Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menghilangkan Rasa Tabu Saat Membeli Kondom

29 Februari 2020   22:08 Diperbarui: 1 Maret 2020   12:31 1967
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi foto: via o.onionstatic.com

Mengapa Kondom (masih) Dianggap Tabu, Padahal Penting?

Kondom merupakan alat kontrasepsi yang paling populer di masyarakat. Kepopuleran kondom dapat kita buktikan sendiri, lho. 

Coba saja bertanya kepada salah satu anak muda zaman now di lingkunganmu, "Apakah kamu tahu Kondom, bagaimana cara memakainya, dan bisakah kamu sebutkan satu saja merk kondom?"

Ketika saya bertanya kepada seorang remaja (sudah 18 tahun), dia bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan tepat meskipun dengan gestur malu-malu.

Saya bersyukur remaja ini tahu tentang kondom. Pengetahuan remaja tentang kondom ini setidaknya dapat saya jadikan acuan bahwa pelajaran di sekolah sudah mengajarkan pendidikan seks dengan baik.

Saya yakin, guru di sekolah juga sudah mengajarkan kepada remaja ini tentang pentingnya kondom dan mengajarkan pada situasi bagaimana kondom perlu digunakan. 

Terima kasih, Guru! Terima kasih juga untuk para pengusaha kondom yang membuat iklan yang selalu menarik dengan caption-caption yang unik. Kondom juga bisa dengan mudah dibeli di minimarket, biasanya tertata rapi di rak depan meja kasir dengan warna kemasan yang cerah dan menggoda.

Tapi tetap saja, kepopuleran kondom dan kemudahan untuk mendapatkan "Si Karet Ajaib" ini belum bisa menghilangkan rasa tabu masyarakat Indonesia.

Ketika akan membeli Kondom, ada stigma yang kuat sehingga masyarakat ragu untuk membelinya. Takut dipandang jelek, takut dipandang tak bermoral dan takut-takut sejenisnya.

Saat saya membaca berita yang mengabarkan studi yang dilakukan oleh Reckitt Benckiser Indonesia di tahun 2019  di lima kota besar di Indonesia menemukan bahwa dari 500 remaja, sejumlah 33 persennya pernah melakukan hubungan seksual penetrasi.

Saya jadi teringat, masa kuliah dulu, saya pernah tinggal selama 4 semester di Indekos yang pemiliknya memberikan kebebasan penuh kepada para penghuninya. Karena itu, banyak rekan Indekos yang gemar membawa pasangannya ke dalam kamar (Saya tidak memaksa anda untuk percaya pengalaman ini).

Ngapain mereka membawa pasangan ke kamar? Sebagian kecil untuk mengerjakan tugas kuliah dan sebagian besar melakukan hubungan seksual. 

Ketika saya interogasi rekanku, penghuni kamar yang bersebelahan dengan kamarku, sebut saja Dalban. Dalban mengaku jarang sekali memakai kondom saat melakukan kegiatan seksual.

Selain karena "tidak nyaman", dia juga merasa malas karena malu dan takut jika dilihat orang lain saat membeli kondom di minimarket. Untuk membeli kondom, dia biasanya menunggu waktu dinihari yang sepi.

Kadang sifat manusia memang unik, seperti kehidupan penghuni di indekosku dulu: tidak malu melanggar norma asusila dan agama asal tidak ketahuan tetapi untuk membeli kondom saja masih memikirkan stigma dan tabu dilihat oleh orang-orang.

Namun yang perlu digaris bawahi adalah orang-orang seperti Dalban memiliki risiko yang besar untuk terjangkit penyakit menular seksual dari kebiasaannya melakukan seks bebas. Maka bagi orang-orang semacam itu saya kira mereka harus menghilangkan perasaan tabu saat membeli kondom.

Kondom bukan bukan hanya berfungsi sebagai alat kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan, tetapi juga tak kalah penting, kondom merupakan alat pelindung diri yang sudah terbukti ampuh mecegah penularan penyakit seksual, meskipun untuk pencegahan HIV/AIDS efektivitasnya hanya sekitar 80-90 persen. Tapi itu lebih baik daripada tidak memakai pelindung sama sekali, bukan?

Bagaimana Menghilangkan Rasa Tabu Saat Membeli Kondom?

Kalau kamu melihat dimana letak kondom di minimarket yang saya kunjungi ini, Katakan: Ya!
Kalau kamu melihat dimana letak kondom di minimarket yang saya kunjungi ini, Katakan: Ya!
Misal nih, saya anggap anda setuju bahwa studi dari Reckitt Benckiser Indonesia  di tahun 2019 itu memang akurat, dan pengalaman masa kuliahku itu benar. 

Berarti sesungguhnya seks bebas di kalangan pemuda kita itu memang banyak dong? Hanya saja masih diam-diam dan belum banyak orang umum yang menyadarinya, Bukan begitu? Kalau begitu mari saya ajak anda sadar sekarang juga. Hehe.

Saya khawatir, banyak pemuda lain lain yang memiliki situasi macam Dalban yang suka seks bebas di luar nikah itu. Mereka tidak mau pakai kondom, karena malu dan takut dilihat orang, dia masih merasa tabu jika membeli kondom. Padahal kondom di sini mudah sekali didapatkan, yang susah itu karena adanya rasa tabu!

Lalu bagaimana menghilangkan rasa tabu saat membeli kondom?

Pertama, untuk orang yang akan membeli kondom.

Tidak perlu merasa tabu, stigma, takut, malu, atau apapun perasaan diri yang membuatmu mengurungkan niatmu untuk membeli kondom. 

Kalau anda seorang yang sudah menikah, ngapain masih punya perasaan tabu saat membeli kondom, wong sudah legal kok. Kecuali membelinya untuk keperluan berhubungan seks dengan selingkuhan, anda sebaiknya ingat istri, kasihan dia. Hehe.

Jika anda pemuda bujang yang akan membeli kondom untuk berhubungan sama pacar, Ingat!  Anda berani melakukan seks di luar nikah itu sudah ketabuan yang luar biasa.

Jadi, Tak perlu merasa tabu, tak perlu takut atau malu. Bulatkan tekad lalu langsung saja ke kasir minimarket, bilang "Mbak, beli Kondom!" Bayar. Lalu pergi. Simpel, kan?

Kedua, untuk masyarakat yang melihat seseorang membeli Kondom.

Orang-orang kita dikenal sebagai orang yang ramah, saking ramahnya orang lainpun sering sekali berkomentar dan mengurusi kita hingga ke ranah pribadi. 

Istilah jawanya "Wong liya luwih ngerti jeroanku, padahal awakku dhewe wae ora ngerti jeroane dhewe". Kebiasaan mengurusi urusan orang lain inilah yang sebenarnya harus lebih dikurangi dan kita perlu lebih acuh.

Ketika menemui seseorang yang sedang membeli kondom, cobalah tak perlu untuk menatap dia dengan pandangan aneh, tidak perlu juga menyapa dengan bertanya "beli kondom buat apa/siapa itu mas?" tindakan-tindakan seperti itu dapat mengurungkan niatnya membeli kondom. 

Kalau dia akhirnya tidak membeli kondom dan tetap melakukan hubungan seks tanpa kondom, yang salah siapa?

Kalau kita sudah membaca tulisan ini dari awal, semestinya menyadari bahwa dia membeli kondom ya untuk melindung dirinya dan pasangan seksnya. Cobalah Bersikap Cuek, acuh.

Kecuali kalau anda memergoki anakmu yang masih bujang sedang membeli kondom, tampol saja dia! Hehe.

Penutup

Saya menyadari bahwasanya "rasa tabu" saat membeli kondom di satu sisi dapat menjadi kontrol sosial untuk mencegah seks bebas. Tetapi melihat dari besarnya angka seks bebas, kemudian saya pernah menjadi seorang yang menyaksikan sendiri realita bagaimana seks bebas di kalangan pemuda yang enggan membeli kondom karena tabu.

Saya pikir saya perlu menuliskan artikel ini untuk mencegah pemuda atau orang dewasa mengurungkan niatnya membeli kondom hanya karena merasa tabu dan stigma.  

Jangan ada kondom bocor di antara kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun