Gambaran malam (pertama) setelah pemberlakuan isolasi wilayah, Kota Tegal terlihat lebih sepi, hening, dan gelap. Saya lebih suka memberikan suasana itu dengan istilah “syahdu”.
Ketika saya menyusuri wilayah Kota Tegal sekitar pukul 20.15 WIB, Lampu-lampu penerang jalan sudah mulai dimatikan sehingga gelap dan remang-remang menyelimuti Kota Tegal malam itu.
Alun-alun Kota Tegal, daerah sekitar stasiun Tegal, jalan-jalan raya, jalan-jalan kampung, terlihat gelap gulita sampai-sampai handphone murah buatan China berkamera hanya 5 megapiksel yang saya bawa sulit untuk menangkap cahaya di tempat-tempat tersebut. Jadilah jepretan saya hanya gelap-gelap hitam saja.
Tidak banyak kendaraan yang berlalu lalang di jalan. Hanya ada beberapa motor bebek dan matic warga sekitar terlihat lalu lalang. Mungkin mereka lapar dan sedang menuju ke penjual nasi goreng.
Mobil-mobil juga jarang terlihat, sehingga suasana malam itu yang tampak hening. Malam itu, Saya bisa mendengar hembusan angin pantura yang lembut menyapa daun-daun dan ranting pohon-pohon ketapang dan pohon pucuk merah di pinggir jalan.
Pada malam hari yang hening syahdu itu, masih ada beberapa pedagang makanan yang masih mencoba mengais rejeki. Namun tak banyak saya lihat pembeli yang menghampiri.
Saat saya sedang menjepret-jepret suasana malam itu dengan handphone butut, ada pedagang entah martabak atau gorengan, yang menghampiri dan ujug-ujug nyletuk ke saya “Sepi, Kaya Kota Mati, Um!”