Aku ingin Kuliah Apa Daya Aku dari Sekolah Berkualitas Rendah
Undian
Lulus SMA aku main undian. Jika menang, aku dapat hadiah untuk berkuliah. Sabda Pak Guru, Modal ikut main sangat mudah. Aku hanya perlu input nilai yang didapat selama di sekolah. Selanjutnya tinggal pasrah.
Alhamdulillah, nilaiku membahagiakan. Ada nilai sepuluh, banyak sembilan dan rata-rata delapan. Untuk modal ikut main undian nilaiku ini bagus sekali, bukan?
Terik Matahari menyengat ubun-ubun sementara biji-biji mataku masih tertegun.
Kutatap layar pengumuman namaku tidak kebagian. Mimpiku duduk di kursi idaman ternyata belum bisa jadi kenyataan.
Cicak-cicak yang sedari tadi mengawasiku tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.
Sadarlah, kau berasal dari sekolah berkualitas rendah. Bagi para pengundi, Nilai sepuluh yang kau dapat di sekolah hanya setara dengan nilai satu setengah. Keberuntunganmu belum cukup besar untuk menang undian, bodoh! Hahahah
Syukurlah. Sel darah putihku tangguh.
Dengan lahap ia melumat amarah dan kekecewaan sebelum meluas ke seluruh jalur peredaran darah. Hatiku tidak melepuh!
Pertempuran Bersama
Aku Ingin Kuliah, Apa Daya Otakku Lemah
Sepuluh menit sebelum pertempuran kudengar ratusan mulut komat-kamit membentuk suara tawon berdengung mantul-mantul ke segala penjuru gedung. Oh. Mulut-mulut bising itu sedang membaca mantra untuk menang.Â
Kuputar baling-baling di kepalaku, mendinginkan rasa pusing karena mulut bising para pesaing.Â
Aku harus tenang. Pasti aku yang menang!
Jarumjam makin tajam membangunkan kegelisahan yang sempat terdiam.Â
Otakku kewalahan menahan gempuran gerombolan kata dan angka yang membingungkan. Tanganku patah. Aku Lelah untuk lebih jauh menjelajah.
Baru aku sadar, aku hanya manusia lemah. Dalam pertempuran ini aku kalah.
Cicakcicak yang melihat kegagalanku kembali tertawa terbahak-bahak.
Sudahlah, akhiri saja impianmu untuk kuliah. Menyerah saja sana! Hahaha
Tidak! Sel darah putihku yang tangguh menolak untuk menyerah.
Dengan lahap ia melumat amarah dan kekecewaan sebelum meluas ke seluruh jalur peredaran darah. Hatiku tidak melepuh! Otakku belum rapuh!
Kemandirian
Aku ingin kuliah, Apa daya Uangku Tak Melimpah
Dalam pertempuran ini otakku sudah kuat. Kata dan angka yang menyerangku dapat aku tahan dan aku taklukkan. Aku menjelma seorang panglima yang mengibarkan bendera kemenangan.
Akhirnya aku menang!
Namun, biji-biji mataku terbelalak melihat barisan angka yang harus aku tebus untuk duduk di kursi idaman. Alamak!
Bapakku kuli bangunan, emakku kuli cucian. Mana sanggup bayar iuran sebesar barisan angka-angka itu? Uang dari mana? Ya Tuhan!
Cicakcicak kembali tertawa terbahak-bahak. Tawa mereka tambah meledak-ledak.
Sudah. sudah, tidak perlu kuliah. Ternak Lele saja! Lebih mudah dan lebih menguntungkan. Hahahah
Kali ini sel darah putihku sudah lelah menahan amarah dan rasa kecewa, tak bisa lagi terbendung untuk meluas deras di seluruh pembuluh darah. Hatiku mulai melepuh. Akupun menyerah tanpa arah.
Pantura, 30 Agustus 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H