Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Wewey Wita dan Bukti Prestasinya dalam Pencak Silat

1 September 2018   10:39 Diperbarui: 1 September 2018   12:38 1716
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca kisah peraih Emas ke 30 di Asian Games membuat menitik air mata. Tidak terasa rasa haru menggumpal didada. Tenggelam dari riuh gemerlap sorak sorai penonton menyambut gembira. Melengkapi kisah perjalanan panjang.

Dengan judul "Pencak Silat Memeluk Semua Yang Mencintainya", "Yeo Meng Tong" menggambarkan kondisi social yang dialaminya. Nama yang menggambarkan Tionghoa dengan alasan social kemudian "diperbaiki" Wewey Wita.

Wewey Wita adalah gambaran triple minoritas. Perempuan, Tionghoa dan non muslim. Sebuah Stereotip dan kenyataan social yang marak terjadi. Melengkap cerita tentang Meilina dan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Ditambah menekuni olahraga pencak silat yang digambarkan "milik Melayu" dengan kulit coklat.

Sebagai kelompok minoritas mengalami berbagai bentuk diskriminasi, kondisi social membuat Wewey Wita "pintar" menyesuaikan diri. Tenggelam dengan latihan panjang menjelang kejuaraan.

Kelompok yang mengalami "tempat penghinaan', "tempat mencaci maki", "mempersoalkan ekonomi". Bahkan berbagai tindakan rasial yang jauh dari esensi makna bangsa bermartabat.

Lihatlah. Berbagai ujaran kebencian disampaikan pada suara-suara demonstrasi. Dalam berbagai materi agama. Bahkan dalam mimbar-mimbar ilmiah.

Ujaran kebencian kemudian diwujudkan dalam ranah politik. Tema tentang "pribumi', "putra daerah" adalah gambaran politik yang mundur sebelum tahun 1908.

Namun Wewey Wita kemudian membuka mata. Wewey Wita menggambarkan kenyataan social. Wewey Wita menggeluti Pencak Silat sebagai "mascot" olahraga Indonesia.

Wewey Wita menghentak. Membongkar nurani. Mempertanyakan Keindonesiaan. Menggugat ketidakadilan dengan wujud medali emas. Wewey Wita tidak cengeng. Wewey Wita melawan dengan bukti prestasi.

Dengan Pencak Silat, Wewey Wita kemudian mengembalikan makna filosofi olahraga. Tidak ada sekat-sekat social. Tidak ada lagi sekat dengan alasan warna kulit.

Dengan tagline "memeluk", Wewey Wita mengembalikan hakekat olahraga. Mengembalikan makna tentang sportifitas. Membangun kesadaran tentang Keindonesian melalui olahraga.

Wewey Wita menyadarkan tentang "makna" memeluk. Mengembalikan sifat Pencak Silat itu sendiri. Sebagai wadah untuk bergandengan tangan.

Tagline "memeluk" adalah gugatan sekaligus ajakan akan makna bangsa berdaulat. Bangsa bermartabat. Bangsa yang menjunjung keberagaman. Dan menempatkan satu dengan lain tanpa perbedaan disebabkan warna kulit, asal-usul, agama dan suku bangsa.

Sekali lagi "wajah kita tertampar". Mengembalikan ingatan kolektif tentang berbangsa-bernegara.

Dan, mari kita sambut pelukan dari Wewey Wita. Sebagai satu bangsa. Bangsa Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun