Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Tiga Lawan Terberat Jokowi

5 Februari 2019   13:41 Diperbarui: 5 Februari 2019   14:09 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jelas yang paling dirugikan adalah kubu Jokowi, yang kemudian menganggap munculnya Dildo ini sebagai ancaman yang serius karena dapat memperbanyak angka golput.

Kenapa kubu Jokowi? Karena Jokowi tak seperti dulu lagi, saat masih sama-sama menawarkan mimpi dan menjelaskan visi-misi. Posisinya adalah petahana, bersama kebijakan serta prestasi yang kerap dijualnya. Sementara itu, ada jutaan pemilihnya yang kecewa dengan kinerjanya seberapa hebatnya-pun penguasa meracik narasinya. 

Mereka bimbang, mereka galau. Jokowi sudah mengecewakan, sementara Prabowo belum bisa menjadi pilihan. Bahaya jika mereka golput, alih-alih beralih ke oposisi. Adanya ide untuk memberikan fasilitas, diskon harga ticket, dll (menurut hemat saya) adalah bagian dari upaya untuk mengurangi risiko ini.

Padahal, dalam film-film, golongan putih itu pahlawan yang siap bertarung dengan golongan hitam. Sejak kapan Golput dilarang? Lalu kenapa golongan putih mesti dimusuhi? Apakah ini bagian dari propaganda golongan hitam? (Catatan: ini hanya intermezzo dan candaan )

Ketiga, dan ini yang paling berat, yaitu; bahwa sejatinya, musuh terberat Jokowi adalah dirinya sendiri; kebijakan dan janji-janjinya sendiri; dan tentu saja orang-orang di lingkarannya sendiri. Jokowi disibukkan dengan dirinya sendiri, justru saat lawan berat yang lain mulai menunjukkan posisinya.

Kita akui dan apresiasi beberapa kerja Jokowi, tapi kita harus juga mempertanyakan soal janji-janji, terutama kalimat-kalimat manis yang mampu merayu rakyat untuk memilihnya dulu. Saya tidak dalam posisi untuk mengurai satu persatu janji-janji yang tidak ditepati, di Google sudah banyak dan begitu terperinci. Saya hanya ingin mengatakan, bahwa meski kita kerap berbohong dan mengingkari janji, tapi kita sepakat, bahwa dibohongi itu tetap menyakitkan. Akan semakin menjadi-jadi saat pengingkaran terhadap janji itu berhasil dikapitalisasi.

Semua itu berlanjut, ketika Jokowi kerap melakukan blunder dan kesalahan yang berkaitan dengan program dan kebijakannya, lalu bersembunyi di balik tangan orang lain atau mungkin secara normatif melarikannya kepada "biarkan hukum" yang berbicara. Pada akhirnya, beberapa dari kebijakan itu lebih tampak sebagai sesuatu yang grusa-grusu dan dipaksakan untuk dibilang populis.

Saya tidak ingin menyinggung soal kriminalisasi atau "makarisasi", tapi beberapa peristiwa yang terjadi membuat kita mungkin bertanya, dalam hati atau pakai suara. 

Misal, soal pembebasan Abu Bakar Ba'asyir, soal pemberian remisi terhadap pembunuhan wartawan, soal pembentukan tim pencari fakta kasus Novel Baswedan, soal "propaganda rusia" yang sedang hangat-hangatnya (ini menyangkut bilateral), dan soal-soal lain yang sifatnya lebih tampak sebagai kebijakan sementara untuk meraup suara.

Belum lagi soal orang-orang di lingkaran Jokowi yang kadang kontra-produktif, menyemburkan isu-isu tak substantif, dan kadang "melampaui" kewenangannya. Pertentangan soal impor beras antar lembaga negara, "candaan" soal siapa yang menggajimu, statement dan meme-meme arogan soal tol, serta peristiwa lain yang berupa kesalahan-kesalahan elementer, tapi semacam "konsisten" di lakukan. Termasuk kesan "perilaku berlebihan" terhadap lawan politik atau yang berseberangan.

Artinya, saat Jokowi ekstra keras menghadapi Prabowo-Sandi, ia justru harus menghadapi lawan lain yang tak kalah ganasnya, yaitu potensi golput yang merugikan dan melawan dirinya sendiri. Janji dan kebijakannya, serta orang-orang "berlebihan" yang berada di lingkarannya, atau mungkin para pemain di balik layar pertunjukannya. Potensi-potensi itulah yang dapat menggerus elektabilitas dan suaranya secara perlahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun