Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Emas intannya terkenang
Â
Hutan, gunung, sawah, lautan
Simpanan kekayaan
Kini ibu sedang lara
Merintih dan berdoa.
Penggalan bait lagu berjudul "Ibu Pertiwi" ciptaan Ismail Marzuki di atas barangkali menjadi pengingat bagi kita bahwa kekayaan alam Indonesia yang tersebar di sejumlah wilayah Desa memiliki potensi yang berbeda-beda bahkan sejak masa pra sejarah, dimana berbagai suku bangsa di kepulauan Nusantara sudah menghormati roh alam dan kekuatan bumi, mereka mengibaratkannya sebagai ibu yang memberikan sumber kehidupan.
Kesedihan ibu pertiwi yang nampak pada linangan air matanya akan terus tercucur manakala kekayaan seperti hutan, gunung, sawah dan lautan belum dikelola dengan baik oleh Desa.
Dana Desa (droping APBN) hadir menjadi pengobat lara, memberikan angin kehidupan kepada segenap suku bangsa yang lahir dan menua di Desa, bahkan seeorang Rocky Gerung saja pada Peringatan Hari Desa berpendapat "Republik itu dimulai dari Desa, Kepala Desa itu lebih penting dari Kepala Negara."
Entahlah, apakah Rocky Gerung sedang ngibul atau tidak? ilmuwan filsafat terkadang memang susah ditebak.
Kalau bicara tentang desa, aku teringat kenangan saat duduk di bangku kuliah, belajar teori sosiologi tentang konsep kelompok sosial (social group) yang menurut pandangan Ferdinand Tonnies terbagi menjadi 2 (dua), yaitu gemeinschaft dan gesellschaft.
Gemeinschaft adalah bentuk masyarakat yang didasarkan pada hubungan sosial yang erat, kebersamaan, dan nilai-nilai yang bersifat tradisional. Hubungan dalam gemeinschaft bersifat pribadi, emosional, dan didasarkan pada ikatan kekeluargaan, agama, atau komunitas kecil. Sedangkan gesellschaf mengacu pada bentuk masyarakat yang didasarkan pada hubungan sosial yang lebih individualistik, rasional, dan seringkali didasarkan pada kepentingan pribadi dan tujuan ekonomi. Hubungan dalam gesellschaft bersifat impersonal dan didasarkan pada perjanjian dan kepentingan bersama.
Kehidupan di Desa seringkali dikelompokkan pada konsep gemeinschaft karena masyarakat di pedesaan memiliki hubungan sosial yang erat (homogen) dan kebersamaan yang kuat dalam menyelesaikan setiap persoalan. Sebaliknya, konsep gesellschaf lebih cenderung terjadi pada masyarakat perkotaan yang kehidupannya sangat individualistik (heterogen).
Konsep gemeinschaft inilah menjadi modal sosial (social capital) bagi kehidupan masyarakat di Berangas, sebuah desa yang menyandang status mandiri berdasarkan hasil pendataan melalui Indeks Desa Membangun (IDM) dan terpilih untuk ditetapkan sebagai "Desa Anti Maladministrasi" oleh Ombudsman Republik Indonesia pada tahun 2023.
Capaian prestasi dengan status mandiri yang melekat pada Desa Berangas mendorong pemerintah Desa dan masyarakat agar dapat lebih optimal dalam mengelola dan memanfaatkan Dana Desa guna melaksanakan program pembangunan dan peberdayaan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan bersama.
Terbukti pada tahun 2024, torehan keberhasilan Dana Desa mulai diperlihatkan oleh Desa Berangas melalui beberapa kegiatan seperti penyertaan modal desa yang diberikan kepada Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Jaya Bersama Berangas, meskipun pencairan Dana Desa Tahap I Tahun 2024 agak terlambat karena kendala administrasi yang berbelit-belit dari pemerintah supradesa. Namun pada bulan Juli tahun 2024, BUM Desa Jaya Bersama Berangas memulai usahanya yang bergerak dibidang perdagangan jual-beli tandan buah segar berupa kelapa sawit dengan skema membeli kelapa sawit dari kebun petani sawit dan menjual kelapa sawit kepada PT.Minamas.
Dari sisi laporan keuangan, BUM Desa Jaya Bersama Berangas merupakan satu-satunya BUM Desa di kabupaten Kotabaru yang telah menerapkan standar akuntansi double entry sesuai dengan Keputusan Menteri Desa, PDTT Nomor 136 tahun 2022 tentang Laporan Penyusunan Laporan Keuangan Badan Usaha Milik Desa. Bahkan laporan keuangan akhir tahunnya, BUM Desa Jaya Bersama Berangas tercatat telah berkontribusi terhadap pendapatan asli desa dan mampu memberikan bantuan sosial kepada masyarakat miskin di Desa dari hasil pengelolaan BUM Desa.
Sebagai BUM Desa yang baru saja merintis, dengan waktu hanya 6 (enam) bulan selama tahun 2024, BUM Desa Jaya Bersama Berangas telah merubah banyak pandangan para pihak tentang Dana Desa untuk penyertaan modal Desa yang selama ini banyak kepala desa khawatir untuk menyertakan Dana Desa baik dari segi pelaksanaan maupun pelaporan.
Selain keberhasilan mengenai BUM Desa, desa Berangas juga sangat serius mengelola program ketahanan pangan. Di tengah-tengah gagalnya program ketahanan pangan di desa lainnya, desa Berangas justru tetap bertahan (survive) dalam mengelola peternakan ayam petelur, yang juga dapat berkontribusi terhadap pendapatan asli desa.
Menariknya, setelah munculnya Keputusan Menteri Desa, PDT Nomor 3 Tahun 2025 tentang Panduan Penggunaan Dana Desa untuk Ketahanan Pangan dalam Mendukung Swasembada Pangan, Pemerintah Desa Berangas bersama BUM Desa Jaya Bersama Berangas sangat siap untuk menjalankan program ketahanan pangan dengan melibatkan BUM Desa. Sayangnya sampai saat ini, belum ada arahan yang jelas dari pemerintah supradesa terkait keputusan Menteri di atas.
Pada sisi yang lain, pengembangan literasi dasar di desa juga tidak luput dari perhatian pemerintah desa Berangas melaui optimaliasi perpustakaan desa yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan membaca, menulis, mendengarkan, berhitung, dan memahami informasi. Sasaranya sudah pasti adalah warga desa, terutama anak-anak sekolah sebagai putra-putri yang akan menghapus kesedihan ibu pertiwi seperti lanjutan bait dari penggalan lagu "Ibu Pertiwi" karya Ismail Marzuki di atas, sebagaimana berikut :
Â
Kulihat ibu pertiwi
Kami datang berbakti
Lihatlah, putra-putrimu
Menggembirakan ibu
Â
Ibu, kami tetap cinta
Putramu yang setia
Menjaga harta pusaka
Untuk nusa dan bangsa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI