Ketika saya berselancar di facebook, saya tertarik dengan foto seorang bocah yang sedang ngobrol dengan keset. Saya lihat si bocah serius sekali seolah sedang mendengarkan curhatan dari keset.
Lalu saya mencoba meniru apa yang dilakukan oleh bocah itu. Saya ambil keset pintu depan rumahku, ku tatap keset itu dan mulai bercerita pengalamanku terinjak-injak oleh orang.
Duhai, Keset! Saya rasa hidupku sama seperti nasibmu. Setiap hari kamu selalu diinjak-injak orang sampai bentuk tubuhmu terkoyak, penuh tanah, debu hingga tahi ayam. Begitu pula saya, ada saja manusia yang tega menginjak harga diri saya.
Mentang-mentang mereka adalah manusia kaya, manusia yang punya kuasa, manusia yang punya kecerdasan melebihi saya, manusia yang punya bakat serba bisa, seenaknya mereka menginjak saya yang miskin, tak punya daya, dan tak bisa apa-apa.
Perlakuan mereka terhadap saya membuat saya berada dalam kondisi yang rendah, serendah-rendahnya manusia. Bahkan sampai saya merasa bukan lagi manusia, melainkan keset, sama seperti kamu.Â
Rasanya saya hidup sebagai manusia yang tak berguna. Mereka menertawakan saya yang tak punya prestasi apa-apa, menghina saya, lalu menjauhi saya. Kata mereka, saya lebih pantas berada di bawah, tak cocok jika saya di atas sejajar dengan mereka.
Duhai, keset! Hati saya terluka dengan sikap mereka kepada saya. Luka ini terasa semakin hari semakin perih. Dan rasa perih itu kini mulai menjalar ke otak saya. Tubuhku jadi melemah. Kadang saya berpikir untuk mengakhiri hidup di dunia, dan menjalani hidup di akhirat saja. Saya lelah.
Hei, Anak muda! Tolong, Hentikan. Kamu salah memahami nasibku. Aku memang keset, yang diciptakan untuk diinjak-injak. Tetapi aku bahagia menjalani peran ini, kok. Kenapa? Karena aku menerima semua injakan itu dengan Welcome, dengan lapang dada. Hehe
Aku dan kamu jelas beda. Aku keset, kamu manusia. Ketika manusia menginjakku, aku malah merasa senang. Itu berarti fungsi keberadaanku sebagai selembar keset dimanfaatkan dengan baik.
Yah, meski injakan-injakan itu bikin tubuhku penuh kotoran, tetapi melihat kaki-kaki manusia jadi bersih, aku merasa bahagia. Bagiku, tak ada yang lebih indah selain melihat kaki-kaki manusia bersih olehku saat memasuki rumah.
Sikapku yang Welcome, menerima injakan-injakan ini mungkin bisa diterapkan dalam kehidupanmu sebagai manusia, Nak. Jika kamu menerima semua injakan, direndahkan, dihinakan itu dengan lapang dada, saya yakin hati, otak dan tubuhmu tidak akan terluka.