Mohon tunggu...
Ibnu Abdillah
Ibnu Abdillah Mohon Tunggu... Wiraswasta - ... kau tak mampu mempertahankan usiamu, kecuali amal, karya dan tulisanmu!

| pengangguran, yang sesekali nyambi kuli besi tua |

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Puan Maharani Menteri Titipan Mamah, Pembunuhan Karakter?

7 Desember 2018   01:05 Diperbarui: 7 Desember 2018   09:52 1584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kedua, Puan Maharani adalah sosok yang tepat untuk memimpin PDI-P di masa yang akan datang. Dalam beberapa kesempatan, Megawati sudah memberikan isyarat untuk "pensiun" dalam dunia politik dan meninggalkan kursinya sebagai Ketua Umum. Banyak asumsi yang kemudian merujuk pada Puan Maharani sebagai penggantinya.

Secara objektif, Puan Maharani layak untuk mendapatkannya. Ia berproses sebagai kader partai, lalu sejak tahun 2007 menjadi pimpinan partai, ia mempunyai pengalaman sebagai anggota legislatif, dan sekarang sedang mengabdi sebagai pejabat eksekutif. Pengalamannya lengkap dan paling layak. Potensi ini menjadi semakin besar jika ditambah dari sisi subjektif dirinya sebagai putri dari Megawati. Artinya, ia akan menjadi calon ketua umum paling potensial dari partai terbesar dan pemenang Pemilu 2014 lalu.

Ketiga, Puan Maharani adalah "penerus" trah Soekarno. Seperti diketahui, bahwa nama Soekarno tetaplah menjadi magnet luar biasa bagi bangsa ini. Pengorbanan dan jasanya yang besar, tetap terpatri bagi seluruh penduduk negeri ini, dari segala generasi. Artinya, Puan Maharani memiliki "potensi genetis" yang besar untuk menjadi pemimpin, terutama ketika menyadari bahwa karir politiknya-lah yang paling cemerlang dibandingkan dengan cucu-cucu Soekarno yang lain.

Fakta-fakta itulah yang kemudian menyebabkan banyak pihak, terutama yang berseberangan secara politik, untuk membunuh karakter Puan Maharani dan merusak citranya dengan isu-isu negatif.

Terlepas dari term titipan atau tidak, tapi kita tahu, bahwa Puan Maharani berproses sebagaimana kebanyakan yang lainnya. Karir politiknya tidak instan. Ia tidak seperti anak salah satu tokoh yang dipaksa berhenti dari karirnya yang cemerlang lalu dijadikan salah satu calon pemimpin politik. Secara instan juga nilai tawarnya dipaksa untuk dinaikkan sedemikian rupa melalui pencitraan luar biasa. Digadang-gadang untuk menjadi pemimpin masa depan, tapi sebenarnya miskin pengalaman. Puan Maharani tidak seperti itu. Sama sekali bukan tipikal seperti itu.

Tapi apapun, pada akhirnya kita harus mengakui, bahwa Puan Maharani memeras keringat untuk bangsa. Ia bekerja, meski dalam diam. Ini bukan lagi soal titipan atau bukan, tapi ada upaya membunuh karakter secara perlahan, yang dilakukan secara konsisten dari awal.

Bagi para netizen yang suka menegasikan dan nyinyir sedemikan terhadap Puan Maharani, sepertinya mereka perlu piknik, sejenak jalan-jalan untuk menghindari kerusakan akal sehat yang lebih riskan. Atau, cobalah pergunakan kuota internet lebih baik dengan mancari informasi yang lebih tepat dan lebih benar. Kita boleh saja suka atau tidak suka pada seseorang, tapi menjadi waras tetaplah pilihan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun