Jika dibandingkan dengan aturan beracara pada Tribunal Internasional, seperti pada aturan mengenai prosedur dan bukti-bukti untuk tribunal Yugoslavia, penggunaan KUHAP sebagai hukum acara untuk pengadilan HAM di Indonesia belumlah memadai.
Hal yang selayaknya diatur lebih rinci dan terdapat dalam UU adalah bagaimana memperlakukan saksi di pengadilan, sehingga dia benar-benar terlindungi keselamatannya serta bagaimana memperlakukan keterangan saksi yang tidak bisa hadir di pengadilan.
Dalam aturan tribunal internasional hal-hal seperti itu diatur sangat rinci, misalnya bagaimana keterangan saksi bisa tetap diperoleh meski saksi secara fisik tidak hadir di pengadilan, yaitu dengan hanya menghadirkan suara saksi di pengadilan atau melalui video conference.
Untuk melindungi saksi ini, bila perlu juga persidangan dilakukan secara tertutup yang dalam KUHAP pasal 153 ayat (3) persidangan tertutup itu hanya untuk perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.
Hampir 20 tahun tema itu memantik diskusi di kalangan hukum.
Walaupun perkembangan teknologi dan kemajuan iptek yang begitu pesat, namun diskusi dikalangan hukum belum beranjak dari pemikiran 20 tahun yang lalu membuat saya kemudian berfikir. Alangkah ketertinggalannya pemikiran kita.
Lalu. Apa yang bisa disumbangkan kepada pemikiran di zaman sekarang.
Lha, wong, pemikiran masih tertinggal dan terjebak dalam diskusi ditempat yang sama. Selama 20 tahun lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H