Mohon tunggu...
Danang Arief
Danang Arief Mohon Tunggu... Psikolog - baca, nulis, gowes adalah vitamin kehidupan

Menekuni bidang pengembangan organisasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Sebagai Atasan, Kenalilah Sindrom Anjing Terbesar yang Bisa Saja Menjangkiti Anda

24 September 2022   07:44 Diperbarui: 24 September 2022   07:55 461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi anjing besar. Sumber gambar: republica di pixabay.

Menjadi seorang pimpinan adalah bagaikan memanjat pohon kelapa.

Semakin tinggi Anda naik, semakin indah pemandangannya. Semakin sejuk angin yang berhembus dan Anda dapat merasakan segarnya air kelapa muda. Anda juga akan mendengar riuh tepuk tangan orang-orang di bawah yang menyaksikan Anda.

Pun demikian dengan jabatan. Semakin tinggi posisi Anda, semakin banyak pula benefit yang dapat dinikmati. Semakin banyak sanjungan dan penghormatan yang Anda terima.

Namun, naik ke atas pohon kelapa bukannya tanpa risiko. Semakin tinggi Anda memanjat, semakin kencang goncangannya. Salah melangkah dan Anda bisa saja terjatuh.

Demikian pula dengan jabatan. Semua keistimewaan yang diperoleh, bisa membuat Anda lupa diri. Anda bisa menjadi orang yang sama sekali berbeda.

Leader dan Bos

Sebagai atasan, mau tidak mau, Anda akan termasuk ke dalam salah satu dari dua kategori: Leader atau Bos. Apa perbedaan keduanya?

Quotes berikut ini dapat merangkumnya dengan baik:

"Leadership is based on inspiration not domination, on cooperation not intimidation."

Leader menginspirasi melalui sikap dan perilakunya yang selaras dengan apa yang dikatakannya, Leader memberdayakan anggota timnya dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan. Leader membantu timnya untuk menemukan makna dalam pekerjaannya.

Bos memimpin demi mencapai agenda pribadinya. Apapun akan dilakukan untuk melindungi citra diri dan kepentingannya. Gayanya egoistik dan hanya melakukan hal-hal yang menguntungkan dirinya.

Bentuk perilaku negatif dari seorang Bos bisa bermacam-macam, tergantung orangnya. Salah satu ciri yang bisa jadi sering dijumpai adalah ia mengidap sindrom "anjing terbesar."

Sindrom "anjing terbesar"

Istilah ini digunakan oleh Jim Collins dalam buku best sellernya yang berjudul Good to Great.

Untuk memahaminya dengan sederhana, mari kita sejenak berpetualang ke dunia hewan. Tepatnya, di sebuah kandang yang dihuni oleh belasan ekor anjing.

Ada seekor anjing remaja. Ia berukuran sedang, memiliki suara yang cukup keras dan aktif bergerak.

Tidak lama kemudian ada seorang pengunjung yang datang. Seorang anak tanggung yang membawa makanan anjing. Dia mempermainkan anjing-anjing yang ada di kandang dengan berpura-pura melempar makanan, padahal tidak.

Berulangkali ia melakukan hal tersebut dan berulangkali pula ia tertawa.

Si anjing remaja yang melihatnya, merasa marah. Dengan sekuat tenaga ia menyalak, "guk guk!." Dan berhasil. Anak itu ketakutan dan pergi.

Sang anjing remaja merasa sangat senang dengan pencapaiannya. Namun, tiba-tiba seekor anjing besar di kandang itu mendatanginya.

Sang anjing besar tidak suka dengan apa yang dilakukan anjing remaja. Ia dianggap menyalak terlalu keras, sehingga lebih keras dari suara sang anjing besar.

Apa daya, sang anjing remaja itu takut dan mundur. Ia akhirnya belajar satu hal, bahwa sang penguasa kandang tidak suka ada anjing yang lebih hebat dari dirinya.

Sindrom "anjing terbesar" adalah mereka tidak mengganggu anjing-anjing lain di kandang asalkan merekalah yang tetap paling besar.

Fenomena di Kantor

Sindrom ini bisa menjangkiti seorang atasan/pimpinan di kantor tempat Anda bekerja. Dan jika Anda saat ini adalah seorang atasan, Anda bisa jadi terjangkiti sindrom ini juga.

Jim Collins menemukan bahwa di lebih dari 3/4 perusahaan pembanding dalam studinya, para eksekutif (CEO) merancang penerus mereka untuk gagal, atau sengaja memiliki penerus yang lemah.

Kenapa? Karena mereka ingin dianggap sebagai pimpinan yang paling sukses, paling berhasil dalam memajukan perusahaan.

Di tingkat yang lebih rendah, para Pimpinan divisi, departemen atau bagian juga dapat mengidap sindrom ini.

Penyebabnya sama, mereka ingin dianggap sebagai yang terbaik di unit kerja yang dipimpinnya. Dengan status ini, mereka berharap akan dapat mengamankan posisinya sekaligus menjadi yang terdepan untuk suksesi kepemimpinan di perusahaan.

Apa ciri perilaku pimpinan yang mengidap sindrom "anjing terbesar" ini?

  • Mereka akan "menyerang" si pengancam. Jika ada anggota timnya yang tampil lebih menonjol (dari segi kecerdasan, kinerja, dll) mereka tidak suka dan menganggapnya sebagai ancaman. Dan dengan power yang dimiliki, mereka akan melakukan segala cara agar si "pengancam" tadi menyadari posisinya. Sehingga mereka akan tetap tampil sebagai yang terhebat.
  • Mereka akan mencari kambing hitam jika terjadi masalah atau hasil yang tidak diinginkan. Hal itu dilakukan demi menjaga citra dirinya. Dan siapa lagi yang akan disalahkan jika bukan anak buahnya?
  • Mereka ingin selalu terlihat menonjol, terutama di mata atasannya. Persepsi atasan terhadap mereka dianggap hal yang sakral. Apapun akan dilakukan untuk menjaga image mereka agar tetap bagus.

Bagaimana Agar Terhindar dari Sindrom ini?

Sebagaimana tidak semua orang bisa memanjat pohon kelapa, Anda dipilih sebagai pimpinan karena kemampuan yang Anda miliki, 

Namun, ingatlah untuk terkadang melihat ke bawah. Di sana berada anggota tim Anda. Tanpa mereka, Anda tidak akan mampu menghasilkan kinerja yang unggul bukan?.

Jika Anda membantu mereka untuk juga dapat memanjat pohon kelapa dengan baik, bukankah hal tersebut akan sangat bermanfaat?. Tidak hanya bagi tim dan organisasi tempat Anda bekerja, namun Anda juga akan terlihat sebagai leader yang mampu mengembangkan leader-leader berikutnya.

Jika sudah di atas, jangan lupa untuk melihat ke bawah ya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun