Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pertanggungjawaban Pidana Vaksin Palsu

18 Juli 2016   00:47 Diperbarui: 18 Juli 2016   01:20 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan Dinas Kesehatan dapat diminta pertanggungjawaban terhadap 14 rumah sakit dan 8 bidan/klinik di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.  

Selain itu, maka harus juga dilihat rangkaian panjang, mengapa 14 RS dan 8 bidan/klinik telah menerima “vaksin palsu”.

Didalam pasal 196 UU Kesehatan disebutkan “setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standard dan/atau persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Melihat pasal 196 UU Kesehatan, maka terhadap Pimpinan RS ataupun pimpinan bidan/klinik yang telah menerima vaksin palsu “harus dimintakan pertanggungjawaban” mengapa menerima “vaksin palsu”. Pimpinan RS ataupun pimpinan bidan/klinik adalah orang dianggap sebagai dader (pelaku utama) dalam “mengedarkan” vaksin palsu.

Bahkan pimpinan RS swasta dan pimpinan bidan/klinik harus dimintakan pertanggungjawaban korporasi sebagaimana diatur didalam 201 UU Kesehatan. Selain ancaman pidana diperberat juga pertanggungjawaban korporasi juga dimintakan sanksi denda. Bahkan RS Swasta dan pimpinan bidan/klinik dapat dilakukan Pencabutan izin usaha; dan/atauPencabutan status badan hukum

Dengan melihat rangkaian, maka seluruh pimpinan 14 RS dan 8 pimpinan bidan/klinik dapat dikualifikasikan sebagai “dader” atau pelaku utama dan dapat dimintakan pertanggungjawaban.

Tinggal di tingkat penyidikan, maka ditentukan apakah rangkaian yang dilakukan merupakan “kesalahan (dolus) ataupun semata-mata karena kelalaian (culva)sebagaimana disampaikan oleh Menteri Kesehatan didalam Rapat Dengar Pendapat di Komisi IX DPR tanggal 14 Juli 2016.

Selain Pimpinan RS dan pimpinan Bidan/klinik, maka terhadap “orang yang menyediakan” baik yang memproduksi, mengedarkan yang tidak memiliki izin edar” juga diminta pertanggungjawaban. Pasal 197 UU Kesehatan telah menyebutkan “setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).Sedangkan pasal 198 UU Kesehatan menyebutkan “setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Dari ranah, ini penyidik akan mudah dan dapat menetapkan para “pengedar, produsen” sebagai pelaku utama (dader).

Penegakkan hukum terhadap pelaku dalam kasus “vaksin palsu” harus tegas. Selain “memberikan hukuman terhadap orang yang bertanggungjawab” juga memberikan “kepastian kepada masyarakat” yang menjadi korban dari “salah urus” di bidang kesehatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun