Di sebuah desa kecil yang terletak di pesisir utara kota, hidup seorang nelayan bernama Pak Madong. Setiap sore hari, dia pergi ke laut dengan perahu kecilnya, berharap bagan tua yang dikelolanya dapat menghasilkan ikan yang cukup untuk menghidupi keluarganya. Namun, tahun ini, hasil tangkapannya semakin menurun. Laut yang dulu penuh dengan ikan kini terasa kosong, dan ikan yang berhasil ditangkap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan hasil tangkapannya hanya cukup dijual untuk mengganti biaya solar, yang biasa digunakan sebagai bahan bakar perahu dan genset.
Istrinya, Bu Hasnah, seorang ibu yang penuh kasih, berusaha keras untuk menyiapkan makanan untuk anak-anak mereka yang berusia satu dan empat tahun. Meskipun mereka hanya bisa makan ikan atau nasi dengan sedikit sayur, Bu Siti selalu berusaha menyajikan yang terbaik yang bisa dia masak. Tetapi, dia tahu, asupan gizi yang mereka terima tidaklah cukup. Anak-anak mereka semakin terlihat lemah, dan dia merasa khawatir.
"Saya merasa anak-anak semakin kurus, Madong," kata Bu Hasnah, suara cemasnya terdengar jelas. "Apakah mereka cukup makan, ya? Apakah mereka akan tumbuh dengan baik?"
Pak Madong hanya bisa menghela napas. Dia merasa tertekan, tetapi dia tak bisa berbuat banyak. Laut, yang menjadi sumber kehidupan mereka, semakin tak bersahabat.
Namun, suatu pagi, di tengah ketegangan itu, datang seorang pendamping desa bersama Kepala Desa setelah menerima laporan dari bidan desa mengenai hasil ukur berat dan tinggi badan anak Pak Madong, yang berada di antara garis kuning dan merah. Mereka membawa harapan baru. Pendamping desa itu, seorang pria muda bernama Alan, dengan ramah mengajak Pak Madong dan Bu Hasnah untuk duduk bersama.
"Kami dari pemerintah desa ingin menawarkan bantuan, Pak Madong, Bu Hasnah," kata Alan. "Kami punya dana desa yang bisa digunakan untuk membantu keluarga seperti kalian agar bisa mendapatkan pangan yang lebih bergizi."
Pak Madong dan Bu Hasnah saling memandang. Mereka tidak langsung percaya. "Bantuan seperti apa?" tanya Pak Madong, suaranya penuh keraguan.
Kepala Desa, Pak Jali, menjelaskan dengan sabar. "Kami akan memberikan akses ke program bantuan pangan bergizi seperti pemberian makan tambahan (PMT) pemulihan, telur serta susu, dan pelatihan untuk keluarga-keluarga di desa ini. Kami juga akan bekerja sama dengan petugas kesehatan untuk memantau perkembangan anak-anak kalian melalui Posyandu."
"Selain itu, Pemerintah Desa juga sedang mengerjakan kegiatan ketahanan pangan sesuai amanat Menteri Desa, ternak ayam petelur yang dikelola oleh BUM Desa membuahkan hasil yang cukup baik sehingga hasil telurnya nanti dapat menjadi salah satu menu PMT agar anak-anak tida bosan memakan ikan setiap harinya," tutur Alan meyakinkan.
Mendengar penjelasan itu, Bu Hasnah mulai merasa ada sedikit harapan. "Jadi, kami bisa memberi makan anak-anak kami lebih baik?" tanyanya, hampir tak percaya.
"Ya, Bu Hasnah," jawab Alan. "Kami akan membantu kalian mendapatkan makanan bergizi yang diperlukan. Selain itu, kami juga akan memberikan pelatihan kepada ibu-ibu di desa tentang cara memasak dengan bahan yang ada agar lebih bergizi."
Pak Madong, yang awalnya pesimis, akhirnya mengangguk. "Kami akan berusaha, Pak. Kami tidak ingin anak-anak kami tumbuh dalam kekurangan."
Minggu-minggu berikutnya, program bantuan mulai diterapkan. Bu Siti mengikuti pelatihan memasak yang diadakan oleh pemerintah desa bekerjasama dengan dinas Kesehatan, puksesmas dan bidan desa. Meskipun bahan-bahan yang mereka gunakan terbatas, ia belajar cara mengolah sayuran dan ikan dengan lebih bergizi. Sementara itu, Pak Madong mendapat informasi tentang bagaimana menangkap ikan yang lebih berkelanjutan dan tidak merusak laut.
Meski perubahannya tidak datang secara instan, mereka mulai merasakan manfaatnya. Anak-anak mereka terlihat lebih ceria, dan kesehatan mereka mulai membaik. Makanan yang mereka konsumsi kini lebih bervariasi, dengan tambahan sayuran dan lauk yang lebih bergizi. Bu Hasnah merasa lebih tenang, dan Pak Madong merasa lebih optimis tentang masa depan mereka.
Pada suatu pagi, ketika mereka sedang duduk bersama di teras rumah setelah makan pagi, Bu Hasnah berkata dengan senyum kecil, "Kita masih harus berjuang, Madong, tapi setidaknya kita punya harapan. Kita tidak lagi merasa sendirian."
Pak Madong menggenggam tangan istrinya dan menatap laut yang tenang. "Ya, harapan itu sudah cukup untuk membuat kita bertahan."
Pak Madong, meskipun masih berjuang di laut untuk mencari nafkah, merasa sedikit lega. Bantuan dari Pemerintah Desa itu membawa angin segar dalam kehidupannya yang keras. Setiap kali ia pulang dengan membawa ikan hasil tangkapannya, ia melihat kedua anaknya yang lebih aktif dan ceria. Itu sudah cukup bagi keluarga Pak Madong untuk merasa bersyukur. Bantuan dari dana desa, meski tak dapat menyelesaikan semua masalah, memberikan secercah harapan dan perubahan dalam hidup keluarga mereka.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI