Orang Indonesia Butuh HealingÂ
"Apa itu healing" termasuk ke dalam tiga besar frasa yang paling banyak dicari oleh orang Indonesia di Google pada tahun 2022.Â
Artinya, banyak diantara kita yang membutuhkan healing. Dengan kata lain, kita membutuhkan solusi dari kesehatan mental yang tidak sedang baik-baik saja.
Sebagian dari mereka yang membutuhkan healing ini penulis yakin adalah para pekerja kantoran, terutama di kota-kota besar.Â
Betapa tidak, berita kemacetan menghiasi sosmed tiap hari, ancaman resesi dan PHK, belum lagi dinamika pekerjaan yang harus dihadapi di kantor sehari-hari.
Padahal, riset membuktikan bahwa agar dapat mengeluarkan kemampuan terbaik dari setiap karyawan, perusahaan harus mampu membuat mereka merasa nyaman dalam bekerja.Â
Terdapat adagium yang saat ini sedang populer "yang penting kerja, sekarang cari kerjaan sulit".Â
Jika pemikiran ini terbesit di benak setiap karyawan di perusahaan, bisa dijamin mereka tidak akan mampu mengeluarkan seluruh potensi terbaiknya. Dengan kata lain, bekerja seadanya saja.
Kemudian, pertanyaannya adalah berapa % karyawan di perusahaan kita yang memiliki kesehatan mental yang baik?
Jika belum pernah diukur, mari kita coba lihat faktor-faktor di bawah ini:
- Terkena macet di jalan tiap hari
- Beban kerja yang berlebihanÂ
- Lingkungan kerja yang tidak sehat, seperti adanya diskriminasi dan bullying
- Kurangnya dukungan sosial, terutama dari atasan
- Ketidakjelasan peran & tanggungjawabÂ
- Kurangnya kesempatan pengembangan karier
- Konflik dalam hubungan kerja
Mari sedikit berefleksi, di tempat kerja, ada berapa banyak dari faktor-faktor di atas yang kita alami?Â
Jika hampir semuanya, maka itu adalah indikasi kuat kesehatan mental kita sedang tidak baik-baik saja.
Everybody is Different
Tidak ada setiap orang yang sama, kebutuhan tiap orang berbeda-beda. Namun, perusahaan cenderung memberikan perlakuan yang sama untuk semua orang.
Jumlah hari cuti per tahun, jam kerja, metode kerja, sistem penghargaannya pun dibuat sama untuk semua karyawan.
Padahal, bisa jadi ada seseorang yang lebih membutuhkan tambahan hari libur (cuti) karena ingin merawat kedua orangtuanya. Ada juga yang ingin flexitime karena di pagi hari perlu mengurus anak-anak dan mengantarnya ke sekolah.
Ada juga yang ingin kerja secara remote -Â work from home, karena jarak rumahnya ke kantor cukup jauh. Barangkali, ada juga yang ingin diberangkatkan liburan ke luar negeri.
Ada juga yang ingin diakui kontribusinya sebagai best employee, ada yang ingin agar anaknya mendapat beasiswa dan masih banyak yang lainnya.
Penulis yakin, kita juga menginginkan hal yang sama, bukan?
Reward Tidak Harus Berupa Finansial
Sebenarnya, untuk membuat karyawan merasa bahagia dan dihargai (engaged), tidak harus berupa aspek finansial.Â
Ada cukup banyak aspek non finansial yang dapat memberikan dampak signifikan bagi para karyawan. Berikut adalah contohnya:
- Tambahan hari libur/cuti
- Metode kerja WFAÂ (Work From Anywhere)
- Flexible working time
- Best employee award
- Beasiswa bagi anak karyawan yang berprestasiÂ
- Kesempatan untuk berpartisipasi di dalam proyek-proyek baru yang menarik (diluar jobdescnya)
- Menyelenggarakan event hobi/olahraga
- Menyediakan fasilitas konseling dan dukungan psikologisÂ
Perusahaan hanya harus membuat sistem agar hal-hal tersebut dapat dikomunikasikan dengan baik dan diimplementasikan tanpa mengurangi produktifitas.Â
Karyawan juga sebaiknya diberikan pilihan terkait reward apa yang ingin diperolehnya, tentu saja dengan persyaratan berupa nilai kinerja yang meet target.
Dengan demikian, mereka akan bersemangat untuk mengejar reward yang memang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing.
Dampaknya, kinerja karyawan dapat meningkat dan kesehatan mentalnya terjaga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H