“Matur suwun nggih, Nang. Muga awakmu, emakmu lan sak kabehane keluargamu diparingi waras lan sentosa ing alam dunya lan akherat”. Seperti itu kira-kira kalimat terakhir yang kudengar darinya mendoakan kebaikan untuk aku dan keluargaku. Sepatah kalimat itu kudengar begitu lembut, sangat manis, meskipun bibir dan mulutnya sudah kisut.
Akupun bertanya-tanya dalam hati. Keheranan, sama seperti Pak Yanto yang berteriak dengan emosi. Siapa geramgan yang tega membunuh wanita renta yang malang itu dengan cara keji. Bagaimana bisa ia tega menggorok leher wanita renta yang kesepian itu, lalu menceburkan mayatnya di sumur tua?
Wedhus, tenan!
Bersambung: Penunggu Sumur Tua (2)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H