Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Membendung Upaya Dajjal dalam Penggeseran Makna "Pemersatu Bangsa"

4 Juni 2020   20:45 Diperbarui: 4 Juni 2020   22:34 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat saya masih duduk di kelas IX, Ibu Guru Cici pernah bilang, dalam bahasa Indonesia, ada enam jenis pergeseran makna pada suatu kata. 

Namun dari enam jenis itu, hanya dua jenis saja yang paling saya ingat sampai sekarang. Dulu, penjelasan Ibu Cici kira-kira begini:

"Peyorasi adalah pergeseran makna yang baru menyebabkan makna yang baru dirasakan lebih buruk jika dibandingkan dengan makna sebelumnya. Ameliorasi itu sebaliknya. Agar mudah, kamu ingat saja Mbah Peyot untuk Peyorasi dan Mbak Amel untuk Ameliorasi"

Bu Cici juga menjelaskan bahwa terjadinya peyorasi dan ameliorasi serta jenis pergeseran makna kata lainnya disebabkan karena berbagai macam faktor.

Seingat saya, faktor yang mempengaruhi pergeseran makna ini diantaranya adalah perbedaan penafsiran, perbedaan sosial dan budaya, dan perkembangan IPTEK.

Berkaitan dengan ini, saya tertarik untuk membahas frasa "Pemersatu Bangsa" yang saya amati sedang mengalami pergeseran makna dari yang semula terkesan baik, sekarang ini mulai  menjadi agak gimana gitu kesan ketika mendengar frasa ini.

Semasa masih duduk di bangku sekolah, yang terbersit dalam pikiran saya ketika mendengar atau membaca frasa Pemersatu bangsa pasti berpikiran kalau enggak Pancasila, ya Al Quran.

Semua guru PPKN saya dulu selalu bilang bahwa nilai Pancasila adalah dasar negara yang selama ini mampu memberikan kekuatan untuk mengumpulkan berbagai suku, ras, agama dan budaya di seluruh wilayah yang sangat luas ini menjadi satu kesatuan berbentuk Negara Indonesia.

Biasanya, Guru Agama dan Pak Ustadz melengkapi apa yang disampaikan guru PPKN dengan menjelasakan bahwa nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila itu sejalan dengan apanyang terkandung dalam Al Quran. 

Sebagai muslim, Al Quran adalah pedoman yang mempersatukan umat dalam menjalani kehidupan agar dapat meraih kedamaian. Sebagai warga negara, Pancasila digunakan sebagai pedoman untuk memperkuat rasa persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ya.. begitulah kesan positif yang muncul dalam pikiran saya ketika dulu mendengar frasa Pemersatu Bangsa.

Namun semenjak negara api menyerang, akses internet semakin murah dan mudah didapatkan, kesan tetntang makna frasa Pemersatu Bangsa dalam pikiran saya menjadi bercabang dua.

Manusia-manusia di dunia maya ramai membahas Pemersatu Bangsa dengan makna berbeda. Bukan Al Quran maupun pancasila, melainkan Pemersatu Bangsa  adalah hal-hal yang berkaitan dengan share link, yang panas, dan yang nganu-nganu.

Contoh saja minggu-minggu kemarin ramai manusia-manusia dunia maya yang membahas Ibu Ernie Judoyono, seorang Ibu yang dijuluki sebagai Pemersatu Bangsa.

Saya pikir Ibu Ernie dijuluki begitu karena ada Judoyono dalam namanya yang membuat saya berpikir beliau berasal dari klan Presiden ke-6 RI. 

Ternyata antara Judoyono dan Yudhoyono itu klan yang berbeda, jadi tak ada sama sekali hubungan keduanya. 

Kata teman saya, Ibu Ernie dijuluki sebagai Pemersatu Bangsa sebab di usia beliau yang menginjak kepala lima, Ibu Ernie bisa mempertahankan body goal yang semlohai aselole jos yang diidamkan oleh semua manusia.

Belum lagi, kemarin juga ramai pembahasan kembali twit lama dari mantan kontributor majalah nganu, Iman Brotoseno yang diangkat jadi dirut TVRI. Dalam twit itu, Pak Iman bilang cara mempemersatukan negeri adalah dengan nganu.

Gambar: @hilmi28 via Kumparan
Gambar: @hilmi28 via Kumparan
Paparan dari pembahasan manusia-manusia dunia maya yang setiap hari saya terima, secara perlahan mempengaruhi pikiran saya sehingga ketika mendengar frasa Pemersatu Bangsa,  tidak lagi langsung terbersit Al Quran dan Pancasila, tetapi kadang sekelebat video asusila mampir di pikiran saya.

Pergeseran makna Pemersatu Bangsa dari kesan positif menjadi terkesan negatif ini menurut hipotesis pikiran saya, adalah karena ulah dari Dajjal. 

Saya, anda, manusia dunia maya, Bu Ernie, dan Pak Iman hanyalah korban dari propaganda sosok mahluk penebar fitnah ini.

(Anda boleh tidak mempercayai hasil hipotesis ini, karena memang hanya cococklogi saja)

Dajjal yang terkenal ahli dalam membuyarkan pandangan manusia sehingga membuat bingung dalam memilih antara yang baik atau benar ini, saya pikir berperan penting dalam upaya menggeser makna frasa pemersatu bangsa.

Melalui propaganda yang diluncurkan secara terselubung, halus, masif dan terstruktur lewat pembahasan di dunia maya, Dajjal dengan lancar melemparkan muslihat bahwa hal yang berkaitan dengan nganu bisa mempersatukan bangsa.

Akibatnya, secara tidak disadari perlahan pikiran manusia mulai menerima makna Pemersatu bangsa adalah terkait dengan hal-hal nganu, sampai akhirnya di kemudian hari pikiran manusia benar-benar melupakan kesan pancasila atau al quran ketika mendengar frasa Pemersatu Bangsa.

Padahal jika dicermati,  beberapa kasus pelaku tindakan kriminal cabul hingga pembunuhan dilatarbelakang kaerna terinspirasi dari hal-hal nganu.  Jadi, hal-hal nganu, body semlohai aselole dan yang panas-panas, sebenarnya tidak pantas apabila diklaim sebagai pemersatu bangsa.

Dalam pidato di acara peringatan hari lahir Pancasila dengan Tema “Pancasila dalam Tindakan Melalui Gotong Royong Menuju Indonesia Maju”, kemarin, Presiden Jokowi sudah mewanti-wanti bahwa Pancasila adalah penggerak dan pemersatu Bangsa dalam menghadapi serta mengatasi  segala tantangan.

Pun sebagai umat beragama, kita sepatutnya menjadikan kitab suci sebagai pemersatu bangsa. Jadi sudah jelas, video nganu maupun body semlohai aselole jos bukanlah pemersatu bangsa.

Maka sebagai manusia dengan budaya luhur, kita berkewajiban untuk membendung propaganda Dajjal dalam upaya mempeyorasikan makna Frasa Pemersatu Bangsa itu.

Mari kita tangkis Propaganda Dajjal dengan membuang jauh-jauh pengertian makna video nganu dan mulai memurnikan pikiran kita dengan berusaha berpikir bahwa Pancasila dan Kitab suci agama adalah Pemersatu bangsa sebenarnya.

Dalam beraktifitas di dunia maya dan dunia nyata, ketika menemukan manusia yang terpengaruh Dajjal terkait Pemersatu bangsa adalah video nganu dan body semlohai aselole jos, tugas kita adalah meluruskan mereka.

Mulai sekarang, mari bersama menanamkan kesan dalam pikiran kita ketika mendengar Frasa Pemersatu Bangsa, yang langsung muncul adalah Pancasila dan Kitab Suci agama.

Sedangkan Video Nganu dan Body Semlohai Aseole Jos lebih cocok dimaknai ketika mendengar Frasa Pemersaru Bangsa.

Dengan langkah-langkah seperti itu, Upaya Dajjal dalam Propaganda menjelekkan kesan dari Frasa Pemersatu Bangsa bisa dicegah dan dikalahkan sehingga umat manusia memperoleh keselamatan dari Tuhan.

Sekian. Semoga setelah ini, tak ada lagi kesan jelek dari video nganu yang muncul dipikiran kita ketika mendengar Frasa "Pemersatu Bangsa".

Terimakasih.

Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun