Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ulang Tahun Melodi

4 November 2023   03:07 Diperbarui: 4 November 2023   12:38 518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat masih hidup Melodi sangat menyukai bunga mawar itu. Sekuntum bunga mawar merah yang tumbuh di depan rumah itu dengan tekun Cah Ayu itu sirami tiap hari agar tidak pernah layu. Ia tak pernah sekalipun berangkat sekolah tanpa terlebih dahulu menciumi wangi bunga itu.

"Ini Mawar merahmu, Nak," bisik Painah Lirih. "Moga bisa nemenin dan jaga kamu, ya."

Painah kemudian membuka sebuah kantong kresek hitam yang berisi beraneka warna bunga-bunga. Kumpulan Bunga-bunga yang wangi baunya itu ia taburkan merata di atas kuburan Melodi.

"Bunga yang Ibumu taburkan tadi itu biar kamu makin sejuk dan wangi di situ," ucap Dableh sambil menerbitkan senyum.

Dableh tak mau kalah dengan Painah. Ia mengeluarkan sebuah pianika berwarna merah muda dari tasnya. "Maafkan Bapak ya, Nak." Bisik Dableh.

"Waktu kamu masih hidup, Bapak belum sempat ngasih pianika pink yang kamu idam-idamkan ini. Bapak tahu, sudah sejak lama kamu pengen jadi personil drumben. 

Niat Bapak sih mau ngasih pianika ini buat kejutan sebagai kado ulang tahunmu yang ke sepuluh. Ternyata Bapak sudah keduluan oleh Gusti Pengeran. Buru-buru sekali Dia ngambil kamu.

Bapak sebenarnya masih sedih. Tapi kalau sedih melulu nanti bisa-bisa pipi Bapak ditampar lagi sama Mamakmu. Jadi Bapak harus bahagia. Kamu juga harus bahagia di sana, ya! Hehe."

Seusai mengambil nafas dalam-dalam, Dableh segera memasang selang pianika itu di bibirnya yang kering dan pecah-pecah. Selang pun ia tiup  sembari telunjuknya menekan sebuah tuts. Nada "Do!!" melengking nyaring sekali hingga Painah reflek tutup kuping. 

"Main yang Bener, Botak!" Bentak Painah. Pentungan sapu lidi saktinya kembali mendarat di kepala Dableh.

"Ehe.. Maaf, Cekson dulu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun