Mohon tunggu...
Mustafa Layong
Mustafa Layong Mohon Tunggu... Pengacara - Penggiat Pers

Menulis biar ingatan tak tumpah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pengusaha Pangkas Upah Pekerja, Boleh atau Tidak?

3 Juli 2024   15:56 Diperbarui: 5 Juli 2024   16:17 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Halo pembaca yang tetap semangat bekerja, meski badan dan otak sudah lelah ! Setiap keringat dan letih akan menguap dengan sendirinya di akhir bulan. Kala saldo rekening terisi lagi.  Bak es buah di waktu berbuka. Tapi bagaimana jika jumlah transferan staf keuangan kantor kurang dari biasanya? Tentu akan menjadi masalah serius kan? Akan ada revisi total rencana belanja bulanan.

Tentu tidak ada manusia normal yang mau upahnya dipotong apalagi di tengah kondisi ekonomi dan harga yang terus melambung. Tapi ini fakta. Sejak pandemi Covid-19 mengubah kondisi ekonomi global, sejumlah perusahaan terseok-seok keluar dari ancaman kebangkrutan. Banyak strategi dilakukan, dari layoff, merumahkan pekerja, hingga pemangkasan biaya produksi melalui pemotongan upah karyawan.

Apakah boleh pengusaha melakukan pemotongan upah pekerja?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, saya ingin mengulas dua hal penting tentang makna upah bagi pekerja. Pertama upah sebagai hak dasar yang dijamin oleh konstitusi, dan kedua upah merupakan hak prestasi yang wajib dibayar Pengusaha berdasarkan suatu perjanjian kerja (perikatan).

Sebagai Hak Dasar

Upah sebagai hak dasar merupakan amanat UUD 1945 sebagai hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pasal 27 ayat (2) berisi "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan." 

Artinya, setiap pengurangan upah dapat berdampak pada terganggunya sumber penghidupan pekerja. Isi dapur-dapur pekerja akan ikut berkurang karena harus memilah kebutuhan lain yang teramat penting juga. Sebab cicilan rumah, kendaraan, tagihan listrik dan air, dan biaya sekolah anak tidak mau tahu upah pekerja tidak lagi sebenar sebelumnya.

Negara pun sudah membentuk perlindungan bagi pekerja atas upahnya. Untuk menjamin hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, melalui peraturan perundang-undangan ditetapkan upah minimum provinsi dan upah minimum kabupaten kota. Bahkan melalui PP Pengupahan, Pasal 63 ayat (1) mengatur bentuk -- bentuk pemotonga upah yang dapat dilakukan perusahaan hanya untuk keperluan pembayaran denda; ganti rugi; uang muka Upah; sewa rumah dan/atau sewa barang milik Perusahaan yang disewakan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh; utang atau cicilan utang Pekerja/Buruh; dan/atau kelebihan pembayaran Upah.

Upah sebagai Hak Pekerja Berdasarkan Perjanjian Kerja 

Upah merupakan salah satu komponen penting yang diatur dalam perjanjian kerja. Ingat yah, perjanjian merupakan perikatan antara dua pihak atau lebih yang bersifat timbal balik. Sehingga perubahan atas klausul perjanjian harus dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak. Tidak sepihak.

Pada kebanyakan kondisi pemotongan upah dilakukan pengusahaan karena situasi perusahaan yang memburuk. Untuk menghindari adanya PHK maka dilakukan segala upaya untuk menekan biaya yang ditanggung perusahaan. Pasal 151 ayat (1) Cipta Kerja menyatakan bahwa: "Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja." Dalam beberapa kondisi perusahaan menekan biaya produksi dengan merumahkan karyawan atau menerapkan hari kerja bergilir, mengurangi jam kerja atau hari kerja, dan lainnya. Langkah semacam ini mendapat lampu hijau dari Kemenaker melalui Surat Edaran No: SE -- 907/MEN/PHI -- PPHI/X/2004 Tentang Pencegahan Pemutusan Hubungan Kerja Massal (SE Menaker 907/2004).

Pertanyaannya, apakah upah dadpat dipotong atau dikurangi dengan pengurangan adanya pengurangan jam kerja? Jawabannya tidak. Sebab pemotongan upah tetap mensyaratkan adanya kesepakatan pekerja. Sejak pandemi Covid -- 19, terbit surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor: M/3/HK.04/III/2020 Tahun 2020 Tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan COVID-19. Isinya yakni : "Melaksanakan Perlindungan Pengupahan bagi Pekerja/Buruh terkait Pandemi COVID-19: 

... 4. Bagi perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat kebijakan pemerintah di daerah masing-masing guna pencegahan dan penanggulangan COVID-19, sehingga menyebabkan sebagian atau seluruh pekerja/buruhnya tidak masuk kerja, dengan mempertimbangkan kelangsungan usaha maka perubahaan besaran maupun cara pembayaran upah pekerja/buruh dilakukan sesuai dengan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh.

Meski pemerintah membolehkan adanya pemotongan upah bagi pekerja karena kondisi pandemi Covid-19, tapi ada batasan yang tidak boleh dilanggar. Kesepakatan atau kesediaan pekerja. Kesepakatan para pihak merupakan unsur penting dalam suatu perikatan, tidak terkecuali dalam konteks perjanjian kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun