PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA KEPABEANAN ATAS IMPLIKASI PENYELUNDUPAN BARANG EKSPOR DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2006 TENTANG KEPABEANAN
Oleh Mustofa Abdul Salam dan Dr.Ira Alia Maerani, S.H.,M.H.
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan bahwa, "Indonesia adalah Negara Hukum". Dalam konsep Negara hukum, maka setiap yang berkaitan dengan proses-proses penyelenggaraan aspek kekuasaan pemerintah didasarkan kepada hukum, termasuk dalam proses penegakan hukum dalam perkara pidana di bidang kepabeanan khususnya bidang ekspor. Kegiatan ekspor menjadi faktor utama dalam pendapatan negara, tetapi hal itu menjadi permasalahan dikarenakan adanya kejahatan berupa penyelundupan. Maka pada penelitian ini penulis akan mengangkat beberapa permasalahan hukum, yaitu; pertama, Mengenai faktor-faktor adanya tindak pidana penyelundupan; kedua, Penegakan hukum terhadap tindak pidana penyelundupan dibidang ekspor. Tindak pidana penyelundupan di bidang hukum kepabeanan di pengaruhi oleh faktor-faktor yang saling mempunyai hubungan kausal. Faktor-faktor yang mendorong Tindak Pidana Penyelundupan adalah faktor regulasi; masyarakat; pengawasan dan penindakan. Dari semua faktor tersebut tentunya penelitian ini berhubungan dengan teori kriminologi dan efektivitas hukum. Penegakan Hukum dalam Tindak Pidana Penyelundupan di bidang ekspor secara regulasi diatur dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan Pasal 102A, didalamnya terdapat unsur-unsur yang dapat dikategorikan sebagai penyelundupan dibidang ekspor, tidak hanya itu Instansi Bea dan Cukai memiliki Kewenangan yang bersifat independen terhadap pengawasan dan penindakan dalam penegakan hukum di bidang pabean. Diantara Undang-Undang No.10 Tahun 1995 ataupun Undang-Undang No.17 Tahun 2006 di dalam kedua Undang-Undang tersebut berisi substansi-substansi dan Pasal-Pasal untuk memperkuat hukum pabean. Seperti kewenangan petugas Bea dan Cukai terkait penyidikan tertuang pada pasal Pasal 74 dan Pasal 112; pengawasan dan kewenangan penindakan juga terdapat pada Pasal 74 - Pasal 92 dan Pasal 64A - Pasal 90 Undang-Undang Kepabeanan. Semua peraturan tentang kepabeanan sejauh ini cukup untuk melakukan upaya penegakan hukum secara optimal.
Peningkatan ekspor produk Indonesia yang dapat mengoptimalkan sumber daya alam maupun industri kreatif sehingga dapat memproduksi barang jadi dan bernilai produk-produk andalan yang mampu bersaing dipasaran internasional.
Hukum pabean sebagaimana yang telah diuraikan dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2006 tentang Keupabeanan penjelasannya memiliki ciri yang tidak jauh sebagai bagian dari hukum fiskal. Orientasi pengaturan undang--undang kepabeanan, di samping mengatur norma--norma yang berkaitan dengan pemungutan bea masuk dan bea keluar juga mengatur norma--norma yang berkaitan dengan pengawasan lalu lintas barang yang di masukkan dan di keluarkan dari daerah pabean sehingga disamping mengatur hal--hal yang berkaitan dengan fiskal, sekaligus mengatur hal--hal di luar fiskal. Untuk kepentingan keterpaduan, dua orientasi tersebut di atur dalam sebuah sistem yang di sebut sistem hukum di bidang Kepabeanan. Eksistensi UU Kepabeanan, telah mengatur ketentuan tentang memasukkan barang kedalam daerah pabean termasuk sanksi pidana yang melekat atas perbuatan pidana kepabeanan, akan tetapi tidak dapat membuat surut para pelaku penyelundupan (memasukkan barang ke daerah pabean secara ilegal). Hal ini menimbulkan kerusakan sistem perekonomian negara yang sudah digagas dan di rancang sebaik mungkin. Jika dilihat dari perbuatan hukum, pelaku penyelundupan dapat melakukan berbagai macam penyelundupan dan modus operandinya dari penyelundupan yang dapat masuk dalam kategori gerugian materiil ataupun immaterial.
Tindak pidana kepabenan merupakan tindak pidana berupa pelanggaran terhadap aturan hukum di bidang kepabeanan. Salah satu bentuk tindak pidana kepabeanan yang paling terkenal adalah tindak pidana penyelundupan. Sumber hukum tindak pidana kepabeanan adalah dari pada Undang-Undang itu sendiri yaitu UU Kepabeanan. Tindak pidana penyelundupan terhadap barang ekspor juga merupakan masalah yang akan menjadi bahan pembicaraan yang menarik dikalangan para penegak hukum, oleh karena itu masalah ini menjadi salah satu sasaran pokok dalam pelaksanaan tugas para penegak hukum dan beberapa instansi terkait yang memiliki kewenangan dalam hal pengawasan dan juga penindakan atas pelaksanaan barang ekspor.
Fenomena kejahatan kepabeanan khususnya penyelundupan barang ekspor merupakan kejahatan yang harus ditanggulangi dengan serius, khususnya oleh instansi terkait yang dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui kantor-kantor wilayah maupun kantor-kantor pelayanannya yang tersebar di berbagai daerah di wilayah NKRI dengan membentuk bagian atau unit-unit khusus untuk menangani kasus kejahatan kepabeanan yang bertanggung jawab terhadap tugas-tugas penegakan hukum berkaitan tindak pidana kepabeanan.
Penegakan hukum pada prinsipnya harus dapat memberi manfaat atau berdaya guna (utility) bagi masyarakat, namun di samping itu masyarakat juga mengharapkan adanya penegakan hukum untuk mencapai suatu keadilan. Kendatipun demikian tidak dapat kita pungkiri, bahwa apa yang dianggap berguna (secara sosiologis) belum tentu adil, begitu juga sebaliknya apa yang dirasakan adil (secara filosofis), belum tentu berguna bagi masyarakat.
PPNS atau dikatakan penyidik pegawai negeri sipil dalam hal ini bea cukai, memiliki kewenangan dalam melakukan tindakan pengawasan, pemeriksaan dan juga penangkapan terhadap pelaku tindak pidana di bidang kepabeanan. Hal ini merupakan merupakan upaya dalam penegakan hukum, agar aturan hukum dapat berjalan secara optimal dengan tidak mengganggu aparat penegak hukum dalam menjalankan kewajibannya, berdasarkan Pasal 1 angka (5) PP No.43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Koordinasi Pengawasan dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk- bentuk Pengamanan Swakarsa.
Penegakan hukum adalah upaya aparat penegak hukum untuk menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada era modernisasi dan globalisasi saat ini dapat terlaksana, apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab. Sebagai suatu proses kegiatan yang meliputi berbagai pihak termasuk masyarakat dalam kerangka pencapaian tujuan, adalah keharusan untuk melihat penegakan hukum pidana sebagai sistem peradilan pidana. Penegakan hukum idealnya selaras berjalan baik terhadap penguakan kasus--kasus tindak pidana khususnya di bidang kepabeanan yang pada hakikatnya kasus--kasus di bidang kepabeanan menganggu stabilitas perekonomian negara, seperti penyelundupan, pemalsuan dokumen dan sebagainya. Kasus penyelundupan saat ini sudah masuk pada taraf yang memprihatinkan, karena terjadi untuk semua komoditas, mulai dari penyelundupan mobil, elektronik, kayu, hingga satwa liar. Penyelundupan dalam menjadi kasus yang cukup merugikan Negara. Sumber daya alam hayati tersebut merupakan salah satu modal dasar dan sekaligus sebagai faktor dominan yang perlu diperhatikan dalam pembangunan nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Tindak pidana penyelundupan barang ekspor ini tentu saja sangat merugikan pemerintah dari segi pendapatan negara maupun sangat meresahkan masyarakat dari segi stabilitas ekonomi pada saat sekarang. Mengingat tindak pidana penyelundupan tersebut adakalanya dapat diketahui oleh aparat, akan tetapi pelakunya tidak tertangkap, maka kenyataan ini juga semakin menggelisahkan masyarakat.
Perbuatan penyelundupan ini menimbulkan pengaruh yang sangat negatif terhadap beberapa segi dalam kelangsungan hidup bangsa dan negara, baik secara langsung yang mengakibatkan kerugian dalam penerimaan negara dari bea masuk serta pungutan-pungutan lain yang seharusnya diterima oleh pemerintah melalui Dirjen Bea dan Cukai, maupun kerugian yang tidak langsung yaitu mengakibatkan kemacetan atau hambatan produksi dalam negeri sehingga merugikan pihak pemerintah yang memproduksinya.
Penyelundupan yang pengertiannya disejajarkan dengan smuggling (penyelundupan) dalam The Lexicon Webster Dictionary, disebutkan sebagai "to import or export secretly and contrary to law, without payment of legally requied duties" (memasukkan atau mengeluarkan barang--barang dan uang secara rahasia bertentangan dengan hukum tanpa membayar bea yang diharuskan menurut peraturan).
Tindak pidana penyelundupan merupakan kejahatan yang masuk dalam kategori kriminologi, kriminologi sendiri pada fakultas hukum di pelajari di tingkat semester 6. Ilmu kriminologi tidak hanya berbicara tentang pengertian tapi berbicara juga tentang sebab musabab terjadinya tindakan kejahatan di lingkungan kita.
Faktor-faktor Yang Mendorong Terjadinya Tindak Pidana Penyelundupan
Peraturan/Regulation
Pemerintah pada saat ini telah berusaha menghilangkan birokrasi yang berbelit-belit
dalam pengurusan barang-barang impor dan ekspor, Di mana salah satu kebijaksanaan pemerintah tersebut ialah dengan dikeluarkannya Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi.
Masyarakat
Kenyataan diatas, di mana kebutuhan ekonomi serta mentalitas para pelaku menjadi
masalah utama dalam hukum pabean, karena para pelaku menginkan dalam segi ekonomi biaya produksi yang murah bahkan tidak mengeluarkan biaya produksi, selain itu juga paradigma regulasi yang sangat menyulitkan maka inilah yang membuat penyelundup nekat melakukan aksinya ketika niat dan kesempatan ada. Masyarakat seperti ini cenderung menyimpang dan berbuat kriminal, semua itu karena situasi sekitar yang mempengaruhi secara pesikis atau sosialis. Hal ini dapat di lihat berdasarkan teori kriminologi yaitu Differential Association pada intinya berbicara perilaku yang menyimpang yang didapatkan setelah proses belajar.
Pengawasan dan Penindakan
Pengawasan dan penindakan pabean adalah salah satu cara untuk mencegah dan
mendeteksi adanya pelanggaran. Pengawasan dan penindakan yang efektif memungkinkan Intansi Bea dan Cukai mengurangi terjadinya tingkat pelanggaran yang sering terjadi. Dari berbagai tipe pelanggaran sebagian besar adalah pengimporan atau pengeksporan di pelabuhan tempat pengawasan Bea dan Cukai
Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Kepabeanan Atas Kejahatan Penyelundupan Di Bidang Ekspor
Undang-undang Kepabeanan yang baru (UU No.17 Tahun 2006), terjadi fase perubahan norma pengertian penyelundupan. Jika dalam UU Pabean yang lama pengertian penyelundupan hanya jika sama sekali tidak memenuhi ketentuan, maka dalam UU baru diurai menjadi 13 norma yang dapat dikategorikan sebagai ekspor atau impor. Secara lengkap Pasal 102A UU Pabean mengatur mengenai sanksi pidana tehadap penyelundupan dibidang Ekspor, pasal tersebut pada Undang-undang kali ini memiliki kualifikasi khusus untuk ekpor. Secara lengkap Pasal 102A UUP mengatur mengenai sanksi pidana terhadap penyelundupan dibidang ekspor. Jika penulis analisa ada beberapa norma-norma pada Pasal 102A menetapkan tindakan yang dianggap sebagai penyelundupan atau yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penyelundupan jika memenuhi unsur-unsur berikut, yaitu :
Mengangkut barang ekspor yang tidak tercantum dalam manifest;
Memuat atau mengangkut barang ekspor dari dalam daerah pabean ke luar daerah pabean atau tempat lain tanpa izin kepala kantor pabean;
Dengan sengaja memberitahukan jenis atau jumlah barang ekspor dalam pemberitahuan pabean secara salah;
Mengangkut barang ekspor tanpa dilindungi dokumen yang sah.
Penegakan hukum di bidang pabean dalam hal pengawasan untuk pemenuhan kewajiban pabean seharusnya di laksanakan dengan baik seperti mendirikan pos pengawasan pabean agar mengurangi tingkat kejahatan seperti penyelundupan seperti apa yang tertuang dalam Pasal 5 ayat (3), dan selanjutnya terkait pengawasan dan penindakan Instansi Bea dan cukai memiliki kewenangan penuh setara dengan aparat kepolisian, serta memiliki kewenangan kerja sama dengan aparat penegak hukum lainnya. Selain itu, pengawasan dan penindakan di atur juga dalam Pasal 64A Pasal 90 UU Kepabeanan. (UU No. 17 Tahun 2006). Instansi Bea dan Cukai memiliki kewenangan dalam melakukan segala tindakan ,
jika diperlukan seperti penyidikan, pengawasan dan juga penindakan. Dalam hal penyidikan, yang menjadi penyidik biasanya dalah polisi, tetapi berbeda dengan Instansi Bea dan Cukai yang memiliki kewengan sendiri dalam hal tersebut, biasanya disebut dengan PPNS (penyidik pegawai negeri sipil). Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang misalnya Pejabat Bea dan Cukai, Pejabat Imigrasi dan Pejabat Kehutanan, yang melakukan tugas Penyidikan sesuai dengan wewenang khusus yang diberikan oleh Undang-Undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 74 dan Pasal 112 Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (sebelum dirubah).
Penegakan hukum dibidang kepabeanan merupakan hal yang paling utama yang harus dilakukan instansi Bea dan Cukai, karena instansi tersebut merupakan sistem yang tidak lepas terhadap perkembangan dan pembangunan nasional dalam hal ini tentang keuangan negara. Tidak hanya itu tugas dari pada instansi Direktorat Jendral Bea dan Cukai adalah mengamankan wilayah teritorial negara yang berada dalam kawasan ZEE dari ancaman luar negeri dan ini berlaku di segala bidang, yaitu ideology, ekonomi, social, budaya dan bidang- bidang lainnya, serta yang paling penting yang sudah penulis kemukakan ialah mengamankan keungan negara. Maka pengawasan dan penindakan di bidang cukai pun harus baik dan terintegritas karena hal ini berhubungan erat dalam penegakan hukum dibidang kepabenanan yang sangat penting demi terselenggaranya visi negara dalam peningkatan di bidang ekonomi.
Melihat dari kedua contoh kasus yang telah penulis uraikan terhadap penyelundupan ekspor, pada kasus tersebut sayangnya jaksa tidak menemukan kerugian terhadap negara, karena barang yang di selundupkankan adalah kayu gelondongan, yang mana kayu tersebut memang dilarang untuk di ekspor dan tidak bisa ditaksir dari harganya karena kayu tersebut merupakan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia yang tidak bisa dihitung harganya.
Memperhatikan Pasal-Pasal yang ada dalam peraturan Perundang-ndangan Kepabeanan, paraturan yang baru ataupun peraturan lama telah tersedia di dalamnya tentang pelaksanaanya mengenai penegakan hukum pabean. Mengenai kewenangan Instansi Kepabeanan tertuang pada Pasal 74--Pasal 92 Undang-Undang No.10 Tahun 1995, sedangkan jika penulis perhatikan pada Undang-Undang baru segala tindakan preventif ataupun represif dalam penegakan hukum pabean tertuang pada Pasal 64A--Pasal 90 Undang-Undang No.17 Tahun 2006. Dan di atur pula mengenai ketentuan pidana yang ada dalam Pasal 102--Pasal 109 baik dalam Peraturan lama ataupun peraturan yang baru, di antara Pasal tersebut disisipkan Pasal tambahan.
Segala cara telah dilakukan pemerintah dalam upaya untuk memperkecil angka penyelundupan di bidang pabean baik itu ekspor atupun impor, karena hal tersebut berkaitan dengan sistem hukum di Indonesia yang pada hakikatnya memberikan kepastian hukum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H