Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pertengkaran Kecil di Minggu Pagi

9 September 2018   16:01 Diperbarui: 9 September 2018   16:27 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Lha. Aku ?

He.. he.. He. Sebagai Kepala Keluarga (hasil kesepakatan ya. Bukan diskriminasi), aku harus mengatur irama. Agar mayoritas tidak boleh menindas minoritas. Aku harus memperhatikan agar minoritas bisa bersuara.

Selain itu aku juga harus menghindarkan "bujukan" atau "rayuan" dari istri untuk memihaknya. Itu harus kuhindarkan. Agar sang minoritas tidak terkesan.

Aku juga harus memastikan agar istriku tidak menggunakan "kekuasaan" mayoritas untuk "petantang-petenteng' menunjukkan kuasanya. Menunjukkan kekuasaan dengan mengancam, meneror kepada minoritas. Bahkan aku juga harus memastikan agar yang "lebih berkuasa" tidak boleh menerakkan "suara keras" terhadap minoritas.

Begitu juga terhadap sang bungsu. Aku membujuk agar dia tidak menggunakan caranya. Entah dengan Ngambek, ngamuk atau uring-uringan akan bisa dilakukan. Sebagai bentuk protes terhadap "ketidakadilan".

Suasana rumah bisa heboh. Sang bungsu bisa lari ke kamar. Atau bisa saja diajak ngomong namun enggan melayani.

Demikianlah kita dalam kehidupan social. Suara minoritas harus didengarkan. Bahkan dalam berbagai kesempatan, suara-suara anak muda lebih didengarkan dalam rapat-rapat RT. Karena merekalah sebagai "kepak rambai hululabang", atau "kermit'. Mengangkat yang berat. Menjemput yang tinggal.

Bahkan Majelis Hakim sebelum memutuskan didalam rapat permusyawaratan Hakim" selalu mendengarkan pendapat dari Hakim yang paling muda. Barulah kemudian disusul hakim selanjutnya. Kemudian Ketua Majelis diberikan kesempatan terakhir memberikan pandangannya.

Dalam lapangan HAM kemudian dikenal kelompok minoritas dan kelompok rentan. Seperti disable, perempuan, anak dan Masyarakat adat kemudian mendapatkan "keistimewaan" yang dikenal sebagai Hak kemudahan dan perlakuan khusus (affirmative  action).

Didalam disable, affirmative  action dalam fasilitas public ditandai dengan fasilitas khusus. Entah dengan lift khusus, jalan yang visible ditempuh. Belum lagi bahan bacaan yang memuat aksara braile. Bahkan dalam urusan "boarding", diutamakan dan didahulukan menaiki pesawat.

Sedangkan perempuan kemudian berhak untuk menikmati cuti haid, cuti melahirkan termasuk juga ruangan untuk menyusui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun