Diiringi hujan rintik-rintik kita coba kuliner yang beda, selain ayam betutu (saya makan ayam betutu terus-terusan sampai mabok) tapi paling suka ayam betutu di depan Danau Batur penjualnya orang Islam dan bumbunya terasa benar.
![dokpri](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/07/30/whatsapp-image-2019-07-30-at-10-22-07-2-5d3fb8c8097f36535d42d863.jpeg?t=o&v=555)
Menjelang sore, kita beli perbekalan makan untuk persiapan di bus dan kapal. Kira-kira kita naek bus itu siang sekitar jam 3, kapal berangkat jam 8 sore. Tapi lama banget ngetemnya booook! Akhirnya kita enggak menikmati view-nya karena keburu malem.
Tapi ya super banget tuh sopir karena jalur ke Gili Manuk itu jalannya kecil, banyak truk pinggirnya tebing. Aduh mak, banyak istigfar deh. Beberapa tempat juga amat terasa suara deburan ombak karena sebelahan sama pantai. Angin makin semriwing, badan dihempas kanan ke kiri bus pun makin penuh karena bus yang lewat sini terbilang jarang.
Di tengah jalan, bus merapat di pinggir pura dengan sigap sopir dan kernet turun meminta doa dari tokoh agama mereka alu diperciki air dan ditempelkan beras di dahinya. oalah gak hilang sifat relijius mereka untuk meminta selamat.
Iya, bahkan di mobilnya aja ada alat-alat sembahyang. Sebenernya bingung juga dia minta selamat tapi bawa mobilnya ugal-ugalan.
Dengan bawaan overload dan sudah setengah ngantuk, akhirnya kita sampai. Masih setengah sadar kita bingung mau kemana, akhirnya harus jalan sekitar 300 m untuk mencapai ke pelabuhan.
Sesampainya di pelabuhan Gili Manuk, tenryata kapal udah mau berangkat dong. Dengan tenaga tersisa kita gotong-gotong muatan kita lari-lari ngejar kapal yang lumayan murah harga tiketnya gak sampai 20 ribu dengan perjalanan sekitar kurang dari satu jam.
Di kapal langsung pules kecapeaan. Belum juga lama tidur, kapal sudah merapat di Ketapang. Yeeeey sampai. Waktu sudah menunjukan pukul 9 malam dan banyak bus lalu lalang ada yang ke Surabaya dan daerah Jawa Timur lainnya. Kita sudah memegang tiket kereta ke Malang besok subuh.
Ketapang
Ternyata banyak musafir yang tidur di masjid, dan kita pun memutuskan ikutan nimbrung tidur di masjid juga. Sebenarnya saya ga setuju kalau harus tidur di masjid karna saya amat butuh colokan karena semua barang elektronik saya mati. Ya, tak apalah mungkin beberapa teman sudah kehabisan ongkos jadi ini bentuk toleransinya kalau kalian gak mau bayarin hotel or motel. Tidur di masjid yang antah berantah adalah pengalaman pertama saya jadii lumayan deg-degan hingga sepanjang malam kita kekepin itu tas hahaha...