Sehingga, selain karena pertimbangan sebagai puteri Megawati, Puan Maharani juga telah mengalami proses serta pembelajaran politik yang cukup panjang; sejak kerap kali mendampingi Ibunya waktu masih menjadi Presiden, menjadi anggota DPR RI, Ketua Fraksi PDI-P di DPR RI, Ketua Pemenangan Jokowi-JK, dan Menko PMK.
Pengalaman tersebut menjadi pendidikan politik yang baik untuk mencukupkan banyak kader dan elit partai menerima keberadaannya, termasuk hubungannya yang relatif baik dengan semua partai, terutama ketika menjadi Ketua Fraksi dulu.
Lagi-lagi, kita bisa berdebat soal apa yang telah dilakukan oleh Puan Maharani dan apa prestasinya. Ketika menduduki posisi sebagai menteri pun, Puan Maharani tak tampak kerja dan kinerjanya, atau mungkin kritikan pedas lain yang mengarah pada nyinyir dan nyaci.
Tapi, kalau mau melihatnya secara proporsional, cukup banyak laman website yang menyediakan informasi kerja-kerja kordinatif Puan Maharani serta apa saja prestasinya.
Tentu saja tak bisa membandingkan kerja Puan Maharani dengan Susi Pudjiastuti, Retno Marsudi, Sri Mulyani, dan lainnya yang terlihat lebih populer karena mereka duduk di Kementerian teknis, sementara Puan Maharani adalah Menko, yang kerjanya bersifat koordinasi, sinkronisasi, dan kontrol atas kebijakan kementerian teknis yang menjadi tanggung jawabnya.Â
Kerja Kemenko lebih bersifat "di belakang layar". Kalau mau membandingkan, bandingkanlah dengan sesama Menko-nya, seperti Darmin Nasution, yang juga sama-sama tak terlalu terdengar, atau Wiranto, dan Luhut Binsar Panjaitan yang lebih didengar tapi masyarakat menegasikannya dengan persepsi yang kurang baik.
Tapi apapun, bagi saya, terpilihnya Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI bukanlah sesuatu yang istimewa sehingga harus dihebohkan dan dilambungkan sedemikian rupa karena sejatinya hal itu adalah pelaksanaan dari "sejarah yang tertunda". Posisi itu adalah "jatahnya" pada periode sebelumnya.
Selebihnya, Puan Maharani memiliki tugas berat untuk membuktikan kerjanya kepada masyarakat terutama komitmennya untuk memperbaiki citra DPR RI, membersihkan DPR RI dari perilaku koruptif, mendisiplinkan para anggota DPR RI (soal absensi dan tidur saat sidang, misalnya), menyelesaikan target-target Prolegnas yang ditentukan, menjadikan Gedung Nusantara sebagai sebenarnya rumah rakyat dimana aspirasi diserap dan dilaksanakan, termasuk soal UU KPK serta beberapa RKUHP yang masih menyisakan polemik.
Salam
Mustafa Afif,
Kuli Besi Tua
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI