Bagaimana dengan perintah tertulis dari atasannya. Kapan dimulai perintah dari atasan kepada penyidik ? Apakah dimulai dari tahap pengumpulan data atau pada tingkat penyidikan ?
Penyadapan
Mengenai penyadapan percakapan telepon hanya bisa dilakukan terhadap tindak pidana serius serta harus mendapat surat izin dari hakim pemeriksa pendahuluan.
Penyadapan hanya dimungkinkan terhadap 20 tindak pidana serius yang secara limitatif diatur dalam Rancangan Undang-undang KUHAP. Kedua puluh tindak pidana yang dikecualikan adalah (1) tindak pidana terhadap keamanan negara; (2) pidana perampasan kemerdekaan/penculikan; (3) pencurian dengan kekerasan; (4) pemerasan; (5) pengancaman; (6) perdagangan orang (7) penyelundupan (8) korupsi; (9) pencucian uang; (10) pemalsuan uang (11) keimigrasian (12) pidana mengenai bahan peledak dan senjata api (13) terorisme (14) pelanggaran berat HAM (15) psikotropika dan narkotika (16) pemerkosaan; (17) pembunuhan; (18) penambangan tanpa izin (19) penangkapan ikan tanpa izin dan (20) pembalakan liar.
Proses penyadapan yang diatur dalam pasal 83 KUHAP mengharuskan penyidik mendapat perintah tertulis dari atasan penyidik setelah mendapat izin dari Hakim Pemeriksa Pendahuluan. Selanjutnya, penuntut umum menghadap kepada Hakim Pemeriksa Pendahuluan bersama dengan penyidik menyampaikan permohonan tertulis kepada Hakim Pemeriksa Pendahuluan dengan menyertai alasan dilakukan penyadapan. Hakim Pemeriksa Pendahuluan kemudian mengeluarkan penetapan izin penyadapan selama 30 hari dan bisa diperpanjang paling lama 30 hari lagi.
Hakim Pemeriksan Pendahuluan mirip dengan hakim praperadilan selama ini namun RUU KUHAP mengatur Hakim Pemeriksa Pendahuluan tidak menangani perkara biasa di pengadilan.
Dengan demikian, KPK dalam mengungkap kasus korupsi melalui penyadapan pun tak terkecuali harus mendapatkan izin dari hakim pemeriksa pendahuluan.
Mekanisme ini mengingatkan kita dalam sistem hukum yang sering diperlihatkan dalam film-film holywood. Sebuah perbandingan yang tidak equal. Selain karena memang sistem hukum kita yang tidak sama (Indonesia menganut sistem Eropa kontinental. Berbeda dengan Amerika Serika yang menganut sistem hukum Anglo Saxon).
Belum lagi sistem hukum kita belum berjalan dengan baik. Berbagai contoh yang diperlihatkan KPK membuktikan hampir seluruh perangkat aparat penegak hukum justru menjadi bagian kejahatan korupsi itu sendiri.
Dengan demikian, maka apabila mekanisme ini ditempuh, selain akan mampu melindungi “para koruptor” yang “bermain” dalam sistem hukum yang diciptakan, mekanisme ini akan sulit mengungkapkan berbagai praktek-praktek koruptor.
Padahal dengan memberikan kewenangan penyadapan kepada KPK, kita mudah melihat bagaimana pola kejahatan yang direncanakan. Berbagai tangkapan besar KPK “dimulai” dari “penyadapan”. Penulis tidak bisa membayangkan bagaimana pola kejahatan bisa dibongkar apabila “penyadapan” harus mengikuti mekanisme KUHAP disahkan.