Mohon tunggu...
Mustika Anggraini
Mustika Anggraini Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menjadi manusia berguna bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tafsir Kontemporer Mengenai Hukum Potong Tangan: Batasan dan Implementasi Modern

1 Juni 2024   15:18 Diperbarui: 1 Juni 2024   15:30 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hukum potong tangan bagi pencuri dalam Islam merupakan salah satu bentuk hukuman hudud yang bertujuan untuk menegakkan keadilan dan menjaga keamanan masyarakat. Ayat yang menjadi dasar hukum ini terdapat dalam Surah Al-Maidah (5:38). Namun, seiring perkembangan zaman, tafsir kontemporer mencoba memahami dan mengkontekstualisasikan hukuman ini dalam kerangka nilai-nilai modern, termasuk aspek kemanusiaan dan teknologi medis.

Adapun bunyi dari surah Al-Maidah (5:38) sebagai berikut:

وَا لسَّا رِقُ وَا لسَّا رِقَةُ فَا قْطَعُوْۤا اَيْدِيَهُمَا جَزَآءً بِۢمَا كَسَبَا نَـكَا لًا مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَا للّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

Artinya: "Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan mereka sebagai balasan atas apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

Ayat ini secara jelas memberikan perintah untuk potong tangan bagi pelaku pencurian, namun tidak merinci bagian tangan mana yang harus dipotong atau bagaimana proses tersebut dilakukan. Para ulama kontemporer menekankan bahwa tujuan utama dari hukuman hudud, termasuk potong tangan, adalah untuk menjaga keamanan dan keadilan dalam masyarakat serta memberikan efek jera. Oleh karena itu, interpretasi modern berusaha memahami esensi dari keadilan ini dan mencari cara penerapan yang lebih manusiawi.

Mayoritas ulama klasik dan kontemporer sepakat bahwa potong tangan dilakukan pada pergelangan tangan. Pendapat ini didasarkan pada hadits dan praktik pada masa Nabi Muhammad SAW. Namun, dalam tafsir kontemporer, ada juga pembahasan mengenai alternatif hukuman yang lebih sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan perkembangan teknologi medis.

Hukuman potong tangan tidak diterapkan sembarangan. Ada syarat-syarat ketat yang harus dipenuhi, seperti nilai barang yang dicuri harus mencapai nisab tertentu, barang tersebut harus dalam keadaan terjaga, dan pencurian harus terbukti dengan jelas tanpa adanya keraguan.

Fazlur Rahman, seorang pemikir Islam kontemporer yang terkenal dengan pendekatan "Double Movement" atau gerakan ganda, menawarkan cara pandang yang lebih dinamis dan kontekstual dalam menafsirkan hukum potong tangan. Fazlur Rahman menganjurkan pendekatan dua tahap dalam memahami dan menerapkan hukum Islam. 

Tahap pertama adalah memahami konteks historis dan sosial saat wahyu diturunkan. Tahap kedua adalah menafsirkan prinsip-prinsip yang terkandung dalam wahyu tersebut untuk diterapkan dalam konteks modern. Dalam kasus hukum potong tangan, ini berarti memahami bahwa hukum tersebut bertujuan untuk menegakkan keadilan dan memberikan efek jera dalam konteks masyarakat Arab pada masa itu.

Rahman berpendapat bahwa esensi dari hukuman potong tangan adalah menegakkan keadilan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat. Namun, cara penerapan hukuman ini harus disesuaikan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan perkembangan sosial serta hukum modern. Rahman mendorong umat Islam untuk menggali makna substantif dari ajaran-ajaran Al-Quran dan menerapkannya dengan mempertimbangkan perubahan zaman dan konteks sosial yang berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun