019): 17-26.
Harefa, Destimawati, Sharlin Elviyana Harefa, and Emmi Silvia Herlina. "Tantangan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Pendidikan Inklusif di Semua Tingkatan Sekolah Dasar." Jurnal Pendidikan Sosial dan Humaniora 2.3 (2023).
Layyinah, Aisyah, et al. "Pengertian anak berkebutuhan khusus dan klasifikasi anak berkebutuhan khusus." Universitas Negeri Surabaya (2023).
Mukti, Husnul, Ida Bagus Putu Arnyana, and Nyoman Dantes. "Analisis Pendidikan Inklusif: Kendala dan Solusi dalam Implementasinya." Kaganga: Jurnal Pendidikan Sejarah dan Riset Sosial Humaniora 6.2 (2023): 761-777.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H