Menguasai teknik hock” memang diperlukan Insting yang luar biasa, stamina yang kuat dan tentu saja detail kekuatan lawan. Kekuatan Ahok menghitung lawan cukup cermat diperhatikan oleh AHok. Seperti “menghock” penguasa Tanah Abang, berhadapan dengan mahasiswa, meladeni supir metromini membuat lawan-lawannya harus “berhitung’ ulang berhadapan dengan Ahok.
Teknik ini memang “dikuasai” Ahok. Hampir setiap detail kekuatan dan kelemahan lawan dipelajarinya. Sehingga argumentasi Ahok sering ‘hock” dan langsung ke ulu hati lawan. Lawan tidak berkutik ketika berargumentasi berhadapan dengan Ahok yang menguasai data-data.
Berbeda dengan Ahok. Jokowi menggunakan nilai “kerukunan”, “sopan santun”, “tepa salira”, “tidak grusa grusu” maka gaya dan cara Jokowi berpolitik sering disampaikan dalam dunia pewayangan. “negara ingkang panjang punjung pasir wukir gemah ripah loh jinawi tata tenteram tur rajaharja”. Negara yang terkenal, banyak dibicarakan orang, tinggi marbabatnya, luhur budinya dan amat berwibawa. Jokowi menyelesaikan masalah tanpa “mempermalukan” .
Teknik ini lebih juga sering diperagakan jujitsu lebih “mementingkan insting, kelenturan badan, membaca serangan lawan dan tentu saja “mengggunakan kekuatan lawan” justru melumpuhkan lawan. Teknik ini memerlukan waktu yang cukup lama menguasainya. Sehingga hampir praktis, di kalangan para pendekar persilatan, teknik ini berhasil dikuasai justru ketika usia sudah matang, tenang, stabil emosi dan mempunyai bathin yang suci.
Dengan demikian, apabila jurus dan teknik dipergunakan tidak tepat untuk lawan, teknik itu menjadi tidak berguna. Ya. menggunakan pukulan hock, namun lawan mempunyai stamina yang kuat. Kemudian menggunakan teknik jujitsu. Tapi serangan lawan tidak bisa dibaca. Kelenturan badan lawan mudah ditangkis.
Mari kita tunggu adegan dan jurus-jurus yang akan diperagakan oleh KPK.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H