Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Ada Apa dengan Ahli Hukum

10 Maret 2015   14:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:52 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelum menguraikan pasal-pasal yang sering “dicomot” sesuka hati, persoalan selanjutnya disebabkan karena lulusan ilmu hukum banyak “terjebak” dengan nilai-nilai keadilan. Entah memang tidak mengetahuai atau memang “sengaja” menutupi kenyataan, penggunaan pasal-pasal merupakan “proteksi” dari perdebatan yang “dianggap” berseberangan.

Lihatlah. Bagaimana putusan Praperadilan yang “masuk” wilayah teknis projudicia yang cuma diperiksa 1 orang dan waktu cuma satu minggu.

Namun bukan hanya putusan praperadilan yang menarik perhatian penulis. Dukungan dari ahli hukum terhadap putusan praperadilan yang memantik diskusi.

Dengan menggunakan asas kepastian hukum (rechtssicherheit), ahli hukum justru melupakan sisi lain dari keadilan. Yaitu Kemanfaatan Hukum (zweckmassigkeit). Padahal Gustav Radbruck memberikan “ingatan” tentang tujuan hukum yaitu keadilan (gerechtigkeit), kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassigkeit).

MK sendiri merumuskan makna keadilan yang didasarkan pada nilai-nilai yang lahir dari sumber-sumber hukum yang responsif sesuai hati nurani.

Sehingga tidak salah kemudian putusan praperadilan dimaknai “membela kepentingan atau kebaikan sebagian golongan tertentu. Bukan kepentingan bersama/Common good.

Konsistensi

Saya kemudian kesulitan memahami bagaimana alasan menggunakan satu asas namun disisi lain mengelimir asas yang disebutkan.

Dalam sebuah perdebatan di televisi, putusan praperadilan dianggap sebagai “penemuan hukum (rechtvinding). Dengan menggunakan “asas penemuan hukum”, maka tradisi kepastian hukum (rechtssicherheit) telah ditinggalkan. Namun ketika menguraikan panjang lebar tentang jabatan Komjen Budi Gunawan, ahli kemudian malah menyetujui dan kembali dengan pemahaman sempit kepastian hukum ( rechtssicherheit).

Saya kemudian tersentak. Mengapa mudah sekali melompat dan menari-nari dari satu asas ke asas lain. Itu membuat saya yakin, konsistensi menggunakan asas merupakan pondasi dihormatinya hukum.

Terlepas dari berbagai polemik dan isu hukum yang menghinggapi pembicaraan akhir-akhir ini, dibutuhkan keteladanan dari praktisi hukum untuk menjelaskan persoalan hukum dengan jernih. Keteladanan selain merupakan citra dari penegakkan hukum juga berdampak terhadap serapan informasi yang diterima masyarakat. Tanpa menyebutkan siapa saja yang diingat publik, ahli hukum yang sering tidak konsisten, saya termasuk orang yang suka memindahkan channel televisi, ketika seorang ahli berbicara di televisi. Entah memang sudah “gregetan' dengan pendapatnya yang sulit diterima akal (common sense), rasa tidak peduli dengna etika, sering menyerobot pembicaraan, mengulang-ulangi hal yang membosan. Termasuk dengan gaya yang bikin “eneg”.

Dan saya yakin, contoh yang buruk mempengaruhi terhadap perdebatan hukum di ranah publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun