Mohon tunggu...
Musni Umar
Musni Umar Mohon Tunggu... -

Sociologist and Researcher, Ph.D in Sociology, National University of Malaysia (UKM)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Haji, Idul Adha, Qurban dan Kesalehan Sosial

12 September 2016   05:27 Diperbarui: 12 September 2016   07:25 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini 10 Zulhijjah 1437 H bertepatan 12 September 2016, adalah hari raya Idul Adha yang juga populer dengan sebutan hari raya Qurban, karena setelah melaksanakan salat Idul Adha, dilakukan penyembelihan hewan qurban.  

Hari raya Idul Adha berkaitan erat dengan haji karena pada saat yang sama jutaan umat Islam dari seluruh penjuru dunia tengah melaksanakan ibadah haji.  

Haji adalah rukun Islam kelima yang diwajibkan oleh Allah kepada setiap laki-laki dan perempuan yang beragama Islam yang mampu secara pisik dan materi. Haji diwajibkan bagi yang mampu hanya sekali seumur hidup.

Mereka yang memperoleh haji mabrur, kata Nabi Muhammad SAW “laisa lahu jazaun illal Jannah” (tidak ada balasannya kecuali syurga).  Indikator mereka yang menjadi haji mabrur, sekembali dari melaksanakan ibadah haji, banyak menaburkan kebajikan atau yang popoler dengan istilah amal saleh.   Yang dalam wacana kontemporer disebut kesalehan sosial.

Ibadah haji sangat diminati, sehingga setiap tahun umat Islam dari seluruh penjuru dunia membanjiri Makkah Al Mukarramah untuk melaksanakan haji.

Indonesia dengan mayoritas penduduk muslim dan merupakan negara terbesar yang penduduknya beragama Islam, setiap tahun ratusan ribu orang yang melaksanakan ibadah haji.  Saking besarnya animo umat Islam untuk melaksanakan haji, maka ada yang antri - menunggu keberangkatan haji sampai 40 tahun lebih sejak mendaftar dan membayar uang tunggu sebesar Rp 25 juta.

Lamanya menunggu giliran untuk melaksanakan ibadah haji, menyebabkan banyak yang mencari jalan keluar untuk haji tanpa melalui prosedur yang dikelola oleh pemerintah.

Kasus jamaah haji yang mengalami masalah di Filipina beberapa waktu, merupakan bukti banyaknya yang tidak sabar menunggu untuk melaksanakan haji.  Begitu juga, ratusan jamaah haji di Makkah yang terjaring razia oleh aparat keamanan Arab Saudi, yang ternyata tidak mempunyai dokumen yang sah dari pemerintah Saudi Arabia untuk melaksanakan ibadah haji.    

Idul Adha dan Idul Qurban

Mereka yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji, sangat dianjurkan pada 10 Zulhijjah untuk melaksanakan salat Idul Adha  di masjid, di lapangan dan di berbagai tempat yang memungkinkan untuk dilaksanakan.

Istilah Idul Adha deperti dikemukakan diatas, sering juga disebut Idul Qurban, karena setelah melaksanakan salat Idul Adha, dilanjutkan dengan penyembelihan hewan qurban.   

Pelaksanaan penyembelihan qurban, berkaitan erat dengan peristiwa penyembelihan Ismail oleh ayahnya Ibrahim.   Disebutkan dalam Alqur’an, pada suatu malam, Nabi Ibrahim bermimpi, dia mendapat perintah dari Allah untuk menyembelih Ismail, putera kesayangannya yang merupakan anak semata wayang.

Perintah Allah itu, kemudian Ibrahim menyampaikannya kepada Ismail, dan meminta pandangannya atas hal tersebut.  Tanpa di duga, Ismail berkata kepada ayahnya Ibrahim “Ya abati if’al maa tu’mar satajidunii insya Allah minassabiriin” (Hai bapaku, laksanakan yang diperintahkan Allah kepadamu. Insya Allah engkau akan menemukan saya termasuk dari golongan orang-orang yang sabar).  

Tatkala Ibrahim akan menyembelih Ismail, Allah menggantikannya dengan seekor binatang (biri-biri).  Peristiwa dramatis itu diabadikan oleh Allah dengan perintah menyembelih hewan qurban pada setiap Idul Adha sebagai simbol ketaatan, ketulusan, keberanian dan pengabdian yang paripurna kepada Allah.

Kesalehan Sosial

Ibadah haji, shalat Idul Adha dan penyembelihan qurban, merupakan refleksi dari kesalehan individual.  Penyembelihan qurban, walaupun memberi dampak sosial karena  kambing dan sapi  yang disembelih, dagingnya dibagikan kepada mereka miskin dan memerlukan, tetapi pada hakikatnya lebih sarat dengan muatan kesalehan individual.

Akan tetapi yang menyedihkan, mereka yang sudah menunaikan ibadah haji, selalu melaksanakan shalat Idul Adha dan melaksanakan ibadah qurban, kesalehan individualnya belum dilanjutkan dengan kesalehan sosial.

Kesalehan sosial menunjuk pada perilaku yang peduli kepada sesama.  Sejatinya mereka yang saleh secara individual berarti beriman dan bertaqwa kepada Allah.  Wujud dari keberimanan dan ketaqwaan kepada Allah otomatis akan merefleksikan kesalehan sosial, yaitu peduli kepada mereka yang miskin, bodoh dan terkebelakang.

Wujud dari itu, maka mereka akan selalu berpikir, berikhtiar dan berjuang untuk mengubah nasib mereka yang belum beruntung dalam hidupnya. 

Kesalehan sosial bisa diwujudkan dengan mengubah nasib orang-orang yang belum beruntung dan dapat dikatakan belum menikmati kemerdekaan.  Menurut saya, yang paling penting dan utama ialah dalam bidang pendidikan dengan menghimpun dana untuk menyediakan beasiswa yang cukup kepada anak-anak miskin untuk melanjutkan pendidikan di dalam dan luar negeri. 

Selain tiu, memberi kepakaran (keahlian) kepada para pemuda yang satu dan lain hal tidak bisa melanjutkan pendidikan.  Maka walaupun mereka tidak memiliki pendidikan yang tinggi, tetapi untuk survive (Berjaya) dalam hidup, mereka mesti diberi kepakaran kerja dan bisnis.  

Wujud  lain dari kesalehan sosial, bisa dilakukan oleh mereka yang memegang kedudukan di pemerintahan dan parlemen, untuk terus berpikir dan membuat kebijakan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dengan demikian, iman dan taqwa kepada Allah melahirkan kesalehan individual dalam bentuk ibadah haji, shalat Idul Adha dan penyembelihan qurban.  Itu belum cukup, harus ditindaklanjuti dengan mewujudkan kesalehan sosial yang sering disebut amal shaleh (perbuatan yang baik).

Allahu a’lam bisshawab

 

  

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun