Sang Raja tidak mengenalnya. Dia anak tukang kayu. Badannya kecil. Kurus, Kulitnya hitam terbakar matahari. Langkahnya cepat. Larinya kencang.
Dia sering “dilihat” dipasar. Datang tanpa berita. Pulang tanpa kabar. Sering hilang di kerumanan pasar. Namun mudah ditemui di gelanggang keramaian. Tidak mempunyai punggawa. Tapi orang berbaris di belakangnya.
Kesaktiannya 'sudah diuji”. Sering berkelahi di gelanggang. Sering menang di keramaian.
Sang Raja “bergembira'. Dikirimkan utusan agar “anak tukang kayu” bersedia menemui Sang Raja.
Tapi apa daya. Utusan yang dikirim tidak mau ditemui “si Anak tukang kayu”. Dia tidak hirau panggilan Sang Raja. Dia lebih suka di gelanggang keramaian daripada datang ke istana.
Hati Sang Raja “kecewa'. Hati sang Raja terluka.
Hati Sang Raja semakin masyul. Raja harus memilih “Putra bangsawan” atau si anak tukang kayu.
Dengan terpaksa Sang Raja kemudian “memilih” Putra bangsawan. Sang Raja harus mengamankan kerajaan. Sang Raja harus memikirkan kelangsungan kerajaan.
Namun rakyat di alun-alun tidak terima dengan keputusan Sang Raja. Rakyat meminta agar dilakukan “sayembara” yang dilangsungkan di alun-alun.
Sang Raja tidak berdaya. Akhirnya Sang Raja mengikuti “kehendak” rakyat di alun-alun.
Maka diadakan sayembara. Ditentukan waktu sayembara.