Beberapa survey bahkan sudah merilis nama-nama tokoh yang patut dan layak diperhitungkan. Sebut saja seperti Anies Baswedan, Puan Maharani, Risma, Ridwan Kamil, Ganjar Pranowo, Khafifah, Zainul Majdi, Agus Harimurti, Anis Matta, Erick Thohir, bahkan ada nama Gibran.
Lamat-lamat juga terdengar suara Ahok disana. Sementara para ketua partai, meskipun memegang kendali, sepertinya hanya Cak Imin yang paling memungkinkan dan dalam banyak kesempatan memang terlihat paling ngebet. Mungkin saja Shohibul Iman juga akan turun gelanggang atau bisa juga Yusril ikut ambil bagian.
Dari kalangan purnawirawan, ada nama Gatot, Moeldoko dan Tito Karnavian. Ketiganya, relatif lebih diterima dibadingkan Luhut B. Panjaitan.Â
Jangan lupa, ada nama Sandiaga Uno yang sudah terbukti dan akan menjadi rebutan. Lalu, mungkinkah Prabowo akan maju kembali atau memilih untuk memegang kendali? Semua hal mungkin saja terjadi, apalagi banyak analisa yang memungkinkan dirinya menggandeng Puan Maharani.
Semakin giat membangun kerja dan citra dengan jabatan, posisi, ketokohan, dan jaringannya, maka semakin besar ia memiliki peluang. Begitu pula sebaliknya.
Elektabilitas akan menjadi "dewa". Ia akan menjadi nilai tawar dan daya jual yang tinggi. Elektabilitas yang dipadu dengan dukungan partai, finansial melimpah, dan strategi yang matang akan "selesai urusan".Â
Setidaknya secara hitung-hitungan. Banyak sekali orang pintar, hebat, dan berintegritas di negeri ini, tapi menjadi atau dijadikan Capres dan Cawapres bukanlah semata itu yang dipertimbangkan.
Jadi, hingga menjelang tahun 2024 nanti, kemungkinan terbesar yang paling memungkinkan bagi kita adalah munculnya selingan pemberitaan soal sosok-sosok yang berpotensi menjadi penerus tongkat estafeta kepemimpinan nasional.Â
Popularitas akan didongkrak habis-habisan untuk sebisa mungkin dikonversi menjadi elektabilitas lalu dikapitalisasi menjadi dukungan dan suara. Rumit memang. Tapi itulah kerja politik yang sesungguhnya.
Mohon dimaklumi jika suatu waktu muncul tokoh-tokoh tertentu yang secara hebat diberitakan, dipertentangkan dengan tokoh tertentu, atau dikuliti habis pengalaman dan prestasinya. Itu adalah bagian dari "uji coba" pendahuluan; testing voters; testing the audience; "water test"; atau apapun namanya sebelum benar-benar "dirilis ke pasar".Â
Tak apalah. Setidaknya itu sebuah keniscayaan ketika kita sepakat dan yakin, bahwa Pilpres tahun depan akan lebih menjanjikan dan harus menghasilkan pemimpin beneran. Dari Jokowi, arus pemberitaan akan bergeser pelan-pelan.