Lha. Aku ?
He.. he.. He. Sebagai Kepala Keluarga (hasil kesepakatan ya. Bukan diskriminasi), aku harus mengatur irama. Agar mayoritas tidak boleh menindas minoritas. Aku harus memperhatikan agar minoritas bisa bersuara.
Selain itu aku juga harus menghindarkan "bujukan" atau "rayuan" dari istri untuk memihaknya. Itu harus kuhindarkan. Agar sang minoritas tidak terkesan.
Aku juga harus memastikan agar istriku tidak menggunakan "kekuasaan" mayoritas untuk "petantang-petenteng' menunjukkan kuasanya. Menunjukkan kekuasaan dengan mengancam, meneror kepada minoritas. Bahkan aku juga harus memastikan agar yang "lebih berkuasa" tidak boleh menerakkan "suara keras" terhadap minoritas.
Begitu juga terhadap sang bungsu. Aku membujuk agar dia tidak menggunakan caranya. Entah dengan Ngambek, ngamuk atau uring-uringan akan bisa dilakukan. Sebagai bentuk protes terhadap "ketidakadilan".
Suasana rumah bisa heboh. Sang bungsu bisa lari ke kamar. Atau bisa saja diajak ngomong namun enggan melayani.
Demikianlah kita dalam kehidupan social. Suara minoritas harus didengarkan. Bahkan dalam berbagai kesempatan, suara-suara anak muda lebih didengarkan dalam rapat-rapat RT. Karena merekalah sebagai "kepak rambai hululabang", atau "kermit'. Mengangkat yang berat. Menjemput yang tinggal.
Bahkan Majelis Hakim sebelum memutuskan didalam rapat permusyawaratan Hakim" selalu mendengarkan pendapat dari Hakim yang paling muda. Barulah kemudian disusul hakim selanjutnya. Kemudian Ketua Majelis diberikan kesempatan terakhir memberikan pandangannya.
Dalam lapangan HAM kemudian dikenal kelompok minoritas dan kelompok rentan. Seperti disable, perempuan, anak dan Masyarakat adat kemudian mendapatkan "keistimewaan" yang dikenal sebagai Hak kemudahan dan perlakuan khusus (affirmative  action).
Didalam disable, affirmative  action dalam fasilitas public ditandai dengan fasilitas khusus. Entah dengan lift khusus, jalan yang visible ditempuh. Belum lagi bahan bacaan yang memuat aksara braile. Bahkan dalam urusan "boarding", diutamakan dan didahulukan menaiki pesawat.
Sedangkan perempuan kemudian berhak untuk menikmati cuti haid, cuti melahirkan termasuk juga ruangan untuk menyusui.