Setiap negara pasti punya sistem pemerintahannya masing masing seperti Singapura yang sistem pemerintahannya parlementer ataupun Amerika yang menganut sistem Demokrasi Liberal. Indonesia pun memiliki sistem pemerintahan yang dianutnya sendiri. Namun, sebelum itu Indonesia sudah beberapa kali mencoba sistem pemerintahan yang berbeda-beda seperti presidensial, parlementer semu, parlementer, hinga semenjak masa Orde Lama (1959-1966) Indonesia kembali menganut sistem presidesial sampai sekarang. Dalam sistem pemerintahan presidensial kedudukan presiden adalah sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.Â
Saat kita mendengar kata sistem pemerintahan Indonesia pasti dibenak kita yang muncul adalah Orde Baru atau masa pemerintahan Soeharto. Mengapa demikian, pada era itu terjadi kerusuhan yang besar dampak dari ketidakpuasan masyarakat pada era pemerintahan Soeharto. Hingga pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto resmi mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden. Salah satu aktivitas masyarakat yaitu Wiji Thukul pada masa itu menuangkan kekecewaannya terhadap era kepresidenan Soeharto dalam karya puisinya yang berjudul Peringatan.
Jika rakyat pergiÂ
ketika penguasa pidatoÂ
kita harus hati-hatiÂ
barangkali mereka putus asa
Dalam bait pertama puisinya, Wiji thukul merepresentasikan dirinya sebagai masyarakat yang harus berhati-hati karena pemerintah pada saat itu menggunakan lisannya untuk mendapat kepercayaan masayarakat. Pada baris selanjutnya pun dijelaskan kondisi masyarakat yang mulai tidak mempercayai pemerintah lagi.Â
Kalau rakyat bersembunyiÂ
Dan berbisik-bisikÂ
ketika membicarakan masalah sendiriÂ
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Di bait ini Wiji Thukul menjelaskan tentang masyarakat yang mulai berbisik-bisik tanda jika mereka sudah mulai tidak menyukai kinerja pemerintah dan tokoh Wiji Thukul ini memang sangat menentang pemerintahan Orde Baru.Â
Bila rakyat berani mengeluhÂ
Itu artinya sudah gawatÂ
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantahÂ
kebenaran pasti terancam
Dalam bait ketiga ini sang penyair mengatakan masyarakat berani mengeluh karena masyarakat sudah tidak mau lagi dikekang dengan aturan pemerintah yang otoriter. Otoriter dapat diartikan sebagai tindakan menurut kemauan sendiri yang selalu dipandang benar. Pemimpin otoriter memiliki kecenderungan keras kepala dan bersifat kaku hingga dapat memaksakan keinginan kepada khalayak. Dan dalam baris terakhir bait ketiga "kebenaran pasti terancam", Berisi kenyataan yang dialami masyarakat karena kebenaran benar-benar simpang siur dan terkesan ditutup-tutupi oleh pemerintah. Lalu di bait terakhir berisi klimaks yang mengandung banyak arti.Â
Apabila usul ditolak tanpa ditimbangÂ
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
maka hanya ada satu kata : lawan!Â
Bait keempat berisi keotoriteran pemerintah dimana ketika masyarakat mengaspirasikan suara mereka, yang langsung ditolak tanpa didengarkan terlebih dahulu dan suara suara masyarakat yang hendak berbicara kebenaran dibungkan pada masa itu tanpa alasan yang jelas.Â
Masyarakat dituduh menghasut masyarakat lain agar memberontak dan mengganggu keamanan negara padahal sebenarnya masyarakat hanya meminta hak dan keadilan. Masa orde Baru ini pers dibatasi sedemikian rupa agar tidak mengkritik kinerja pemerintah. Selain pers yang dibatasi, era soeharto ini bisa dibilang kejam karena banyak sekali pelanggaran Hak asasi manusia (HAM) yang terjadi kepada masyarakat.Â
Dengan segala kekejaman yang terjadi, tak ayal membuat para masyarakat gencar melakukan pendemoan dan kalimat terakhir baris puisi tersebut begitu mebekas "maka hanya ada satu kata : lawan!"
Puisi ini memiliki banyak makna yang tersirat yang disampaikan oleh Wiji Thukul. Dengan pemilihan kata yang tak ragu membuat puisi ini menjadi hidup walaupun sudah termakan waktu. Dan puisi ini adalah peringatan untuk Pemerintah, karena seharusnya ia mengayomi rakyat bukan hanya berfokus pada kehendak dan keegoisannya sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H