Mohon tunggu...
Mustika TriAriani
Mustika TriAriani Mohon Tunggu... Guru - guru/ Smansawira

suka menikmati suasana alam

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Penerapan Budaya Positif di Sekolah

26 Agustus 2022   17:55 Diperbarui: 26 Agustus 2022   18:04 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pentingnya Penerapan Budaya Positif disekolah

Penerapan budaya positif disekolah haruslah dilakukan, hal ini berkaitan dengan terwujudnya murid yang berkarakter baik sehingga akan terwujud pelajar profil Pancasila disetiap sekolah di Indonesia.

Budaya baik merupakan kebutuhan dari setiap individu disebuah lingkungan. Hal ini berkaitan dengan tindakan mereka dalam mencapai sebuah tujuan. Yang mana setiap individu akan melakukan usaha yang terbaik untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan atau mereka butuhkan. 

Lima kebutuhan dasar manusia yang meliputi kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power) haruslah bisa tercukupi sehingga akan menciptakan sebuah budaya baik/ positif di semua lini termasuk juga disekolah bahkan dilingkungan masyarakat. 

Seorang murid yang tidak tercukupi salah satu kebutuhan dasarnya akan mengakibatkan murid tersebut cenderung membuat ulah. Hal ini dilakukannya sebagai sebuah pelampiasan karena adanya satu kebutuhan dasarnya yang tidak terpenuhi. 

Oleh karena itu, kita sebagai seorang pendidik haruslah memberikan "tuntunan" bagi murid-murid seperti itu, hal ini sesuai dengan filosofi Ki Hajar Dewantara bahwa Pendidikan harus bisa memberikan tuntunan kepada muridnya dengan memperhatikan kodrat alam dan zamannya sehingga murid tersebut bisa menjadi individu yang berilmu dan juga berbudi pekerti yang baik.

Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa Pendidikan hanya suatu " tuntunan" didalam hidup tumbuhnya anak-anak kita. Dari pernyataan tersebut, tugas kita sebagai pendidik haruslah mampu menuntun setiap murid sesuai dengan kodratnya sehingga mereka mampu memperbaiki lakunya ( bukan dasarnya). 

Pendidik diibaratkan sebagai seorang petani yang harus mampu merawat setiap tanamannya dengan penuh kasih sayang, memberikan banyak perlakuan positif ( memupuk, merawat dan menyiram) sehingga tanaman tersebut dapat tumbuh, berkembang dengan baik, pada akhirnya akan menjadi tanaman yang unggul. 

Demikian juga Ketika kita sebagai pendidik, kita harus menempatkan murid sesuai dengan kodratnya; mampu menuntun mereka sesuai dengan bakat dan minat yang ada dalam diri mereka;  serta mampu menumbuhkan budaya baik yang mereka miliki maka pada akhirnya akan terwujud murid yang berkarakter baik serta memiliki budaya dan kedisiplinan positif.

Budaya baik harus ditumbuhkan dalam sekolah dengan menerapkan disiplin positif yang berpusat pada murid yang dikembangkan oleh Diane Gossen dengan pendekatan Restritusi yang disebut dengan 5 posisi kontrol, meliputi penghukum, pembuat rasa bersalah, pemantau dan manajer. 

Dari kelima posisi tersebut, yang sebaiknya dilakukan oleh pendidik ada di dalam posisi manajer. Hal ini dikarenakan dalam posisi tersebut pendidik memberikan kesempatan kepada murid untuk mempertanggung jawabkan perilakunya; memberikan kesempatan untuk menemukan solusi atas permasalahnnya sendiri.

Diposisi manajer pendidik mewujudkan manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab serta adanya kesempatan murid untuk melakukan analisis kebutuhan dirinya maupun kebutuhan orang lain yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan yang positif, nyaman dan aman. 

Dengan adanya lingkungan yang seperti itu maka akan muncul generasi-generasi yang berbudi pekerti sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara.

Sekolah yang menerapkan budaya positif harus mampu menerapkan restitusi disekolahnya. Restistusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka sehingga murid bisa Kembali pada kelompok mereka dengan karakter yang lebih baik. 

Sehingga diharapkan dengan adanya restitusi, murid mampu menyadari kesalahan apa yang telah dilakukannya kemudian memperbaikinya. 

Apabila hal ini terjadi, maka budaya positif akan selalu ada dilingkungan sekolah yang pada akhirnya murid merasa aman dan nyaman dalam proses kegiatan belajarnya. 

Diana Gossen dalam bukunya Restitusion; Restructuring School Discipline (2001) telah merancang sebuah tahapan untuk memudahkan guru dan orang tua dalam melakukan proses untuk menyiapkan anaknya melakukan restitusi, Bernama segitiga restitusi.  

Segitiga restitusi memiliki tiga tahapan yaitu menstabilkan identitas, validasi tindakan dan menanyakan keyakinan. Menstabilkan identitas merupakan Langkah dasar yang bertujuan mengubah identitas anak dari orang yang gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. 

Dalam Langkah validasi Tindakan yang salah bertujuan untuk mengetahui kebutuhan dasar apa sajakah yang belum terpenuhi oleh murid sehingga mereka melakukan sebuah pelanggaran. 

Kemudian pada Langkah ketiga yaitu menanyakan keyakinan, seorang guru harus bisa menggali apa yang menjadi keinginan anak dengan menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas atau keluarga.

Sebagai seorang pendidik saya merasa senang bisa mempelajari filosofi Ki Hajar Dewantara sehingga bisa memotivasi saya dalam menentukan visi yang ada dalam diri saya untuk mewujudkan murid yang berbudi pekerti dengan menerapkan Pengajaran yang berpusat pada siswa dan dengan memperhatikan kodrat alam dan kodrat zaman yang dimilikinya. 

Budaya positif menurut saya harus diterapkan dalam dunia Pendidikan dengan melakukan pendekatan restitusi sehingga murid tidak merasa tertekan dan terhakimi. Kita sebagai pendidik harus mampu menerapkan diri kita sebagai posisi kontrol teman bahkan yang paling utama sebagai posisi kontrol manajer. 

Dengan kedua posisi kontrol tersebut, kita bisa melakukan pendekatan kepada anak untuk merubah sikap mereka menuju sebuah sikap yang disiplin dan berbudaya.

Penerapan setigita restisuti yang saya lakukan, sungguh sangat luar biasa. Dengan adanya penerapan segitiga restitusi tersebut, saya merasa bahwa murid yang mengalami masalah menjadi sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu salah dan merugikan orang lain sehingga mereka berkeinginan untuk merubah sikap bahkan berjanji untuk tidak mengulangi perbuatannya Kembali karena mereka menganggap bahwa perbuatan tersebut tidak mencerminkan budaya positif disekolah bahkan melanggar keyakinan sekolah yang sudah disepakati oleh warga sekolah.  

Dengan adanya perubahan yang lebih baik tersebut, saya ingin selalu menerapkan Langkah-langkah segitiga restritusi dalam instansi sekolah saya dan mengajak teman-teman saya untuk melakukannya juga. pada akhirnya , saya berharap budaya positif dan didiplin positif akan ada dalam setiap sekolah-sekolah di Indonesia sehingga perwujudan pelajar profil Pancasila akan menjadi nyata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun