Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Logika Pilpres 2014

30 Juni 2014   21:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:07 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Saya terus menerus tertawa ngakak sambil tidak habis mengerti dan geleng kepala.

Di otak sang pengancam sudah tidak rasional lagi.

Dunia sudah berubah. Tidak ada lagi komunisme yang bisa kita perdebatkan lagi. China sudah menjadi pasar terbuka, Sovyet sudah terbuka, Kuba sudah ekspor dan menjadi negara kapitalis kecil.

Apakah bacaan komunisme itu cuma sekedar melihat tontotan G 30 S/PKI atau cuma diajarkan di berbagai literatur sempit. Komunisme cuma jadi mimpi di otak kaum peninggalan orde baru.

Dunia sudah terbuka. Komunisme sudah gagal dan ketinggalan dari issu global.

Issu ini sengaja dikemas agar “status quo” diperlukan di alam pemikiran yang terus menerus dikembangkan.

Argumentum ad ignorantica.

Argumentasi ini dibangun karena “ketidaktahuan” dari lawan argumentasi. Selain itu juga bertujuan untuk melindungi argumentasi yang telah disampaikan

Masih ingat ketika tuduhan serius terhadap penggunaan atribut yang dikenakan yang dikaitkan dengna kejahatan kemanusiaan terbesar abad XXI dalam perang dunia kedua.

Semula masih perdebatan yang sepele. Sang Artis malah menuduh para aktris sebagai iri dengna kemapanan. Namun pelan dengna pasti, malah dikatakan sebagai fashion dan dianggap sebagai ide orisinal.

Penulis semula masih menganggap bahwa argumentasi yang dikeluarkan semata-mata “karena tidak mengetahui” atau memang “ahistoris”. Namun ketika desakan terus menerus di berbagai kalangan, eh, argumentasi yang disampaikan malah berpotensi “melindungi' kejahatan sesungguhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun