Aku bahagia dan sempat sadar dan aku hanya seonggok daging yang tak berguna untukmu.
Aku tau aku bukan serdadu perang yang kalah atau menang meninggalkan luka.
Aku hanya ingin menyembuhkan segala luka yang tak terlihat membuatku tak melakukan apa-apa.
Aku memang bodoh aku memang tak tau diri mendekati mu dengan keadaan terburuku bertentangan karena aku tau kamu tak suka sesuatu yang menipu.
Aku datang apa adanya kamu mencampakanku bagaikan debu tepung ikan laut perairan laut dalam, di lidah anjing bermata satu yang pincang dan korengan di temani lalat hijau yang berterbangan.
Kau bandingkan aku dengan ke hebatan ketampanan dan ke piawaian seorang lelaki kau anggap saudara, sahabat, temanmu, kekasihmu apapun itu.
Aku tak ingin melukaimu atau bahkan memyusahkanmu namun segala harap aku ingin sembuh dari lukaku, tak terasa luka ku semakin parah karena pengabaianmu akan diriku.
Hanya kepentingan mu,hannya ke egoisan mu yang liar rakus tak terkendali menyalahkan ku dengan keadaan ku terluka ini, kau memang pintar keilmuan dan pengalaman dalam mendeteksi penyakitku namun kamu tidak mau mengobati lukaku.
Aku orang miskin aku orang tak memiliki tujuan,tak memiliki cita-cita, bahkan aku tak tau aku kemana surga atau neraka aku tak peduli, selagi hallal aku makan dan haram aku tinggalkan.
Namun kamu pergi meninggalkanku dengan segala data dan informasi kejelekanku yang kurang bermutu,yang berdasar keilmuanmu mendeteksiku.
Kau katakan berulang ulang tentang iman dan iman namun kamu lupa nafsumu selalu dominan.
Aku kau dan dia sebuah segitiga kejelasan nyata, aku sering membahsnya padamu dan kau membahasnya padaku untuk ini itu dan demikian.
Kau dan aku sejak awal bertemu tak pernah menjadi kita meski pendapat kita sama kesukaan kita sama atau mungkin perasaankita sama.
Aku bodoh kau yang pintar, aku yang sakit kau yang sehat, aku yang sedih kau yang bahagia.
Aku menrangkak menjauh setiap aku datang kau memaki makiku dengan sebutan nama mantanmu.
Aku punya Tuhan, aku khawatir kau di marahi olehNya karena kau selalu memakiku.
Aku tak mau meski hanya mendekatimu hanya saja tubuhku memiliki saran agar aku datang kepadamu.Â
Setelah kejadian demi kejadian tubuhku mulai sadar kamu orang yang tepat untuk menjadi teman di masa depanku.
Sakitku bertambah hingga aku pergi dari rumah agar orang tuaku tak khawatir keadaanku.
Menikahi mu bukan tubuh serta karakter dominan dan tidak dominan atau materi tentang pola pikir bersudut dan tak bersudut namun jiwa dan segala sakit dan bahagia.
Aku menikmatinya hanya saja kamu belum tentu bisa menikmatinya bersamaku.
Kau tinggalkan aku, menyuruhku pergi karena ada luka luka yang belum terobati kelak ada orang yang akan menyembuhkanku, meski bukan kamu.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H