Mohon tunggu...
Danang Arief
Danang Arief Mohon Tunggu... Psikolog - baca, nulis, gowes adalah vitamin kehidupan

Menekuni bidang pengembangan organisasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Bekerja Itu Seharusnya Bahagia

25 Februari 2022   17:00 Diperbarui: 28 Februari 2022   00:50 1313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bekerja dengan bahagia. Sumber: Varun Kulkarni dari Pixabay 

Tempo hari saat dalam perjalanan ke kantor, Saya melihat seorang lelaki sedang berada di balik kemudi mobil. 

Ia ditemani seseorang yang tampak sedang mengecek mesin mobilnya. Berada di depan warung ayam bakarnya, lelaki itu tampak tersenyum bahagia.

Saya ingat kejadian beberapa tahun silam. Suatu hari saya sedang berada di warungnya untuk membeli ayam bakar. Pada waktu itu, ia dan istrinya hanya dibantu oleh seorang karyawan saja. Mereka bertiga melayani seluruh kegiatan operasional warung. Mulai dari mencuci ayam, membakar ayam, menyiapkan nasi dan lalapan, membungkus pesanan, menerima pembayaran hingga mengantar pesanan.

Kini, ia boleh disebut sebagai juragan ayam bakar. Ia mampu mempekerjakan 5 orang karyawan. Dia dan istrinya tidak lagi harus turun tangan lagi seperti dulu. Ia cukup memonitor jalannya bisnis.

Pagi itu kulihat dia tersenyum simpul di balik kemudi mobilnya. Sekilas saya pikir, ia menjalani hidupnya dengan bahagia. Ia hobi memasak. 

Memasak baginya adalah passion. Dari passion-nya dia peroleh penghasilan sebagai bekal kehidupan. Dia mengawali harinya dengan senyuman. Bagaimana dengan Anda?

Bekerja untuk apa?

Tentu saja untuk memperoleh rezeki. Di zaman materialisme ini kata rezeki identik dengan penghasilan. Padahal rezeki bukan hanya soal penghasilan. 

Menurut KBBI, rezeki adalah segala sesuatu yang dipakai untuk memelihara kehidupan. Bentuknya bisa makanan, pendapatan, keuntungan dll.

Saya selalu menyukai filosofi burung, "Setiap pagi, burung terbang keluar dari sarangnya. Di sore hari ia kembali ke sarangnya dengan perut yang sudah kenyang".

Burung itu tentu saja mencari makan sesuai dengan kemampuannya. Ia tidak akan melakukan suatu hal di luar kemampuannya. 

Seekor burung gereja misalnya, tidak akan terbang setinggi elang, ia juga tidak akan berenang seperti albatros.

Ia juga tidak akan membandingkan dirinya dengan burung-burung lain. Ia tahu kemampuannya, ia pun menggunakannya dengan semestinya, dengan bahagia. Anda belum pernah mendengar burung bunuh diri bukan?

Bagaimana dengan manusia? Sudahkah ia mengenal dirinya dengan baik? Apakah ia membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain? Apakah ia memaksakan melakukan hal-hal diluar kemampuannya? Sungguh wajar jika dia tidak bahagia.

Ilustrasi bekerja dengan bahagia. Sumber: Varun Kulkarni dari Pixabay 
Ilustrasi bekerja dengan bahagia. Sumber: Varun Kulkarni dari Pixabay 

Kenapa tidak bahagia dalam bekerja?

Suatu hari saya membuka LinkedIn. Ada notifikasi dari seorang relasi. Setelah dibuka, ternyata itu adalah announcement bahwa dia peroleh promosi jabatan. 

Jujur, setiap peroleh notif seperti itu saya terpenung, kapan ya saya bisa promosi? Apa yang harus dilakukan untuk cepat naik jabatan? Butuh effort apa?

Meskipun tidak memikirkannya sepanjang hari, tetap saja angan itu terpatri dalam diri. Bayangan akan gaji dan fasilitas yang lebih besar, serta status sosial yang mentereng begitu menarik untuk diabaikan. Namun sudah benarkah harapan itu?

Berpikir ke arah itu, membuat saya ngeluh. Lelah memikirkannya. Ujungnya, bekerja jadi tidak bahagia.

Menurut hemat saya, bekerja dapat menjadi tidak membahagiakan apabila hal-hal berikut ini hadir saat kita bekerja:

Terlalu fokus kepada hasil/output

Bekerja memang tujuannya untuk mendapatkan hasil, bisa uang, jabatan atau hal lainnya. Namun, itu adalah hasil akhir. Butuh proses untuk mendapatkannya. Bisa jadi, suatu proses yang panjang. Terlalu fokus pada hasil akhir hanya akan menambah tekanan selama perjalanan. Akibatnya, prosesnya pun bisa jadi tidak maksimal. Boro-boro menikmatinya.

Lebih banyak fokus ke faktor eksternal

Rekan sejawat Anda promosi karena suka cari muka dengan bos? atau Atasan Anda subjektif dalam melakukan penilaian?

Sejatinya banyak faktor eksternal yang berpengaruh terhadap diri kita. Sebagian besar tidak dapat dikendalikan. Lebih mudah memang menyalahkan faktor eksternal apabila target tidak tercapai misalnya, tapi apa manfaatnya?

Agar Bahagia dalam Bekerja

Lalu, bagaimana agar bisa bahagia dalam bekerja?, menurut hemat saya berikut adalah beberapa hal yang bisa dilakukan:

Nikmati prosesnya

Dalam hidup, seyogyanya kita memiliki visi. 5 atau 10 tahun lagi, pencapaian apa yang kita targetkan? Kita ingin menjadi seperti apa?

Memiliki visi yang jelas adalah suatu hal yang bagus. Namun, terlalu berfokus kepada hasil cenderung membuat seseorang menjadi tertekan.

Kekhawatiran yang berlebihan justru berpengaruh terhadap self-esteem atau kepercayaan diri dalam menghadapi tantangan. Hal ini justru membuat visi menjadi semakin sukar tercapai.

Kita justru menggunakan mayoritas waktu di dalam proses pencapaian visi. Analoginya sama seperti mendaki gunung. 

Waktu yang dibutuhkan untuk mendaki jauh lebih lama dibanding waktu yang dihabiskan ketika ada di puncak. 

Jika yang ada dalam pikiran kita ketika sedang mendaki hanyalah puncak gunung, kita tidak akan pernah sampai ke sana.

Jangan bandingkan dengan orang lain

Ini adalah prinsip yang mudah dikatakan, namun sukar dijalankan. Betapa kita hidup di era di mana semuanya dinilai secara materi.

Secara pribadi, kita dapat berprinsip bahwa tiap individu adalah unik, punya jalan hidupnya sendiri sehingga tidak bisa dibanding-bandingkan. Namun, lingkungan dapat dengan mudah berpengaruh terhadap kita. 

Rekan kerja Anda misalnya, handphone-nya adalah Iphone keluaran terbaru. Tetangga Anda, baru selesai merenovasi rumah. Adik Anda, baru punya mobil baru. Jawablah dengan jujur, apakah muncul keinginan di benak Anda untuk memiliki salah satu hal tersebut?

Materialisme membuat batasan antara needs dan wants, antara apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan menjadi pudar.

Carilah makna

Makna akan memberikan motivasi tambahan bagi seseorang ketika bekerja. Sebuah perusahaan e-commerce misalnya, memiliki misi untuk memberdayakan UKM yang ada di seluruh penjuru Indonesia. 

Apabila misi ini tercapai, dapat dibayangkan perasaan bahagia yang memenuhi relung dada para karyawannya. Mereka bekerja tidak sekedar untuk mendapatkan uang, tapi juga memberikan manfaat bagi orang lain.

Makna juga dapat diperoleh bagi self -employed melalui pernyataan misi pribadi. Seorang Penulis misalnya, dia tidak hanya menulis berdasar permintaan klien. 

Dia menulis juga untuk menyebarkan inspirasi ke khalayak. Dia akan memperoleh kebahagiaan ketika ada netizen yang terinspirasi dan berterima kasih atas tulisan-tulisannya.

Bekerja sesuai bakat dan passion

Sudah seharusnya kita berusaha untuk mengenali bakat dan kemampuan yang kita miliki. Bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud (Utami Munandar, 1987).

Bakat yang diejawantahkan ke dalam passion akan sangat powerful. Hal itu membuat kita akan menikmati segala proses di dalam mewujudkan apa yang kita tuju. 

Apabila pekerjaan kita selaras dengan apa yang menjadi bakat dan passion, hal itu tentu saja akan membuat kita bekerja dengan bahagia.

Pada dasarnya, manusia tidaklah dibebani di luar kemampuannya. Kekayaan, jabatan, dan status sosial bukanlah tujuan dalam bekerja. 

Pahamilah kemampuan dan batasan masing-masing. Jangan melakukan suatu hal di luar kemampuan, temukan makna. Nikmatilah pekerjaan Anda, karena hidup perlu bahagia.

sumber (1)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun