Dampaknya, banyak penghuni Rusunawa, yang terpaksa membuat perjanjian untuk mengembalikan kunci kepada pengelola Rusunawa, karena tidak mampu membayar sewa, listrik dan air. Mereka banyak yang keluar dari Rusunawa dan tidak diketahui di mana tinggal untuk melanjutkan kehidupan.
Selain itu, pemanfaatan E-Budgeting di Jakarta, telah menyebabkan banyak sekali warga yang selama puluhan tahun menggantungkan hidup dari proyek-proyek APBD DKI kehilangan sumber penghasilan dan penghidupan karena semua harus ditender.
Disamping itu, dana hibah ke berbagai lembaga sosial dihapus.
Bagaimana Menata Jakarta?
Sebagai sosiolog, saya mengusulkan penataan Jakarta, setidaknya dilakukan lima hal: Pertama, menata Jakarta dengan memberi fokus utama pada pembangunan manusia yang saya sebut people center development. Dalam rangka people center development, pendidikan anak-anak miskin di DKI harus diberi perhatian utama. Instrumennya, Komisi Beasiswa harus didirikan, yang tujuan untuk menghimpun dana dari publik, BUMN, BUMD dan sumber-sumber yang halal untuk memberi beasiswa penuh untuk melanjutkan pendidikan di dalam dan luar negeri, sehingga berwujud program “Satu Keluarga Miskin Satu Sarjana”.
Kedua, mengatasi ketidakadilan ekonomi, kemiskinan dan pengangguran, dengan cara memaksimalkan pendayagunaan APBD untuk meningkatkan ekonomi warga Jakarta menengah ke bawah melalui politik pemihakan dalam wujud “affirmative action” dan “special treatment”. Caranya, proyek-proyek pemerintah DKI yang bersifat “captive market”, ordernya diberikan kepada usaha kecil, menengah dan koperasi pribumi melalui penunjukan langsung. Selain itu, berbagai pasar yang dibangun Pemprov DKI, dilantai pertama dan kedua yang banyak dkunjungi pembeli diprioritaskan kepada usaha kecil menengah pribumi. Usaha mereka didata, dibina, dan diberi modal kerja dan modal usaha serta diberi pelatihan pemasaran dan pengawasan secara berkala.
Ketiga, investasi dalam dan luar negeri, harus diupayakan dan dimaksimalkan untuk sebesar-besar peningkatan ekonomi masyarakat menengah ke bawah. Bukan semakin memajukan mereka yang sudah maju dan besar.
Keempat, penataan kota tanpa penggusuran. Dikawasan yang akan ditata, disediakan lahan bagi pembangunan apartemen sederhana bagi warga miskin dan warga yang mau ditata tempat tinggalnya.
Kelima, pemimpin sebagai hal yang amat penting. Oleh karena itu, pemimpin DKI Jakarta harus menjadi role model yang memberi contoh teladan bagi warga Jakarta dan Indonesia, karena DKI adalah ibukota negara merupakan barometer Indonesia dan cermin bagi dunia internasional tentang Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H