Mungkin pertanyaan ini agak privasi yang keponya kebangetan atau ngapain, sih, nanya itu? Gak ada kerjaan banget! Tapi serius, ini adalah pertanyaan serius yang muncul saat sedang ngumpul dan membercandai hal-hal yang semula tidak serius hingga menjadi lebih serius, seperti: RUU KPK, RKUHP, demo mahasiswa dan pelajar, konflik kemanusiaan dan kerusuhan di Papua, serta beberapa kejadian dan kegaduhan yang akhir-akhir ini menimpa negeri kita tercinta ini.
Saya, dan mungkin kita, penasaran dengan apa yang sebenarnya dipikirkan para pejabat saat sedang di toilet.
Penggunaan diksi "toilet" adalah upaya memperhalus istilah karena yang dimaksudkan sebenarnya adalah "saat duduk manis membuang hajat alias be**k aka be*l atau sedang B*B, "nge-print", "merenung", dan apapun istilah lainnya yang semakna dengan itu". Toilet-nya pun toilet rumah, bukan di tempat umum yang mengharuskan segera selesai.
Pertanyaan ini muncul, barangkali, karena dua hal:
Pertama, dulu saya pernah mendengar dawuh dari salah seorang Guru, bahwa ada beberapa kondisi dan tempat di mana akal-pikiran menjadi lebih "terbuka", dan dua di antaranya adalah saat sedang shalat (ibadah) dan saat sedang di toilet. Saya tak ingin terlalu banyak mencocokkan statement itu dengan berbagai teori, tapi sampai sejauh ini saya masih mengamini, karena sering mengalami.
Saat sedang shalat, entah kenapa hal-hal yang dilupakan dan sulit sekali untuk di-recall saat sedang dibutuhkan, tiba-tiba muncul. Kita mungkin pernah, saat sedang shalat tiba-tiba menemukan semacam petunjuk dimana kita menaruh kunci yang tadinya susah dicari-cari atau uang yang entah diselipkan di mana.Â
Soal pikiran yang lebih "terbuka" saat sedang shalat atau ibadah lainnya tentu dipengaruhi oleh variabel lain, seperti ketidakkhusukan dan tidak fokus. Shalat seadanya karena bacaan dan gerakannya sudah di luar kepala.Â
Pada saat yang bersamaan, peran setan yang terus berusaha mengganggu manusia ketika sedang beribadah juga tak bisa dinafikan. Keduanya, tidak khusuk dan diganggu setan, menjadi jalan silang-sengkarutnya pikiran saat mestinya bercumbu dengan Tuhan, lalu mungkin berimbas pada "terbuka"nya hal-hal yang sebelumnya terlupakan.
Kemudian, kita mungkin juga pernah merasakan pikiran lebih "terbuka" saat sedang berada di toilet. Masuk ke toilet, lalu duduk asik, dan seketika itu juga pikiran kita langsung "terbuka" bersamaan dengan terbukanya katub untuk "nge-print".Â
Selain mengingat hal-hal yang tadinya lupa, di toilet, pikiran kita bisa melambung dan berkelana kemana-mana: mulai dari mengingat masa lalu sekaligus merekayasa masa depan, soal cita-cita untuk menjadi orang besar, memimpikan kekayaan seperti Jeff Bezos, Bill Gates (atau minimalnya Hary Tanoe dan Chairul Tanjung), punya istri shalehah dan cantik, memiliki pengaruh dan bisa memberikan manfaat untuk banyak orang, mau haji dan umroh, dan berbagai "imajinasi liar" lain yang secara tiba-tiba muncul begitu saja.
Sejenak lupa, bahwa ada bau-bau yang mengganggu. Lupa juga, entah berapa lama duduk di situ. Semakin asik lagi, bagi para perokok yang bisa melambungkan pikirannya bersama kepulan asap-asap rokok yang membumbung.
Akan semakin lupa, ketika membawa gawai ke dalam toilet. Sambil "membuang", bisa sekalian membaca berita, bermain game, atau sekedar memantau dunia medsos. Itu bukan lagi hal yang tabu, ketika menjadikan toilet sebagai tempat yang menyenangkan, meski justru di situlah tempat para setan. Tapi, kan, sudah ada do'anya agar terhindar dari setan, laki-laki maupun perempuan.
Sehingga tak jarang juga kita kadang menemukan insight dan solusi dari beberapa permasalahan, justru di dalam toilet. Tiba-tiba saja ada jejaring dan logika-logika yang tak muncul saat sedang diperdebatkan. Di toilet, otak menjadi lebih "terbuka", seperti ada yang menghubungkan sel-sel syaraf dalam otak yang seakan membuat kita lebih "berpikir" dari biasanya. Ada banya ide-ide dan gagasan besar, yang justru kerap muncul di toilet.
Kita bisa berdebat, bahwa hal itu tidak baik untuk kesehatan karena anjuran untuk sesegera mungkin menyelesaikan salah satu kebutuhan biologis itu. "Merenung" tak bisa berlama-lama.Tapi kita juga tak bisa menutup mata, bahwa saat sedang di toilet, itu menjadi saat yang nyaman untuk sejenak beristirahat dari kepenatan aktivitas.Â
Di situ, kita benar-benar merasa sendiri, menguasai. Tak ada yang menggangu. Maka tidak jarang, ketika seseorang keluar dari toilet, ia merasa benar-benar lepas: lepas karena terbebas dari mules dan sakit perut, sekaligus lepas karena telah melakukan perjalanan imajinatif yang menyenangkan atau mungkin karena telah mendapatkan clue, solusi, ide, atau gagasan.
Kedua, sebagai efek dari poin pertama, saya menjadi penasaran, apa yang sebenarnya dipikirkan oleh para pejabat atau orang-orang yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan itu ketika sedang di toilet? Apakah sama seperti yang dialami banyak orang atau justru buru-buru selesai karena banyak tugas dan pertemuan yang membuat mereka tak menikmati momen saat sedang di toilet?
Dalam bentuk pertanyaan yang lebih spesifik; apa, sih, yang dipikirkan Jokowi dan Jusuf Kalla saat sedang di toilet? Apa yang dipikirkan para Menteri dan para Gubernur saat sedang di toilet? Apa yang dipikirkan Bamsoet, Fahri Hamzah, Fadli Zon, Budiman Sudjatmiko, Adian Napitupulu saat sedang di toilet?
Apa juga yang dipikirkan para Bupati, Wali Kota, bahkan Kepala Desa saat sedang di toilet? Kalau mereka itu juga melakukan "perenungan" saat sedang "nge-print", mungkinkah kebijakan yang terkait dengan rakyat menjadi bagian dari "imajinasi liar" mereka itu?
Jokowi, misalnya, pernahkah dalam perenungan ketika sedang berada di toilet, secara lebih terbuka memikirkan bagaimana membahagiakan dan menyejahterakan rakyat? Bagaimana menekan hutang dan memindahkan pembangunan pada manusianya, bukan barangnya saja? Bagaimana memilih menteri dan mengaturnya agar kompak dan tidak silang-sengkarut?Â
Pernahkah merenung soal kekerasan dan kerusuhan di Papua, berapa korban jiwa yang meregang nyawa, lalu apa solusi konkritnya? Bagaimana juga soal kejahatan kemanusiaan, persoalan agraria, dan beberapa kasus yang menjadi sorotan rakyat? Pernahkah berpikir bagaimana memenuhi janji yang belum ditepati dan tak banyak mengumbar "kesederhanaan" sebagai pemimpin yang rakyatnya sedang menderita?
Bamsoet, Fahri, Fadli Zon, Budiman Sutjatmiko, Adian Napitupulu dan yang lainnya di Dewan yang terhormat, pernahkah ketika sedang di toilet berpikir untuk memajukan DPR dan meningkatkan kepercayaan rakyat? Bagaimana caranya membuat DPR bersih dari korupsi? Bagaimana caranya DPR hadir saat sidang dan tidak tidur.Â
Bagaimana kinerja DPR harus diperbaiki dengan capaian Prolegnas serta menghasilkan UU yang lebih banyak dan bermanfaat? Pernahkah memikirkan soal nasib KPK, demo besar-besaran mahasiswa, rakyat yang menderita, dan persoalan kebangsaan lainnya dimana rakyat itu membutuhkan pegangan dan perwakilan? Bagaimana cara melindungi petani, nelayan, kuli, tukang becak dari regulasi dan kebijakan yang menyengsarakan?
Hal yang sama untuk para Menteri, para Gubernur, para Wali Kota, para Bupati, para anggota Dewan, dan bahkan para Kepala Desa, saya kerap bertanya, apa yang mereka pikirkan saat sedang berada di toilet?
Tentu saja tidak wajib karena ini hanya pertanyaan dan rasa penasaran saja. Mereka, para pejabat itu, bisa berkilah bahwa rakyat itu suci dan mulia, maka cara memikirkannya pun harus di tempat dan dengan yang suci serta mulia juga. Di toilet, tempat para setan yang bisa merusak pikiran. Mereka juga bisa mengatakan, bahwa seluruh waktunya sudah dikorbankan untuk kepentingan rakyat.Â
Tapi kenapa bangsa ini, ya, masih begini-begini saja? Ada kemajuan, tapi masalah tetap menumpuk dimana-mana. Kita bisa berdebat panjang lebar soal ini, tapi kita tidak bisa menutup mata, bahwa dalam banyak hal, bangsa ini tidak bisa dikatakan sedang baik-baik saja.
Saat kondisi bangsa sedang seperti ini, minimal, pernahkah para pejabat itu memikirkan nasib bangsa saat sedang berada di toilet? Sejenak. Minimal, toilet menjadi tempat berkualitas untuk menghasilkan sesuatu yang berkualitas. Mungkin saja bisa menemukan jawaban dan solusi saat benar-benar sendiri. Kalau pernah, lalu apa solusinya, Pak Pejabat?Â
Atau jangan-jangan yang terjadi adalah sebaliknya, justru di toilet mereka bisa melepaskan segala penat dan gelisah ketika di dunia nyata terlalu banyak masalah. Mereka tak ingin memikirkan apa-apa kecuali ingin mengalihkan kepenatan dan berharap bisa melepaskan segala persoalan bersamaan dengan lepasnya "itu barang". Di toilet dan kamar mandi, mereka bisa bebas dan terlepas saat di luar sana banyak beban yang mengikat. Begitukah?
Seburuk apapun, toilet adalah tempat dimana clue, insight, tanda-tanda, atau yang lainnya, kadang bisa ditemukan. Biarkan saja menjadi ide, selesaikan konsepnya saat sudah berada di luar jika takut ide, solusi, dan gagasannya dirasuki oleh setan. Apakah itu juga dilakukan oleh para pejabat yang memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan? Tetap penasaran.
Kita boleh saja menganggap toilet itu tempat yang tidak baik, tapi tak bisa menutup mata juga, bahwa banyak sesuatu yang baik justru dihasilkan dari hasil perenungan saat di toilet, maupun saat di kamar mandi, sambil merokok atau main gawai: termasuk sebagian besar ide dan gagasan lanjutan dalam tulisan ini!
Salam
Mustafa afif,
Kuli Besi Tua
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI