Berdasarkan survey dari American Psychological Association (APA), 3 dari 5 karyawan melaporkan dampak negatif dari stres terkait pekerjaan. Termasuk kurangnya minat dan motivasi (26%) serta berkurangnya upaya di tempat kerja (19%).
Jumlahnya lebih tinggi lagi bagi praktisi HR. Berdasarkan HR Trend 2023 yang dipublikasikan oleh AIHR, sebanyak 98% profesional HR melaporkan bahwa mereka merasa burn out dalam pekerjaannya.
Semakin tingginya ketidakpastian bisnis, dapat berdampak pada layoff dan timbulnya kecemasan pada karyawan. Dua hal yang merupakan domain HRD.
Mereka sendiri - Praktisi HR - bahkan tidak aman dari ancaman layoff ini.
Mengenal Stres yang Bermanfaat
Stres dapat didefinisikan sebagai segala jenis perubahan yang menyebabkan ketegangan fisik, emosional atau psikologis.
Stres adalah respons tubuh kita terhadap hal apa pun yang dinilai membutuhkan perhatian atau tindakan.
Stres di tempat kerja bisa berasal dari mana saja. Bisa karena jalanan ke kantor macet, dapat tugas tambahan padahal tugas yang ada sudah menumpuk, atasan yang cuek bebek dan lain sebagainya.
Stres berpengaruh terhadap otak dan tubuh kita.Â
Pengaruhnya bisa baik ataupun buruk, tergantung dari besar kecilnya tingkat stress yang kita peroleh.
Kinerja atau performance kita akan meningkat dengan bertambahnya tingkat stres, tetapi hanya sampai titik tertentu. Ketika tingkat stres menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah, kinerja menurun.
Hal ini dikenal sebagai "Hukum Yerkes-Dodson".
Tingkat stres yang kelewat tinggi dapat membuat kita kewalahan. Akibatnya, kita akan merespons situasi secara negatif: melawan (fight), menghindar (flight) atau tidak melakukan apa-apa (freeze).
Contohnya adalah ketika kita akan memberikan suatu presentasi penting, promosi jabatan misalnya.
Terlalu cemas akan merusak konsentrasi dan dapat membuat kita lupa hal apa yang seharusnya disampaikan. Sebaliknya, jika lelah dan tidak termotivasi, kita juga tidak akan mampu menyampaikan presentasi dengan baik.
Kita membutuhkan kadar stres yang optimal.
Stres dan Otak
Ada bagian di otak kita yang disebut sebagai korteks prefrontal (PFC), yang sangat penting untuk berpikir tingkat tinggi (analytical thinking).
Untuk bekerja secara optimal, PFC membutuhkan keseimbangan neurokimia yang hampir sempurna---tidak terlalu banyak, tidak terlalu sedikit, tetapi tepat.
Ketika kita lelah, bosan, atau tidak termotivasi, sejumlah kecil neurotransmiter dopamin dan norepinefrin dilepaskan.
Sebaliknya, stres yang ekstrim menghasilkan pelepasan dopamin dan norepinefrin tingkat tinggi.
Dalam kasus terlalu sedikit atau terlalu banyak zat kimia saraf ini, efeknya pada otak kita adalah sama: kita lebih terganggu, tidak teratur dan pelupa. Akibatnya, kinerja tidak optimal.
Jenis Pekerjaan & Tingkat Stres yang Dibutuhkan
Jenis pekerjaan yang berbeda membutuhkan tingkat stres yang berbeda untuk dapat memperoleh kinerja optimal.
Pekerjaan yang sukar atau tidak familiar, membutuhkan tingkat stres yang lebih rendah untuk dapat berkonsentrasi dengan baik.
Di sisi lain, tugas yang membutuhkan stamina dan daya tahan - olahraga misalnya - membutuhkan tingkat stres yang lebih tinggi.
Kenalilah Tingkat Stres Kita
Ada kalanya kita mendapatkan beban kerja yang rendah.
Kerja akan lebih menyenangkan karena santai. Namun, itu hanya sementara. Dalam jangka panjang, pekerjaan akan menjadi membosankan. Dampaknya kita jadi kurang produktif dan kompetensi tidak meningkat.
Dalam kondisi tersebut, kita bisa menchallenge diri kita sendiri dengan berinisiatif membuat target pekerjaan yang harus dipenuhi (gunakan metode SMART).
Bisa juga dengan membantu rekan kerja yang load kerjanya sedang banyak, atau meminta job enrichment untuk memperkaya wawasan dan keterampilan kita.
Ada juga waktu dimana kita memperoleh stres berlebih.
Kondisi inilah yang lebih sering kita rasakan. Bos mungkin juga senang melihat anak buahnya pusing dengan pekerjaan - berarti beneran kerjanya kalo stres - pikirnya.
Ada banyak penyebab stres berlebih. Solusinya pun beragam, tergantung dari penyebab dan kondisi setiap orang.
Ketika kita overstres karena pekerjaan yang menumpuk misalnya, salah satu solusinya adalah dengan membuat timeschedule pekerjaan. Breakdown setiap proyek yang kita kerjakan sedetail mungkin. Tentukan juga target waktunya.
Timeschedule inilah yang perlu kita sampaikan ke atasan kita, agar dia memahami target kerja kita dengan lebih realistis.
Kesimpulan
Demikianlah, agar kompetensi kita meningkat dan produktivitas kita optimal, kita membutuhkan kadar stres yang sesuai.
Kurang stres tidak baik, begitu juga dengan terlalu stres. Tugas kita adalah menjaga agar tingkat stres yang dibutuhkan cukup, sesuai dengan pekerjaan/aktivitas yang akan kita lakukan.
Jangan lupakan istirahat dan olahraga yang cukup agar kesehatan fisik dan mental kita tetap terjaga.
---
Referensi:
AIHR Report HR Trends 2023
https://hbr.org/2016/04/are-you-too-stressed-to-be-productive-or-not-stressed-enough
https://www.who.int/news-room/questions-and-answers/item/stress
https://www.fastcompany.com/90553980/bored-or-overloaded-this-is-the-amount-of-stress-you-need-to-get-things-done
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H