Mohon tunggu...
Musri Nauli
Musri Nauli Mohon Tunggu... Administrasi - Media Ekspresi untuk melihat problema hukum, gejala-gejala sosial dan alam kosmologi Rakyat Indonesia

Saya mencatat peristiwa disekitar saya yang sering diperlakukan tidak adil. Dari kegelisahan saya, saya bisa bersuara. Saya yakin, apa yang bisa saya sampaikan, akan bermakna suatu hari nanti.\r\nLihat kegelisahan saya www.musri-nauli.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Cara Membaca Putusan Praperadilan

14 Februari 2015   22:00 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:11 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hiruk pikuk politik pengangkatan Calon Kapolri Komjen Budi Gunawan (BG) merembet ke dunia hukum. Penetapan tersangka korupsi oleh KPK kemudian mendorong keinginan BG untuk mempersoalkannya di Pengadilan. Mekanisme yang ditempuh adalah Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Persoalan mulai muncul. Sebagian kalangan “mempersoalkan” mekanisme yang ditempuh oleh BG melalui Praperadilan. Menggunakan tafsiran gramatical (letterlijk), penetapan tersangka tidak termasuk kedalam wewenang praperadilan sebagaimana diatur didalam pasal 77 KUHAP. Namun sebagian kalangan menganggap mekanisme praperadilan dapat memeriksa “penetapan tersangka” oleh KPK.

Persidangan telah digelar. Persidangan marathon dimulai hari senin hingga jumat kemudian mengakhiri hari senin tanggal 16 Februari 2015 dengan agenda putusan. Kita berharap, putusan praperadilan dapat memberikan pelajaran penting terhadap penegakkan hukum ke depan.

Tanpa mempengaruhi putusan yang diambil oleh Sarpin Rijaldi Hakim praperadilan, marilah kita membaca putusan dengan kepala dingin. Pertanyaannya sederhana. Apakah praperadilan berwenang tentang penetapan tersangka ? Apakah KPK sudah benar menetapkan tersangka ?

Permohonan dikabulkan

Permohonan praperadilan dikabulkan dengan alasan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang mengadili perkara praperadilan tentang penetapan tersangka. KPK dianggap tidak melalui proses penyelidikan yang benar menurut hukum. Apalagi kemudian Hakim praperadilan merujuk berbagai putusan praperadilan yang telah menyatakan berwenang mengadili praperadilan tentang penetapan tersangka.

Menggunakan penafsiran terbalik (logical a contrario), maka terbukti alasan setiap tindakan penyidik dapat diperiksa di praperadilan. Sekaligus mengetahui “bukti permulaan yang cukup” didalam menetapkan tersangka.

Justru ini merupakan kesempatan kepada kita akan mempersoalkan setiap penetapan tersangka dan diajukan ke praperadilan. Pengadilan Negeri akan dipenuh persidangan praperadilan dan penyidik akan berhati-hati untuk menetapkan tersangka. Bahkan penyidik akan kerepotan disamping mempersiapkan berkas perkara juga meladeni pihak di praperadilan.

Dengan melihat putusan ini, maka sudah dipastikan akan menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Sebagian kalangan akan mempersoalkan profesionalisme hakim didalam menafsirkan pasal 77 KUHAP. Dan sudah pasti laporan banyak yang masuk ke Komisi Yudisial.

Permohonan ditolak

Hakim Praperadilan kemudian menolak permohonan praperadilan karena dianggap KPK telah benar menetapkan tersangka BG. Baik proses maupun “bukti permulaan yang cukup”.

Apabila putusan ini diambil oleh hakim praperadilan, maka akan menguntungkan berbagai kalangan. Pemohon praperadilan akan “bersorak” karena PN Jaksel telah menerima alasan praperadilan tentang penetapan tersangka. KPK juga bergembira karena kinerja didalam proses dan materi penetapan tersangka sudah benar menurut hukum.

Sedangkan masyarakat juga bergembira. Praperadilan mengakui tentang penetapan tersangka masuk kedalam ranah praperadilan namun KPK tetap terselamatkan dengan menetapkan tersangka BG.

Sehingga kedepan sudah dipastikan, para pencari keadilan akan mempersoalkan penetapan tersangka melalui praperadilan

Namun terhadap putusan praperadilan, sudah pasti ada sebagian kalangan akan tetap mempersoalkan profesionalisme hakim praperadilan. Baik dengan melapor kepada MA maupun kepada KY.

Ancaman terhadap profesioalisme hakim terhadap putusan praperadilan tentang penetapan tersangka sudah banyak diingatkan berbagai kalangan. Baik MA dengan telah memberikan sanksi kepada hakim yang pernah memutuskan praperadilan maupun sikap resmi MA.

Permohonan tidak dapat diterima

Hakim praperadilan menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima tentu saja ditunggu-tunggu oleh KPK.

Alasan permohonan praperadilan disebabkan dua hal. Pertama hakim praperadilan menganggap PN Jaksel tidak berwenang mengadili karena permohonan praperadilan harusnya disampaikan di PN Jakpus. Alasan kedua, wewenang praperadilan tidak termasuk tentang penetapan tersangka.

Apabila hakim praperadilan menyatakan PN Jaksel tidak berwenang mengadili karena seharusnya yang mengadili PN Jakpus. Alasan karena KPK termasuk kedalam Pengadilan Adhock didalam lingkup Pengadilan Jakarta Pusat.

Alasan ini membuktikan, permohonan tidak teliti melihat keberadaan KPK didalam UU KPK. Sekalian membuktikan ketidakjelian permohonan praperadilan yang mengajukan ke PN Jaksel karena hanya melihat domisili KPK termasuk wilayah hukum PN Jaksel.

Ini memberikan “tambahan peluru” kepada pemohon praperadilan. Pemohon praperadilan kemudian bisa mengajukan permohonan kepada PN Jakpus.

Genderang perang belum berhenti.

Sedangkan alasan kedua apabila Permohonan praperadilan tidak dapat diterima dengan alasan permohonan praperadilan tidak berwenang mengadili praperadilan tentang penetapan tersangka.

Apabila hakim memutuskan di putusan akhir tentang tidak berwenang mengadili praperadilan tentang penetapan tersangka maka menimbulkan persoalan di hukum acara pidana. Seharusnya bisa dilakukan ketika jawaban dari KPK selesai dibacakan karena KPK mempersoalkan tidak berwenang praperadilan untuk memeriksa penetapan tersangka. Hakim bisa langsung memutuskan dengan menyatakan tidak berwenang.

Apabila hakim praperadilan menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima tentu saja ditunggu-tunggu oleh KPK. Dan itu yang diharapkan oleh sebagian kalangan agar Pengadilan Negeri tidak memeriksa praperadilan tentang penetapan tersangka.

Terlepas dari apapun putusan, sebelum memutuskan sebaiknya Pengadilan memperhatikan apa yang disampaikan oleh Gustav Radbruck. Gustav memberikan “ingatan” tentang tujuan hukum yaitu keadilan (gerechtigkeit), kepastian hukum (rechtssicherheit) dan kemanfaatan (zweckmassigkeit)

Dalam istilah lain, MK sudah menyampaikan keadilan prosedural (procedural justice) dan keadilan substantif (substantive justice). Keadilan prosedural adalah keadilan yang didasarkan pada ketentuan-ketentuan yang dirumuskan dari peraturan hukum formal. Sedangkan keadilan substantif adalah keadilan yang didasarkan pada nilai-nilai yang lahir dari sumber-sumber hukum yang responsif sesuai hati nurani.

Selain itu juga yang sering diingatkan oleh Aristoteles “Hukum harus membela kepentingan atau kebaikan bersama/Common good)”. Atau disampaikan oleh Hart “hukum sebagai sistem harus adil

Dengan melihat putusan praperadilan BG, kita bisa menggolongkan putusan praperadilan termasuk kedalam kepastian hukum (rechtssicherheit) atau keadilan (gerechtigkeit), atau kemanfaatan (zweckmassigkeit)

Mari kita tunggu putusan praperadilan BG.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun