Beberapa waktu yang lalu, ketika pandemik corona menimpa Indonesia, dunia hukum juga mengalami revolusi.
Persidangan yang semula dilakukan secara biasa dan konvensional mengalami perubahan. Mahkamah Agung (MA) menerbitkan aturan terkait administrasi. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2020.
Dunia hukum kemudian mengalami revolusi total. Persidangan yang semula dilakukan secara biasa dan konvensional mengalami perubahan.
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2020 kemudian membuka ruang untuk dilakukan persidangan secara daring dan online.
Tema persidangan secara daring dan online mengingatkan tulisan "Teleconference dan Pemeriksaan saksi di Pengadilan", Â tanggal 5 Juli 2002.
Sehingga tidak salah kemudian, mengingatkan tema Teleconference dan Pemeriksaan saksi di Pengadilan", Â tanggal 5 Juli 2002 maka pada kali, judul diberikan "Teleconference dan Pemeriksaan saksi di Pengadilan (2)"
Tema "Teleconference" belum begitu familiar dikalangan praktisi hukum. Tema ini juga mampu mengernyitkan dahi para praktisi hukum yang sudah terbiasa dengan persidangan biasa dan konvensional.
Sebenarnya, tanpa datangnya pandemik corona menimpa Indonesia, MA telah menetapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2018 (Perma No. 3 Tahun 2018). Perma No. 3 Tahun 2018 mengatur tentang administrasi Perkara secara elektronik di Pengadilan.
Selama 2 tahun setelah ditetapkan Perma No. 3 Tahun 2018, berbagai sosialisasi terus dilakukan. Entah berapa kali, saya menghadiri sosialisasi Perma No. 3 Tahun 2018.
Namun Perma No. 3 Tahun 2018 kemudian banyak dibaca sebagai perkara yang berkaitan dengan Perdata. Sehingga belum membuka ruang untuk persidangan diluar perdata.
Selain itu Perma hanya mengatur Administrasi Perkara di Pengadilan. Menggunakan fasilitas e-mail. Sehingga fasilitas electronik adalah kelumrahan sejak 2018.