Sebagai orang awam, sepertinya ada yang berlebihan ketika sebagian netizen memberikan komentar buruk tentang Puan Maharani sebagai Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK). Mereka menyebut Puan Maharani sebagai Menteri Koordinator Titipan Mamah (Menkotimah), bahkan menyangsikan keberadaan Menko PMK dengan bumbu-bumbu nyinyir khas.
Istilah itu berlebihan karena pada saat yang bersamaan, jika kita bersedia sejenak saja meluangkan sedikit waktu untuk mencari berita yang benar, memanfaatkan Google untuk sedikit stalking tentang Puan Maharani, justru akan ditemukan informasi yang sebaliknya. Wajar saja kalau kemudian terlintas dalam pikiran, benarkah Puan Maharani titipan mamah, atau justru tema-tema seperti itu adalah upaya pembunuhan karakter (character assassination)?
Pada titik inilah kemudian muncul asumsi yang lebih cenderung pada satu kesimpulan, bahwa melabelkan Puan Maharani sedemikian rupa sebagai Menteri yang tidak bekerja dan ongkang-ongkang kaki saja adalah bagian dari upaya pembunuhan karakter (character assassination) yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu, yang sedari awal memang "diciptakan" untuk menghancurkan. Terlebih ketika melihat akun-akunnya adalah para netizen yang tidak menjejakkan bumi, dan kalau pun mereka membumi, sepertinya mereka adalah robot; tanpa akal sehat dan nalarnya tak berbobot!
Untuk apa membunuh karakter Puan Maharani?
Diakui atau tidak, percaya atau tidak, Puan Maharani adalah salah satu calon pemimpin masa depan Indonesia. Pengalaman dan proses panjangnya dalam dunia perpolitikan menjadi bekal yang cukup untuk mengakuinya sebagai calon potensial untuk memimpin Indonesia di masa yang akan datang. Setidaknya, hal ini bisa dilihat dari beberapa hal.
Pertama, secara personal Puan Maharani adalah sosok yang bekerja keras, berpengalaman, memiliki kemampuan, dan berintegritas. Puan Maharani tidak lahir secara instan. Ia mengalami proses dan pematangan sebagaimana seharusnya. Salah besar jika ada yang beranggapan, posisinya sebagai putri dari Megawati membuatnya istimewa sehingga tidak usah berbuat apa-apa. Justru karena posisi itulah ia harus lebih bekerja keras.
Itulah kenapa, Puan Maharani tidak canggung untuk turun ke bawah, menemui masyarakat, menjumpai konstituennya untuk mengetahui permasalahan dan kebutuhan apa yang dinginkan oleh masyarakat. Hal itu dilakukannya sejak dulu, ketika masih awal-awal berproses menjadi kader partai, mencalonkan diri sebagai anggota DPR, bahkan hingga sekarang dalam posisinya sebagai Menteri Koordinator.
Kinerja dan kerja keras itulah yang kemudian membuatnya (dan Kementerian yang dipimpinnya) mendapatkan banyak capaian prestatif dalam pembangunan manusia dan kebudayaan. Tidak susah untuk mencari buktinya, silahkan saja ketik kata kunci "Prestasi Puan Maharani" maka akan keluar link-linknya. Alah, itu, kan, dibuat-buat. Memang benar itu dibuat, tidak muncul sendiri menjadi sebuah index di Google. Buktikan dan bantah saja jika tulisan itu tidak benar. Link 1, Link 2, Link 3, Link 4
Dalam dunia politik, pengalamannya sudah matang. Puan Maharani menjadi saksi hidup, bagaimana keras dan kejamnya politik ketika masa sebelum reformasi. Puan Maharani menjadi besar karena ditempa, oleh pengalaman langsung sekaligus oleh orang tuanya. Ia mengalami proses itu sebagaimana orang lain juga mendapatkannya. Tidak pernah ada yang instan karena ia merasakan sendiri bagaimana proses dan pendewasaan itu dialami dan dirasakannya. Untuk mendapatkan, harus bekerja. Untuk menuai, harus menanam.
Realitas semacam itu menjadi semakin manis ketika melihat sosoknya yang lemah lembut. Puan Maharani tampil sebagai sosok yang tegas tanpa menghilangkan kelembutan dan keanggunannya sebagai perempuan. Satu lagi yang istimewa; meski Puan Maharani bisa saja tampil lebih dari biasanya, tapi ia lebih memilih sederhana. Lihat saja bagaimana fashion sehari-harinya.
Kedua, Puan Maharani adalah sosok yang tepat untuk memimpin PDI-P di masa yang akan datang. Dalam beberapa kesempatan, Megawati sudah memberikan isyarat untuk "pensiun" dalam dunia politik dan meninggalkan kursinya sebagai Ketua Umum. Banyak asumsi yang kemudian merujuk pada Puan Maharani sebagai penggantinya.
Secara objektif, Puan Maharani layak untuk mendapatkannya. Ia berproses sebagai kader partai, lalu sejak tahun 2007 menjadi pimpinan partai, ia mempunyai pengalaman sebagai anggota legislatif, dan sekarang sedang mengabdi sebagai pejabat eksekutif. Pengalamannya lengkap dan paling layak. Potensi ini menjadi semakin besar jika ditambah dari sisi subjektif dirinya sebagai putri dari Megawati. Artinya, ia akan menjadi calon ketua umum paling potensial dari partai terbesar dan pemenang Pemilu 2014 lalu.
Ketiga, Puan Maharani adalah "penerus" trah Soekarno. Seperti diketahui, bahwa nama Soekarno tetaplah menjadi magnet luar biasa bagi bangsa ini. Pengorbanan dan jasanya yang besar, tetap terpatri bagi seluruh penduduk negeri ini, dari segala generasi. Artinya, Puan Maharani memiliki "potensi genetis" yang besar untuk menjadi pemimpin, terutama ketika menyadari bahwa karir politiknya-lah yang paling cemerlang dibandingkan dengan cucu-cucu Soekarno yang lain.
Fakta-fakta itulah yang kemudian menyebabkan banyak pihak, terutama yang berseberangan secara politik, untuk membunuh karakter Puan Maharani dan merusak citranya dengan isu-isu negatif.
Terlepas dari term titipan atau tidak, tapi kita tahu, bahwa Puan Maharani berproses sebagaimana kebanyakan yang lainnya. Karir politiknya tidak instan. Ia tidak seperti anak salah satu tokoh yang dipaksa berhenti dari karirnya yang cemerlang lalu dijadikan salah satu calon pemimpin politik. Secara instan juga nilai tawarnya dipaksa untuk dinaikkan sedemikian rupa melalui pencitraan luar biasa. Digadang-gadang untuk menjadi pemimpin masa depan, tapi sebenarnya miskin pengalaman. Puan Maharani tidak seperti itu. Sama sekali bukan tipikal seperti itu.
Tapi apapun, pada akhirnya kita harus mengakui, bahwa Puan Maharani memeras keringat untuk bangsa. Ia bekerja, meski dalam diam. Ini bukan lagi soal titipan atau bukan, tapi ada upaya membunuh karakter secara perlahan, yang dilakukan secara konsisten dari awal.
Bagi para netizen yang suka menegasikan dan nyinyir sedemikan terhadap Puan Maharani, sepertinya mereka perlu piknik, sejenak jalan-jalan untuk menghindari kerusakan akal sehat yang lebih riskan. Atau, cobalah pergunakan kuota internet lebih baik dengan mancari informasi yang lebih tepat dan lebih benar. Kita boleh saja suka atau tidak suka pada seseorang, tapi menjadi waras tetaplah pilihan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H