Krisis keuangan sering melanda negara-negara di seluruh dunia, baik negara maju maupun negara berkembang. Fenomena ini juga terjadi di Indonesia dalam beberapa periode terakhir. Krisis keuangan yang paling mempengaruhi Indonesia adalah krisis mata uang tahun 1997-1998. Krisis ini benar-benar menjadi mimpi buruk bagi masyarakat Indonesia karena telah menyebabkan penurunan ekonomi yang tajam. Hal ini terlihat dari ambruknya hampir semua bank di Indonesia, melonjaknya inflasi, dan devaluasi nilai tukar mata uang yang tidak terkendali.
Pandemi Covid-19 yang muncul kemarin di penghujung tahun 2019 menjadi fenomena baru yang mengguncang seluruh dunia, termasuk Indonesia. Semua sektor industri ekonomi nasional lumpuh dan semua kegiatan komunal terhambat. Namun, beberapa sektor telah membuat perkembangan positif dalam menanggapi ancaman Covid-19, Salah satunya adalah perbankan syariah. Perbankan syariah adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan perbankan syariah dan bidang usaha syariah yang mempunyai fungsi menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi serta menyalurkan dana tersebut kepada pihak yang membutuhkan. Bank syariah bertindak sebagai perantara antara investor di bank investasi dan menyalurkan dana tersebut kepada pihak lain yang membutuhkan dana.
Menurut penelitian Menkeu dan beberapa pakar ekonomi syariah, sektor perbankan syariah memiliki daya tahan yang tinggi sehingga dapat bertahan dari krisis pandemi. Hal ini dibuktikan dengan pesatnya perkembangan dan pertumbuhan ekonomi syariah yang aktif berkembang dibandingkan dengan bank tradisional.
Setidaknya ada beberapa faktor yang membuat perbankan syariah mampu bertahan dan mampu mengelola dampak krisis Covid-19, antara lain:
Pertama, model perbankan syariah mengadopsi sistem profit and loss sharing dalam kontrak pembiayaan dan alokasi modal. Kinerja sektor perbankan syariah Indonesia terus membukukan pertumbuhan positif selama pandemi karena rezim bagi hasil ini memberikan keleluasaan kepada pemilik dana (shahibul maal) dan bank untuk menyesuaikan diri ketika kondisi tidak menguntungkan.
Menurut statistik perbankan syariah OJK per Mei 2020, perbankan syariah mengalami pertumbuhan pinjaman yang diterima (PYD) sebesar 10,14% (YoY). Dari sisi aset tumbuh sebesar 9,35% (YoY), sedangkan dana pihak ketiga (DPK) juga tumbuh sebesar 9,24% (YoY). Pangsa aset syariah perbankan syariah mencapai 6,05% per Mei 2020, lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sebelum pandemi Covid-19 menyebar ke perekonomian Indonesia. Hal ini kontras dengan apa yang terjadi di perbankan tradisional, Per Mei 2020, pertumbuhan kredit hanya 3,04% (year-on-year), dan DPK 8,87% (year-on-year), sedikit meningkat dan turun dari tahun sebelumnya.
Dengan demikian, penerapan sistem profit loss and sharing membuat bank syariah satu tingkat lebih kuat dari bank konvensional karena potensi risikonya tidak ditanggung oleh nasabah sendiri. Selain itu, hampir semua nasabah terkena dampak langsung dari keterpurukan perekonomian Indonesia, sedangkan nasabah perbankan syariah akan lebih tenang, aman, dan paham akan keuntungan yang akan didapat.
Kedua, bank syariah dinilai mampu bertahan karena bisnis yang dijalankannya menyesuaikan dengan berbagai situasi dan kondisi. Perbankan syariah sebagai salah satu layanan keuangan syariah merupakan industri yang semakin diminati oleh masyarakat, khususnya kaum milenial. Generasi ini mengadopsi gaya hidup yang seimbang antara kehidupan ini dan kehidupan selanjutnya. Peminat perbankan syariah tidak terbatas pada umat Islam, bahkan non-Muslim pun tertarik dengan sistem yang diterapkan oleh bank syariah.
Menurut World Population Review, Indonesia memiliki penduduk muslim terbesar di dunia, terbukti dengan jumlah pemeluk agama Islam mencapai 86,7% dari total penduduk sekitar 276.361.783 jiwa pada tahun 2021. Dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM) tersebut, Indonesia memiliki potensi pangsa pasar yang sangat besar dalam pengembangan perbankan dan keuangan syariah. Perbankan syariah semakin hadir di dunia, senantiasa memperbaiki dan menyesuaikan sistemnya dengan perkembangan teknologi digital. Beberapa langkah telah dilakukan, seperti pembelian BPR syariah oleh Fintech Syariah dan kerja sama pembayaran digital dengan jaringan ritel internasional.
Ketiga, perbankan syariah didasarkan pada prinsip transparansi dan keadilan. Prinsip keterbukaan adalah Publisitas pengungkapan dan informasi terkait serta keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan. Sementara itu, asas keadilan adalah mewujudkan hak-hak pemangku kepentingan secara adil dan setara sesuai dengan kesepakatan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mekanisme yang transparan dan adil dalam perbankan syariah menjadi penting karena deposan dengan sistem akad mudharabah akan menghadapi risiko bagi hasil yang lebih tinggi. Lembaga keuangan syariah diharuskan untuk mengungkapkan informasi tentang kebijakan, prosedur desain produk, jenis produk, dasar pembagian keuntungan dan risiko, dan tata kelola Syariah.
Dampak Covid-19 telah mempengaruhi semua sektor ekonomi dan bisnis, termasuk keuangan. Hal ini terjadi di semua negara, termasuk Indonesia. Ekonomi berkontraksi sebesar 2,07% pada tahun 2020. Sedangkan pada triwulan I 2021, pertumbuhan masih negatif di angka 0,74%..
Di tengah pandemi Covid-19 saat ini, Kepala Eksekutif Pengawas Bank Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana mengatakan kondisi perbankan tanah air saat ini stabil. "Industri perbankan kita siap menghadapi berbagai krisis dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Peran OJK, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan LPS tidak bisa dipisahkan dari itu," kata Heru dalam diskusi yang dimoderatori oleh CEO Tempo Digital Wahyu Dhyatmika.
Heru menambahkan, peran industri perbankan di masa pandemi sangat luar biasa. Didorong oleh POJK Nomor 11/POJK.03/2020 dan POJK Nomor 48/POJK.03/2020 tentang stimulus perekonomian nasional, perbankan sejauh ini menggelontorkan hampir Rs 1.000 crore untuk restrukturisasi atau pembiayaan kredit.
Dalam perbankan syariah, semua nasabah diperlakukan sama untuk menggunakan haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tentunya berpedoman pada hukum syariah. Klien dalam perbankan syariah adalah mitra yang saling bertanggung jawab atas segala kemungkinan kedepannya, agar kepercayaan antara bank dengan nasabah semakin erat.
Maka, melihat kondisi negara yang masih dilanda pandemi Covid-19, bahkan saat ini sudah memasuki tahap ketiga pembangunan, sektor perbankan syariah diharapkan dapat menjadi penopang peningkatan perekonomian Indonesia pasca Covid-19. Berkinerja baik di masa sulit ini tentu menjadi peluang bagus untuk memperkuat pangsa pasar perbankan syariah. Selain itu, nasabah yang merupakan pelaku perbankan syariah diharapkan lebih berhati-hati dalam menentukan strategi di masa pandemi Covid-19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H