Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pertengkaran Kecil di Minggu Pagi

9 September 2018   16:01 Diperbarui: 9 September 2018   16:27 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Begitu juga dengan anak. Perkaranya lebih cepat sepertiga dari waktu pada perkara umum, didampingi orangtua maupun psikolog dan petugas dari negara, sidang yang tertutup untuk umum. Bahkan seluruh penegak hukum tidak dibenarkan menggunakan toga. Hanya menggunakan pakaian yang sopan dipengadilan.

Sedangkan untuk Masyarakat Adat maka harus diakui termasuk hak-hak tradisionalnya.

Begitu juga yang dilakukan Jokowi. Konsentrasi untuk mengejar daerah-daerah tertinggal dalam infrastruktur kemudian dikebut selama 4 tahun terakhir ini. Jokowi tidak peduli apakah "suaranya" cuma sedikit untuk berkaitan dengan politik. Jokowi adalah tipikal "orang tua" yang baik untuk memperhatikan "masyarakat minoritas" yang abai dalam pembangunan.

Mau dimana nurani apabila masih mendengarkan suara-suara di timur yang tidak ada listrik, harga BBM yang tinggi, semen yang menjulang tinggi. Bukankah begitu memang tugas dari negara ? Membangun dari ujung barat dengan ujung Timur Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke. Dari Miangas sampai ke Pulau Rote.

Mendengarkan dan melindungi minoritas adalah hakekat kemanusiaan. Ada yang menyebutkan "toleransi'. Namun saya lebih suka menyebutkan Fitrah sebagai manusia. Dan bersifat universal.

Bukan keseimbangan antara minoritas dengan mayoritas adalah seni kehidupan. Bukankah "akurnya" yang tua dengan yang muda dunia menjadi indah. Bukankah seloko Jambi menyebutkan "Elok negeri dek yang tuo. Ramai negeri dek yang mudo".

Akur khan.

Setelah pulang memakan lontong diluar, sang bungsu malah sibuk dengan mainannya. Bahkan memberikan remote TV sembari kemudian meninggalkan sang istriku.

Ah. Pertengkaran kecil minggu pagi kemudian mengajarkan. Konflik selalu ada. Namun konflik harus dikelola untuk dapat diselesaikan.

Besok-besok harus rapat besar nih. Sambil mengatur jam menonton untuk si bungsu. Dan jam menonton si bungsu harus mengalah.

Akupun meneruskan membaca buku sembari mendengarkan raungan gitar. Dari Pemusik BB King.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun